Icha Adeela, anak angkat dari keluarga Raffi Hamzah. Dia diperlakukan tidak adil, dijadikan sebagai penebus utang. Ayah angkatnya mempunyai banyak utang dan keluarga mereka terancam kehilangan rumah dan aset lainnya.
Dalam upaya menyelamatkan keluarga dan ibu angkatnya yang sekarat di rumah sakit, Icha dipaksa menikah dengan orang tua dan cacat.
Ternyata, Icha juga diperlakukan kasar oleh suaminya. Icha berusaha membayar utang agar terbebas dari belenggu suaminya.
Apakah Icha berhasil membebaskan dirinya dari situasi tersebut?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Permintaan
"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un," ucap Putra dan Icha.
Putra mendorong kursi roda Icha masuk ke dalam ruangan ICU. Icha memandangi Carmen yang sudah tidak bernapas lagi. Icha meraih tangan Carmen. Icha mencium punggung tangan Carmen yang masih hangat.
Icha meminta maaf jika selama hidupnya telah membuat susah Carmen. Icha juga berterima kasih kepada Carmen karena sudah menyayanginya seperti anaknya sendiri. Icha kembali meneteskan air mata. Sontak jantung Icha berhenti berdetak, tubuh Icha lemas, Icha tidak sadarkan diri.
Icha dimasukkan ke sebuah kamar pasien. Icha pingsan karena syok dan memang kondisinya dalam keadaan sakit. Icha diberikan obat dan juga dipasangi selang infus.
Putra meninggalkan Icha yang sedang beristirahat. Putra mengurus administrasi Carmen.
Pihak rumah sakit juga menghubungi Fairel beberapa waktu yang lalu ketika Carmen menghembuskan napas terakhirnya. Fairel yang sendirian di rumah baru menyadari Icha telah pergi. Fairel meminta papanya untuk datang ke rumah dan membawanya ke rumah sakit.
Setibanya Fairel di rumah sakit, Dokter yang menangani pengobatan Carmen membawa Fairel ke ruangan Icha. Dan di sana, Putra duduk di samping tempat tidur Icha sambil berbicara dengan seseorang di telepon.
Fairel perlahan melangkahkan kakinya masuk ke dalam dan duduk di sebelah Putra. Fairel meminta penjelasan mengapa Icha bisa ada di rumah sakit. Apakah Putra yang membawanya kabur dari rumah.
Putra tidak bisa berbohong. Putra hanya menolong Icha yang ingin pergi meninggalkan Fairel sejauh-jauhnya. Icha membaca buku hariannya. Icha takut tinggal bersama Fairel. Icha tidak mau disiksa Fairel.
Icha juga menjadi pembantu di rumah Fairel. Icha terpaksa menikah dengan Fairel karena tidak punya pilihan lain. Icha rela mengorbankan cinta dan masa mudanya demi biaya pengobatan Carmen dan demi perekonomian ayahnya.
"Buku harian? Kebanyakan baca novel, halu," ejek Fairel.
Fairel hanya mengira semua yang diucapkan Putra adalah karangan yang dibuat Putra. Fairel yakin, Putra jatuh cinta pada Icha. Putra memanfaatkan amnesia Icha untuk mengambil hati dan membawanya pergi.
Putra tidak terima kebaikannya disalahartikan oleh Fairel. Putra tidak ada niat untuk merebut Icha dari Fairel. Putra tulus membantu Icha. Putra memperlakukan Icha seperti saudaranya sendiri.
Fairel terus mengingatkan Putra bahwa Fairel adalah suami sah Icha. Putra juga memperingati Fairel, jika ingin main-main dan terus menyakiti Icha, Fairel akan berhadapan dengannya. Jika Fairel tidak suka, tinggalkan saja Icha.
Icha mendengar keributan kecil. Walaupun setengah berbisik, Icha masih bisa mendengar suara Fairel dan Putra di sampingnya. Icha juga sempat mendengar Fairel tidak akan melepaskan Icha.
Icha membuka mata. Icha mengamati ruangan beraroma khas obat-obatan bersama Fairel, Putra yang masih adu mulut. Icha teringat ibunya yang baru saja meninggal. Icha lompat turun dari tidur.
"Icha, mau ke mana?" Putra berdiri di samping Icha.
"Bunda, Bunda ...."Icha menahan rasa sakit setelah turun dari tempat tidur pasien.
"Bunda lagi dimandiin. Bunda akan dimakamkan di pemakaman keluarga Fairel," kata Putra.
"Icha, yang sabar ya," Fairel mengusap rambut Icha.
