Dikhianati. Dituduh berkhianat. Dibunuh oleh orang yang dicintainya sendiri.
Putri Arvenia Velmora seharusnya sudah mati malam itu.
Namun takdir memberinya satu kesempatan—hidup kembali sebagai Lyra, gadis biasa dari kalangan rakyat.
Dengan ingatan masa lalu yang perlahan kembali, Lyra bersumpah akan merebut kembali takhta yang dirampas darinya.
Tapi segalanya menjadi rumit ketika ia bertemu Pangeran Kael…
Sang pewaris baru kerajaan—dan reinkarnasi dari pria yang dulu menghabisi nyawanya.
Antara cinta dan dendam, takhta dan kehancuran…
Lyra harus memilih: menebus masa lalu, atau menghancurkan segalanya sekali lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14: Ancaman dari Bayangan
Setelah Sidang Darurat yang memenangkan mereka, Lyra tidak lagi menjadi Lyra si pelayan. Lyra kini dikenal secara resmi sebagai Penasihat Khusus Arsip dan Urusan Dalam Negeri, sebuah posisi yang Kael ciptakan untuknya.
Meskipun gelar ini terdengar teknis, semua orang di Istana tahu siapa Lyra sebenarnya: kekuatan di balik takhta, wanita yang membuat Pangeran Kael yang misterius tersenyum.
Lyra dan Kael menghabiskan hari-hari mereka di Ruang Kerja. Lyra memegang Liontin Segel itu di atas peta Eteria. Kutukan itu tidak lagi terasa dingin; kini terasa hangat dan hidup, karena Kael selalu berada di dekatnya.
"Ordo Tujuh Bintang tidak akan diam," Lyra menjelaskan, menunjuk pada peta di perbatasan Barat Laut. "Mereka memiliki basis di daerah terpencil dekat Benteng Garam. Jika kita bisa menyergap pemimpin mereka di sana, kita akan menghancurkan jaringan mereka."
Kael, duduk di kursinya, mengagumi Lyra. "Kau terlihat nyaman dengan kekuasaan, Arvenia. Apakah Liontin itu yang berbicara, atau kehendakmu?"
"Keduanya," balas Lyra, menatap Kael dengan senyum menantang. "Liontin ini adalah alat saya, tetapi keputusan saya adalah milik saya. Saya belajar dari kesalahan masa lalu: jangan pernah mempercayai rencana Valerius yang tampak romantis."
"Dan rencana Aerion?" Kael menantang.
"Aerion memberi saya Liontin yang menawan. Dan Aerion memberdayakan saya. Saya mempercayai kehendak Aerion, Yang Mulia," Lyra mengakui, menggunakan nama kuno itu.
Mereka membahas rencana serangan. Kael berpendapat bahwa serangan besar-besaran akan membuang-buang sumber daya.
"Kita harus mengirimkan tim kecil," Lyra menyarankan. "Seseorang yang bisa menyelinap, mendapatkan bukti, dan kembali. Kita harus mengambil Liontin asli Ordo Tujuh Bintang, bukan hanya Liontin ini."
"Dan siapa yang kau usulkan untuk tugas bunuh diri seperti itu?" tanya Kael.
Lyra menatap ke luar jendela, melihat ke arah perbatasan yang diselimuti kabut. "Saya tahu Benteng Garam itu. Saya pernah menyelinap ke sana saat masih remaja, untuk tantangan konyol. Saya tahu setiap lorong bawah tanahnya."
"Tidak," Kael berkata tegas. "Terlalu berbahaya. Kau adalah Ratu Eteria. Kau tidak akan mempertaruhkan nyawamu untuk tugas mata-mata."
"Ratu yang berani, atau Raja yang protektif?" Lyra bangkit, mencondongkan tubuh ke Kael. "Anda pernah berjanji tidak akan lagi terlalu melindungi saya. Jika saya berhasil, saya akan mendapatkan bukti yang kita butuhkan, dan saya akan membuktikan bahwa saya layak memerintah di sisi Anda, sebagai Ratu yang setara."
Kael memejamkan mata sejenak, menghela napas pasrah. "Baik. Kau akan pergi. Tapi dengan satu syarat."
