Seseorang itu akan terasa berhaga, manakala dia sudah tak lagi ada.
Jika itu terjadi, hanya sesal yang kau punya.
Karena roda kehidupan akan terus berputar kedepan.
Masa lalu bagai mimpi yang tak bisa terulang.
Menggilas seluruh kenangan, menjadi rindu yang tak berkesudahan.
Jika ketulusan dan keluasan perasaanku tak cukup untuk mengubah perasaanmu, maka biarlah ku mengalah demi mewujudkan kebahagiaanmu bersamanya, kebahagiaan yang telah lama kau impikan. -Stella Marisa William-
Sungguh terlambat bagiku, menyadari betapa berharganya kehadiran mu, mengisi setiap kekosongan perasaanku, mengubah setiap sedihku menjadi tawa bahagia, maaf kan aku yang bodoh, maafkan aku yang telah menyia nyiakan perasaan tulusmu -Alexander Geraldy-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Malam itu Richard baru menyelesaikan makan malam nya.
Stella memberanikan diri duduk di hadapan kakak nya di ruang tengah, sementara kedua nanny dan Nisya sedang menemani si kembar dan Riana yang belum ingin memejamkan mata, padahal seharusnya mereka sudah berada di kamar dan bersiap untuk tidur.
"Kak, ada yang ingin ku katakan,"
Richard menatap Stella dengan tatapan yang sulit untuk di artikan, memang seperti itulah Richard, dia tidak pernah menunjukkan sisi lemahnya, dia selalu mendominasi lawan bicaranya, dia tegas dalam setiap kalimat yang dia ucapkan, karena dia di didik papa Kenzo untuk menjadi pemimpin.
Sebagai putra tertua dari keluarga William, Richard diharuskan untuk Memimpin William Medical Center, rumah sakit besar berskala internasional yang ada di tiga negara sekaligus, dan ketiganya ada dalam kendali Richard, walaupun pendidikan Richard adalah seorang dokter spesialis penyakit dalam, namun Richard juga diharuskan belajar manajemen rumah sakit, agar dia bisa memimpin rumah sakit tanpa kendala.
"Katakanlah, tapi jangan membahas tentang Alex, aku sedang tidak ingin membicarakan dia."
Stella menelan ludah nya, apa yang akan dia katakan justru berhubungan dengan Alex.
Tiga hari, adalah waktu yang ia minta dari Alex, dan besok adalah waktu yang ia janjikan untuk bertemu mantan suaminya tersebut.
Namun hingga detik ini ia belum memiliki keberanian untuk membuka mulutnya.
"Aku sudah memutuskan sesuatu," Stella kembali berbicara, keringat dingin mulai membasahi pelipis dan punggungnya.
"Jangan memutuskan sesuatu tanpa seizinku, sekarang kamu kembali di bawah perwalianku, kedepannya aku yang akan bertanggung jawab padamu apapun yang terjadi."
Stella semakin kuat meremas kedua tangannya, tidak ada nada ancaman dalam setiap kalimat yang Richard ucapkan, namun entah kenapa Stella merasa ketakutan.
"Aku akan berbagi hak asuh dengan papi nya si kembar."
Richard menatap Stella tanpa berkedip, nampak jelas sekali kini ia tengah menahan rasa geram.
"Kenapa?"
"Karena papi mereka memiliki hak sepenuhnya."
"Kalau aku melarang nya?"
"Akan tetap kulakukan," Jawab Stella tegas.
Praaaaaang ...
Pecahan guci berhamburan di mana mana, suara tangis si kembar menggema di ruang tengah, karena terkejut mendengar suara keras akibat ulah Richard menghancurkan guci antik yang ada di dekatnya.
Stella segera memberi arahan pada kedua nanny anak anak nya untuk membawa si kembar kekamar, begitu pula Riana yang masih setia mengikuti kedua adik sepupu nya yang masih menangis keras.
Malam itu Stella bertekad akan melawan, rumah tangga nya bersama Alex memang sudah tinggal puing puing tanpa bentuk, namun anak anak mereka masih berhak mendapatkan puzzle utuh untuk kehidupan mereka di masa mendatang.
"Salah kakak apa? kenapa kamu begini sama kakak, kakak sudah mengusahakan semuanya, kakak bahkan menolak keinginan paman Sony untuk bertemu dengan si kembar, kenapa kamu bersikap seolah olah tidak ada apa apa diantara kalian?" cecar Richard.
"Paman Sony? kapan kakak bertemu papa?" tanya Stella terkejut, dia tidak menyangka, bahwa kakak nya bahkan tega melarang mantan mertuanya bertemu si kembar.
"Kemarin Lusa,"
"Bahkan papa Sony pun tidak kakak izinkan bertemu si kembar, padahal papa Sony sama sekali tidak terlibat dalam urusan ku dan Alex," Stella mencoba melunakkan hati kakak nya.