Icha sedikit menghindar dari Fairel. Icha memperhatikan Fairel yang menggunakan bantuan tongkat untuk berjalan. Fairel tidak lagi menggunakan kursi roda. Fairel terkesan saat Icha menatapnya.
Icha, kamu beruntung punya suami ganteng, tajir sepertiku. Pasti kamu sekarang terpesona dengan ketampananku, batin Fairel.
Seorang perawat masuk ke ruangan Icha untuk memberitahu bahwa Carmen sudah siap untuk dimakamkan. Putra mendorong kursi roda Icha menuju kamar mayat. Fairel memutuskan istirahat sejenak di ruangan Icha, Fairel masih belum kuat berjalan.
Di kamar mayat, Icha melihat Carmen untuk yang terakhir kalinya. Walaupun Icha masih belum bisa mengingat Carmen, tapi Icha sangat merasakan kehilangan yang teramat dalam.
Tak terasa tangis Icha pecah. Icha meraung sejadi-jadinya di depan Carmen. Icha tidak rela Carmen meninggalkannya. Icha sebatang kara, tidak ada yang Icha kenal selain Fairel dan Putra. Putra menenangkan Icha.
Jenazah Carmen di masukkan ke dalam ambulans. Putra kembali mendorong kursi roda Icha. Dari kejauhan Icha melihat Fairel bersama dengan pasangan suami istri dan juga anak gadis yang menangisi kepergian Carmen.
"Kak Putra siapa mereka?" tunjuk Icha ke arah keluarga itu.
"Mereka adalah keluargamu. Pria itu adalah ayahmu, di sampingnya adalah istri mudanya dan di sebelahnya adalah anak gadis mereka," bisik Putra.
Raffi kemudian menghampiri Icha. Raffi menangis memeluk Icha. Raffi meminta Icha bersabar. Icha harus ikhlas melepas kepergian Carmen. Carmen sudah tenang di alamnya. Icha harus bisa menerima kenyataan.
Kania dan Alula juga menangis menghampiri Icha. Alula meminta izin kepada Putra untuk mendorong kursi roda Icha. Putra membiarkan Alula dan Kania membawa Icha ke depan rumah sakit.
Sebelum bertemu dengan Icha, Raffi mengenalkan Fairel kepada Kania dan Alula. Fairel sama sekali tidak menghiraukan mereka. Fairel dengan sombongnya pergi meninggalkan mereka.
Kania dan Alula kaget sekaget-kagetnya, ternyata suami Icha bukan lelaki tua yang cacat. Dia masih muda, sempurna di mata Alula dan Kania. Alula jatuh cinta pada Fairel walaupun Fairel memakai tongkat di tangan.
Kania menyesal menikahkan Icha. Seandainya Kania tahu, Fairel adalah orang yang akan dinikahkan dengan Icha, Kania pasti akan menikahkan Alula dan membuang jauh-jauh Icha yang tidak berguna.
Alula terus mendorong kursi roda Icha sedikit menjauh dari parkiran rumah sakit. Alula menangis melihat keadaan Icha. Wajah yang bengkak, tubuh penuh luka.
"Icha, maaf, seharusnya semua ini tidak terjadi. Suamimu itu kejam. Dia melampiaskan kekesalannya padamu. Dia terus menyakitimu," Alula menangis dan berjongkok di depan Icha.
"Kenapa dia begitu?" Icha menyipitkan matanya.
"Yang seharusnya menikah itu aku. Tapi kamu yang merebut Kak Fairel dariku. Dan kalian menikah. Kak Fairel marah dan tidak terima dengan pernikahan kalian," isak Alula.
Cerita Alula sungguh berbeda jauh dengan isi buku harian Icha. Antara percaya dan tidak Icha masih setia mendengarkan Alula.
"Icha, jangan-jangan meninggalnya Tante Carmen ada hubungannya dengan Kak Fairel. Dia saja benci sama kamu. Dia ingin melihat kamu menderita."
Icha mulai termakan bualan kosong Alula. Alula melanjutkan provokasinya.
"Icha, jangan lupa, kamu harus membayar biaya pengobatan Tante Carmen. Selama ini Ayah dan Mama lah yang membayar. Dan untuk Kak Fairel pergilah sejauh mungkin agar kamu terbebas darinya."
Alula pamit ketika Putra berjalan ke arah mereka. Icha hanya terdiam. Putra memasukkan Icha ke dalam mobil. Icha duduk di samping Fairel.
"Icha, mulai sekarang, aku akan mencoba menjadi suami yang baik untukmu. Aku akan mengabulkan semua permintaanmu. Bilang saja, kamu minta apa?" Fairel meraih jemari Icha.
"Aku ingin cerai," pinta Icha.
PLAK!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...