Kael menarik Lyra hingga Lyra duduk di pangkuannya. Lyra tidak melawan. Keintiman ini telah menjadi bagian dari permainan kekuasaan mereka.
"Kau akan ditemani oleh Jenderal Verris," Kael berbisik, memeluk Lyra erat-erat. "Aku memanggilnya kembali ke Istana. Dia satu-satunya yang masih setia pada garis keturunan Velmora yang lama, dan dia akan melindungimu dengan nyawanya."
Beberapa hari kemudian, Lyra bertemu dengan Jenderal Verris di Ruang Pertemuan rahasia. Jenderal Verris adalah seorang pria tua yang tegas, dengan bekas luka perang dan kesetiaan yang tak tergoyahkan kepada mendiang Ayah Lyra.
Mata Verris melebar saat melihat Lyra.
"Putri Arvenia," Verris berbisik, berlutut. Matanya berkaca-kaca. "Saya pikir Anda sudah..."
"Saya kembali, Jenderal," kata Lyra, suaranya tenang dan berwibawa. Lyra meyakinkan Verris bahwa ia selamat secara ajaib, dan kini bekerja sama dengan Pangeran Kael. Lyra menunjukkan Liontin Segel di tangannya.
Verris tidak perlu banyak diyakinkan. Kesetiaannya kepada Arvenia lebih kuat daripada keraguannya pada Kael.
"Saya akan pergi ke Benteng Garam, Jenderal. Anda harus menemani saya. Kita harus mengambil Liontin Ordo Tujuh Bintang yang asli," Lyra menjelaskan.
Verris mengangguk. "Saya akan melindungi Anda, Putri. Tapi ada yang ingin saya katakan. Ada yang mengganjal saya tentang Pangeran Kael."
"Apa itu, Jenderal?"
"Saya pernah melihat pria seperti dia sebelumnya. Saat saya masih muda, saya melayani Raja Aerion, penguasa kuno Eteria. Raja Aerion tidak mati dalam perang, Putri. Dia menghilang setelah memberikan ramalan tentang kebangkitan dan akhir zaman."
Verris menatap Lyra dengan ekspresi takut. "Putri, Pangeran Kael... dia memiliki tatapan yang sama persis. Suara yang sama, bahkan bau cendana yang sama. Mereka mengatakan Raja Aerion bisa bereinkarnasi. Tapi ada mitos lain: Aerion tidak bereinkarnasi penuh. Dia mengambil alih tubuh dari keturunan terkuatnya."
Lyra tersentak. Mengambil alih tubuh.
"Kael... Apakah Anda pikir dia benar-benar Aerion, atau hanya seorang bangsawan yang dikuasai oleh Aerion?" Lyra bertanya, rasa takut bercampur dengan chemistry yang ia rasakan.
Verris menggeleng. "Saya tidak tahu. Tapi hati-hati, Putri. Jika dia adalah Aerion, dia akan menjadi sekutu terbaik Anda. Jika dia mengambil alih tubuh, dia mungkin akan mengambil lebih dari sekadar takhta Anda."
Lyra merasakan hawa dingin di sekujur tubuhnya, terlepas dari kehangatan Liontin itu. Kael tidak pernah benar-benar mencintainya; dia hanya menggunakannya untuk membersihkan kerajaan, dan mungkin... mengambil tubuh Valerius, dan kini jiwanya.
Lyra harus tahu kebenarannya. Dan kebenaran itu ada di Benteng Garam.
Malam sebelum keberangkatannya, Lyra menghabiskan waktu bersama Kael di Ruang Kerja. Mereka merencanakan rute perjalanan dan serangan. Keintiman mereka terasa semakin mendalam, karena mereka tahu ini adalah perpisahan sementara yang berbahaya.
Lyra duduk di pangkuan Kael, menikmati rasa aman yang hanya Kael berikan. Kael menciumnya, ciuman yang kini penuh kepemilikan dan gairah.
Jika dia mengambil alih tubuh, apakah hasrat ini miliknya, atau milik jiwa yang dicintai Valerius?
