NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Luka lama

Setelah meninggalkan Arash yang masih tertegun di lantai dua puluh, Devan melangkah menuju basement. Mobil sedan mewahnya sudah menunggu, mesin berderu halus. Ia masuk ke kursi belakang, melepaskan dasi dan menyandarkan kepala. Jakarta sore itu terasa padat, namun pikirannya lebih sesak daripada lalu lintas di luar sana.

Hari ini melelahkan—bukan karena pekerjaan, melainkan karena satu orang: Arash Maulidia.

Wajah gadis itu terus terbayang. Wajah lelah yang kaget saat ia membangunkannya di ruang arsip, wajah kesal ketika ia menyebutnya “boncel”, dan terutama, tatapan mata yang penuh tekad saat menolak bantuannya—namun sekaligus menyimpan malu ketika ia membayar tagihan listriknya.

Senyum tipis muncul di sudut bibir Devan, sekilas saja. Ia tidak tahu apakah yang ia rasakan itu kekesalan, rasa ingin tahu, atau... sesuatu yang lain. Tapi ia segera menepis pikiran itu. Tidak boleh. Ia tidak boleh terpancing. Tidak boleh kembali merasakan ketertarikan pada siapa pun.

Emosi hanya akan mengacaukan sistem yang ia bangun bertahun-tahun.

Luka masa lalu sudah cukup menjadi pelajaran.

Bertahun-tahun lalu, tepat sebelum hari pernikahan, tunangannya berselingkuh dengan sahabat terdekatnya. Pengkhianatan itu menghancurkan rasa percaya, harga diri, dan sisi lembut dalam dirinya. Sejak saat itu, Devan Adhitama menjelma menjadi sosok perfeksionis yang dingin—pria yang menganggap perasaan adalah bug dalam sistem hidupnya. Segalanya harus efisien, terkendali, dan terukur.

Dan Arash? Dengan kecerobohan, spontanitas, serta emosinya yang tidak bisa ditebak—ia adalah anomali yang mengusik keseimbangan itu.

Mobil berhenti di pelataran mansion keluarga Adhitama yang megah. Devan keluar tanpa banyak bicara. Lampu taman yang hangat menerangi halaman luas, menuntunnya ke ruang utama. Aroma masakan tercium samar, dan dari ruang keluarga, terdengar suara tawa kecil.

Danu dan Diana—orang tuanya—duduk santai bersama Dewa, adik bungsunya dan istrinya, yang menggendong bayi mungil. Pemandangan yang seharusnya terasa hangat itu justru membuat dada Devan terasa berat.

“Devan, kamu sudah pulang,” sapa Diana lembut, tapi nada suaranya sarat tuntutan.

“Makan malam sudah siap, Bang,” tambah Dewa sambil tersenyum ramah.

Devan hanya mengangguk singkat. “Aku sudah makan di kantor.”

Ia berjalan melewati mereka, tapi langkahnya terhenti ketika suara berat ayahnya menggema.

“Devan!” panggil Danu. “Bisa duduk sebentar? Ada yang ingin Daddy bicarakan.”

Devan memutar tubuhnya, ekspresinya datar. “Aku capek, Dad. Besok pagi ada meeting penting. Aku harus siapkan materi.”

“Hanya lima menit,” bujuk Diana dengan nada lembut tapi tegas. “Ini tentang gala dinner minggu depan. Kamu harus datang, dan Mommy mau kamu bawa pasangan.”

Devan menatapnya lama, nyaris tak percaya. “Aku nggak punya pasangan, Mom. Aku akan datang sendirian.”

“Devan, tolonglah,” suara Diana meninggi sedikit. “Keluarga kita sedang disorot media. Dewa sudah menikah, bahkan punya anak. Sementara kamu—”

“Mom.” Devan memotong dengan tenang tapi dingin. “Aku CEO Adhitama Group. Media menyorot aku karena hasil kerja, bukan karena siapa yang duduk di sebelahku.”

“Devan!” tegur Danu tajam. “Kamu bisa bicara baik-baik. Mommy-mu hanya khawatir.”

Devan menarik napas dalam, menahan emosi. “Aku tahu, Dad. Tapi aku nggak akan pura-pura bawa pasangan hanya demi image. Itu bukan aku.”

Tanpa menunggu balasan, ia melangkah naik ke tangga, meninggalkan keheningan di ruang keluarga. Diana menatap punggung anak sulungnya yang menjauh, wajahnya lelah.

“Dia masih belum berubah,” bisiknya lirih.

“Dia terluka, Mom,” jawab Danu pelan. “Dan Devan belum tahu bagaimana caranya sembuh.”

Di kamar lantai atas, Devan berdiri di depan cermin besar. Pantulan dirinya terlihat sempurna: jas hitam, kemeja putih rapi, ekspresi tenang. Tapi di balik semua itu, matanya kosong.

“Aku nggak butuh pasangan,” gumamnya pada bayangannya sendiri. “Aku cuma butuh fokus.”

Namun bahkan ketika ia membuka laptop untuk bekerja, pikirannya tidak benar-benar di tempatnya. Bayangan wajah Arash kembali muncul—wajah keras kepala yang berani menatap matanya tanpa takut, dan suara lembut yang menolak belas kasihan.

Sial.

Bahkan setelah semua ini, nama itu masih mengusik pikirannya.

......................

Sementara itu, di sisi lain, Arash tiba di kosnya dalam keadaan nyaris ambruk. Ia menatap amplop berisi uang tunai di atas meja—uang yang diberikan Devan untuk melunasi tagihan listrik. Rasa kesal masih menyelimuti, tapi rasa lega jauh lebih besar. Setidaknya, malam ini ia bisa tidur tanpa gelap-gelapan.

Namun tidur bukan pilihan.

Arash membuka laptopnya, menatap layar penuh file dokumen yang dikirim Devan. Besok pagi akan ada rapat internal penting mengenai rencana merger dengan salah satu perusahaan fintech kecil. Ia harus menyiapkan ringkasan dan analisis pendukung.

Matanya menelusuri laporan keuangan fintech itu dengan cermat. Angka demi angka ia baca, mencatat hal-hal kecil yang janggal.

Lalu… sesuatu menarik perhatiannya.

Valuasi perusahaan itu terlalu rendah dibandingkan dengan performa pasar. Ada perbedaan kecil di laporan cash flow—hanya beberapa juta rupiah—tapi cukup untuk menjadi red flag besar jika ditelusuri lebih dalam.

Arash bersandar di kursinya, bibirnya melengkung kecil.

“Ketahuan…” gumamnya.

Ia tahu betul apa artinya. Kesalahan kecil ini bisa berarti potensi penyelamatan puluhan juta dolar dalam kesepakatan merger.

“Baiklah, Pak Devan,” ujarnya pelan. “Bapak bayar listrik saya, saya balas dengan menyelamatkan perusahaan Bapak.”

Ia mulai membuat presentation draft kecil—padat, rapi, penuh data.

Setiap klik pada keyboard terasa seperti balas dendam yang manis.

Ia ingin membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar asisten ceroboh yang disebut “boncel”, tapi analis tajam yang tahu apa yang ia lakukan.

Jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Arash menutup laptopnya, meregangkan tubuh, lalu tersenyum puas.

“Besok, Tuan Adhitama,” bisiknya, “Anda akan lihat siapa sebenarnya Arash Maulidia.”

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!