"Bahkan jika papa mertuamu presiden sekalipun, kakak tidak akan mengizinkannya menemui Kevin dan Andre, kakak akan segera memindahkan perwalian mereka atas nama kakak," Ujar Richard dengan nada otoriternya.
"Kak, aku rasa kakak sudah keterlaluan," Stella menimpali.
"Apa kamu bilang? keterlaluan?" Richard mulai terbawa emosi.
"Iya, karena papa dan mama mertua sama sekali tidak tahu mengenai sikap Alex, selama Stella tinggal bersama mereka pun, mereka selalu memberikan yang terbaik untukku kak," Stella mencoba menunjukkan betapa kedua mertuanya memang orang orang yang baik, "dan aku tak ingin jadi seseorang yang egois dan tak berperasaan,"
"Anggap saja kakak memang tak berperasaan, tapi berkhianat itu sesuatu yang tak layak mendapat kan maaf, keputusan kakak tidak akan berubah, kamu pergi ke London bersama si kembar, dan kalian akan menetap disana, kakak akan menutup semua akses pencarian kalian, hingga Alex tidak akan berhasil menemukan kalian." Richard kembali berkata tegas tak ingin di bantah.
Stella memejamkan matanya, "baik kalau keputusan kakak seperti itu, maka dengarkan juga keputusan ku," Stella menatap Richard dengan tatapan mengintimidasi. "Kakak ingin aku pergi kan?"
Richard terdiam, namun Stella tahu, jawaban Richard adalah iya.
"Kalau begitu aku punya Syarat,"
"Jangan mencoba bernegosiasi dengan ku, jika berkaitan dengan Alex,"
"Karena ini menyangkut hidup anakku kak," Stella kembali memekik tajam.
"Bagaimana jika aku tak setuju?"
"Maka aku tak akan beranjak sedikit pun dari rumah ini, walau aku harus membunuh diriku sendiri."
Richard benar benar tak habis pikir, bagaimana mungkin Stella masih mati matian membela mantan suaminya, padahal Richard sudah sekuat tenaga membuat Alex tak bisa menemui si kembar.
"Bodoh ..." akhirnya Richard melunak, "lakukan apa yang kamu inginkan, tapi setelah ini kamu harus menuruti semua yang kakak katakan,"
Stella memeluk Richard erat, "Terimakasih kak, adik bodohmu ini tak akan lagi meminta yang lain, selain perlindungan, karena aku tak yakin bisa mencintai pria lain selain kak Alex."
Richard membalas pelukan Stella dengan erat, "apa kamu tahu, kenapa papa menikahkan mu di usia yang sangat muda?" tanya Richard lirih.
Stella menggeleng.
"Saat itu jantung papa sering bermasalah, dan papa ingin segera melihat anak perempuan satu satunya menikah, berharap agar suami mu akan menjaga mu dengan baik, dan bukan nya mengkhianatimu seperti sekarang."
Stella semakin erat memeluk Richard, menumpahkan tangis yang selama ini ia simpan seorang diri.
Nisya yang sejak tadi duduk dan mengawasi dari jauh, nampak ikut meneteskan air matanya, "semoga ini keputusan terbaik diantara badai yang menghantam rumah tangga Stella." ujar nya dalam hati.
...✨✨✨...
Mobil mewah milik keluarga WIlliam, membawa Stella dan Ima, nanny yang akan mengasuh Kevin, menuju kediaman keluarga Geraldy, sepanjang perjalanan Stella memeluk erat putra sulungnya tersebut, Stella berharap semoga kelak Kevin tak akan pernah membencinya, karena Stella lebih memilih Andre dari pada dirinya, hanya membayangkannya saja, membuat Stella berurai air mata.
Ima sang nanny, hanya diam membisu, melihat pemandangan yang sungguh membuat hatinya tersayat sedih.
"Ima, Boleh ibu minta tolong padamu?"
Ima menoleh, menganggukkan kepalanya tanpa suara.
"Tolong rawat Kevin dengan baik, pastikan ia tidak sakit, dan cukup makan makanan yang bergizi, ingat dia memiliki alergi coklat, emmm ... apa lagi yah? aku lupa," ucap Stella ditengah tangisannya, ia tersenyum getir, "aku pasti seorang mommy yang buruk yah?"
Ima menggeleng, ia pun hanya bisa menangis, tanpa bisa berucap.
"Hanya satu yang ibu inginkan dari mu, tolong rahasiakan dari bapak tentang kepergian ibu, dan ada dimana ibu setelah ini, kamu bisa kan? berjanjilah."
"Iya bu, saya janji, akan saya katakan semua yang baik baik tentang ibu pada tuan muda, dan akan saya jaga rahasia tentang kepergian bu Stella dan dimana keberadaan ibu setelah pergi dari negara ini,"
Stella tersenyum, lalu mengangguk "terimakasih yah,"