"Liontin Segel itu akan melindungimu di perjalanan," Kael berbisik di telinga Lyra. "Pastikan Liontin itu selalu menyentuh kulitmu."
"Saya akan melakukannya," kata Lyra.
Lyra memutuskan untuk menguji Kael. Ia harus tahu apakah Kael memiliki ingatan Valerius, ataukah dia adalah entitas yang murni kuno.
Lyra menggunakan dialek kuno dan berbisik: “Coba katakan padaku, Yang Mulia. Apa kalimat terakhir yang Anda katakan kepada saya saat kita bersama di bawah Pohon Kehidupan, sebelum bencana itu terjadi?”
Pohon Kehidupan adalah tempat Valerius dan Arvenia sering bertemu—sebuah kenangan yang hanya diketahui oleh Valerius yang mencintai Arvenia.
Kael berhenti. Matanya yang emas gelap menatap Lyra, ekspresinya kosong sejenak.
Lalu, Kael tersenyum. "Kau mencoba menguji ingatanku, Arvenia. Itu adalah pengkhianatan kecil."
Kael berbisik, menggunakan dialek kuno yang fasih: “Aku bilang, ‘Aku akan selalu melindungi cintaku, bahkan dari diriku sendiri.’ Kau tahu kalimat itu. Kau mengujiku dengan kalimat yang kau tahu jawabannya.”
Lyra terkejut. Itu bukan kalimatnya. Lyra ingat Valerius berkata, “Kau adalah duniaku, Arvenia.”
Kael berbohong.
Namun, Lyra tidak menunjukkan keterkejutannya. Lyra hanya memeluk Kael lebih erat. "Tentu, Yang Mulia. Saya hanya menguji kejujuran Anda. Saya percaya Anda."
Lyra meninggalkan pelukan Kael, tetapi ia menyadari kebenaran yang mengerikan: Kael memang berbohong. Kael tidak memiliki ingatan romantis Valerius. Kael hanya tahu ingatan politik Valerius yang penting untuk mission Aerion.
Kael melihat Lyra hendak pergi. Ia berjalan ke arah Lyra dan memegang tangannya.
"Aku akan merindukanmu, Ratu-ku," Kael berkata, suaranya tulus dan penuh hasrat. "Kembalilah dengan kemenangan. Dan dengan Liontin itu."
Kael mencium Lyra lagi, ciuman perpisahan yang terasa sangat nyata.
Lyra menciumnya balik, memeluknya. Lyra harus berakting.
Jika dia mengambil alih tubuh Valerius, aku tidak akan membiarkannya mengambil jiwaku.
Lyra menaiki kudanya. Jenderal Verris menunggunya di Gerbang Utara.
Saat Lyra menoleh ke belakang, Kael berdiri di balkon Istana, menatapnya, matanya bersinar emas di bawah sinar bulan.
Lyra tahu apa yang harus ia lakukan di Benteng Garam. Ia tidak hanya akan mengambil Liontin Ordo Tujuh Bintang. Ia harus mencari kebenaran tentang Raja Aerion dan mengapa ia harus mengambil alih tubuh seorang Pangeran di Eteria.
Lyra, Putri Mahkota yang bangkit, tidak lagi bertarung untuk takhta, atau melawan dendam. Lyra kini bertarung untuk jiwa Kael, dan untuk cintanya yang terancam oleh entitas kuno yang berkuasa.
“Bangkit Setelah Terluka” bukan sekadar kisah tentang kehilangan, tapi tentang keberanian untuk memaafkan, bertahan, dan mencintai diri sendiri kembali.
Luka memang meninggalkan jejak, tapi bukan untuk selamanya membuat kita lemah.
Dalam setiap air mata, tersimpan doa yang tak terucap.
Cinta, pengorbanan, dan air mata menjadi saksi perjalanan hidup seorang wanita yang hampir kehilangan segalanya—kecuali harapan.
“Bangkit Setelah Terluka” menuturkan kisah yang dekat dengan hati kita: tentang keluarga, kesetiaan, dan keajaiban ketika seseorang memilih untuk tetap bertahan meski dunia meninggalkannya.
Bacalah… dan temukan dirimu di antara setiap helai kisahnya.