Hanna harus menerima kenyataan pahit bahwa sang suami telah memiliki hubungan dengan saudara kandungnya.
Ia merasa di bodohi dengan sikap suaminya yang baik dan penyayang, begitu juga dengan sikap adik kandungnya yang terlihat baik dan polos. Namun ternyata mereka menjalin hubungan terlarang di belakangnya.
Apakah Hanna akan memaafkan suami dan adiknya? atau ia akan pergi dari kehidupan rumah tangganya?
Yuk ikuti ceritanya! jangan lupa like, komentar, dan suscribe ya. Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ratih Ratnasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15
Hari ini Hanna berniat akan mengunjungi kediaman ibu mertuanya, Bram sudah menawarkan tumpang pada Hanna tapi Hanna menolaknya, karena ia tak mau jadi permasalahan dalam keluarga.
Hanna pergi menggunakan sepeda motor milik Bram untuk menuju ke kediaman ibu mertuanya.
Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya Hanna telah sampai di sana.
"Selamat pagi, bi. Apakah ibu ada?" tanyanya pada seorang pelayang yang bekerja di sana.
"Ada nona, biar saya panggilkan dulu," Hanna menunggunya di luar, ia melihat sekeliling rumah ibu mertuanya. Di sana banyak kenangan bersama Revan sebelum ia pindah ke rumah Revan.
"Hanna!" panggil Bu Rohanah, kemudian Bu Rohanah memeluk Hanna dengar erat.
"Kau kemana saja, nak. Ibu mencarimu,"
"Maaf Bu, Hanna bekerja jadi baby sitter dan Hanna tinggal di sana,"
"Kenapa kamu pergi dari rumah, Ibu sempat khawatir padamu. Kalau gitu ayo masuk dulu, di sana juga sedang ada Tante Mila.
"Baik, Bu." kemudian Hanna masuk ke dalam, ia melihat Tante Mila yang sedang menyuapi anaknya.
"Pagi, Tan."
"Hanna! Apa kabar?"
"Hanna baik, Tan. Bagaimana kabar Tante?"
"Tante juga baik, sini duduk dekat Tante. Ada yang ingin Tante bicarakan padamu." Hanna membenarkan tempat duduknya, ia menarik nafasnya dengan kasar. Ia harus siap bercerita pada ibu mertua dan tantenya soal permasalahan rumah tangga hanna.
"Hanna, Tante sudah bilang padamu. Jangan percaya dengan orang, walaupun orang itu yang paling dekat dengan kita."
"Iya, Tan. Hanna juga tidak menyangka bisa terjadi seperti ini." Bu Rohanah datang membawa tiga gelas minuman untuk mereka.
"Hanna, sebenarnya ibu tidak ingin kamu berpisah dengan Revan. Ibu ingin kau tetap bersama Revan. Namun, ibu tak bisa memaksamu. Karena kesalahan Revan benar-benar fatal. Ibu minta maaf atas perilaku Revan padamu." Hanna tersenyum getir, ia kembali merasakan sesaknya di dada.
"Ibu tidak salah, jangan meminta maaf padaku. Aku juga sudah memaafkan Mas Revan."
"Terima kasih, sudah memaafkan Revan. Semoga setelah kau bercerai dengan Revan, kita akan tetap bersaudara."
"Iya, Bu. Itulah yang Hanna harapkan, semoga kita tetap menjaga silaturahmi." Hanna langsung memeluk Bu Rohanah, ia tidak menyangka pernikahannya harus berakhir di sini. Hanna dan Revan sudah sejak lama menjalin hubungan di saat mereka masih duduk di bangku sekolah, hingga sampai pada akhirnya Revan melamar Hanna untuk menjadi teman hidupnya. Namun, kini ia harus berpisah hanya karena orang ke tiga.
"Hanna pamit ya, Bu. Hanna tidak bisa berlama-lama di sini. Karena sekarang Hanna punya tanggung jawab,"
"Iya, hati-hati di jalan. Maaf atas kekurangan keluarga ini, ibu harap kamu tetap mengingat ibu." Hanna kembali memeluk Bu Rohanah, rasanya ia tidak sanggup untuk keluar dari keluarga Bu Rohanah yang sudah menerimanya.
"Hanna pamit, Bu." Bu Rohanah menangis setelah kepergian Hanna dari hadapannya.
"Ayo masuk!" titahnya.
"Mas Bram? Kenapa ada di sini?"
"Masuklah, nanti aku akan jelaskan padamu." Hanna pun segera masuk ke dalam mobil dan duduk di depan bersama Bram.
"Mas Bram kenapa tahu kalau aku ada di sini,"
"Aku mengikutimu dari awal,"
"Apa? Kenapa mengikutiku?"
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu saja. Ternyata mantan suamimu itu rekan kerjaku," Hanna langsung menatap Bram dengan serius.
"Rekan kerjamu? Kau tahu dari mana?"
"Aku tahu, karena aku pernah datang ke rumah yang tadi. Itu rumah Bu Rohanah kan, ibu dari Revan. Apakah benar?" Hanna mengangguk membenarkan kata-kata Bram.
"Em, jadi ternyata benar kau ini mantan istri Revan. Aku baru tahu kalau Revan telah mengkhianatimu. Padahal setahuku dia pria yang baik."
"Ya, begitulah. Orang baik juga masih banyak di uji, mantan suamiku tergoda pada adikku, jadi mereka menjalin hubungan di belakangku."
"Benarkah, jadi orang ke tiga dalam rumah tanggamu itu adikmu?"
"Ya, benar."
"Bisa-bisanya adikmu mengambil suamimu?" Hanna menarik nafas dengan kasar lalu ia menatap Bram.
"Aku juga tidak tahu kenapa adikku menyukai suamiku,"
"Hem mungkin karena mereka memang saling mencintai, kau mungkin tak tahu asal usul bagaimana mereka bisa saling mencintai."
"Ya, itulah bodohnya aku," ujar Hanna, dirinya mengakui merasa bodoh dengan apa yang dilakukan suami dan adiknya. Ia terlalu percaya pada mereka berdua hingga ia jadi korban pengkhianatan.
"Maaf aku bukan maksud apa-apa," kata Bram.
"Mas Bram tidak salah, kenapa harus minta maaf?"
"Aku takut menyinggungmu, Hanna."
"Tidak, Mas. Kau bukan menyinggungku tapi memang kenyataannya. Oh iya, kita mau kemana? Sepertinya ini bukan jalan menuju pulang."
"Aku mau mengajakmu untuk menjemput Dafa, dia sedang ada les di sekolahnya."
"Ah, begitu, Mas. Aku ikut saja," ujarnya.
"Terima kasih karena sudah mau menjadi baby sitter anakku, dia sangat senang dengan keberadaanmu,"
"Sama-sama, Mas. Aku juga sangat berterima kasih bisa bertemu Dafa tiap hari. Aku sangat senang dengan anak kecil." Bram tersenyum menatap Hanna, begitu juga dengan Hanna yang kembali menatapnya. Hingga pada akhirnya mereka sadar dan sama-sama canggung.
"Maaf..."
"Ah, iya tidak apa-apa," ujar Hanan dengan rasa canggung.
Bram kembali fokus mengemudi mobilnya untuk segera mencapai tujuan.
...----------------...