NovelToon NovelToon
Roller Coaster Kehidupan Jennifer

Roller Coaster Kehidupan Jennifer

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Nikahmuda / Hamil di luar nikah / Mafia / Cintapertama / Nikah Kontrak
Popularitas:770
Nilai: 5
Nama Author: Inge

Roda kehidupan yang kejam bagi seorang anak perempuan bernama Jennifer. Lara dan Kemalangan yang bertubi-tubi menimpanya. Akhirnya dia menemukan suatu kebahagiaan dari cinta pertama dan cinta sejatinya melalui perjalanan roda kehidupan yang penuh dengan lika-liku dan intrik di dalam lingkungan yang toxic.

Seperti apakah Roller Coaster kehidupan milik Jennifer? Seperti apakah ruang lingkup dirinya sehingga dia menjadi seorang wanita yang mandiri?

Mari baca cerita novel ini ☺

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inge, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Liona Jahat

Hujan menghantam tanah kota Alexandria, seperti ribuan jarum kecil yang tak kenal ampun. Suaranya menonton dan dingin. Menjadi naungan mobil mewah milik Rosalinda yang sedang melintas di pekarangan mansionnya. Mobil itu berhenti di depan teras lobi mansion yang bergaya klasik Romawi dengan beberapa pilar yang berdiri kokoh. Luna membuka pintu penumpang mobil itu, lalu keluar dari dalam mobil.

Tak lama kemudian Jennifer keluar dari dalam mobil. Menutup pintu mobil itu, lalu mengikuti langkah kakinya Luna. Mereka masuk ke dalam lobi mansion melewati pintu utama mansion yang sudah dibuka oleh salah satu maid. Mereka berjalan menyusuri lobi yang lantainya terbuat dari marmer. Jennifer mengedarkan pandangannya ke seluruh lobi. Melihat lukisan-lukisan tua di dinding dengan pandangan yang takjub. Pelayan-pelayan yang lalu lalang membungkuk hormat saat dia lewat.

Luna membawanya ke sebuah tangga besar yang melengkung. Mereka menaiki tangga itu tanpa bersuara sehingga mereka berada di lantai dua mansion itu. Koridornya di lantai dua lebih sepi dan lebih sunyi. Udara di sini lebih dingin. Sisi tembok berwarna cream yang dihiasi dengan beberapa lukisan. Luna berhenti di depan sebuah pintu kayu mahoni di ujung koridor. Jennifer menghentikan langkah kakinya di belakang Luna. Luna menekan handle pintu ke bawah, lalu mendorongnya sehingga pintu kebuka.

"Ini kamar Nona yang sebenarnya," ucap Luna sambil melepaskan genggaman tangannya di handle pintu, lalu berjalan ke samping.

Jennifer melangkah masuk ke dalam kamarnya. Kamarnya lebih besar dari kamarnya yang berada di paviliun. Bergaya klasik Eropa dengan perabotan antik yang indah. Ranjang yang memiliki kelambu besar. Meja hias dan sebuah sofa brokat. Menatap sebuah buffet besar yang di atasnya ada beberapa boneka yang berjejer dengan rapih. Jennifer menduduki tubuhnya di pinggir tempat tidur sambil mengedarkan pandangannya dengan decak kagum.

"Apakah Nona Jennie butuh sesuatu?" tanya Luna yang masih berdiri di ambang pintu.

"Tidak Bu," jawab Jennifer sopan sambil menoleh ke Luna.

"Telepon internal ada di samping kanan tempat tidur. Pencet tombol 5 untuk memangil pelayan pribadi Nona, Kak Liona atau Kak Selvi. Mereka akan melayani segala kebutuhan Nona. Selamat istirahat Nona, saya permisi," ucap Luna sopan sambil sedikit membungkuk.

Sedetik kemudian Luna keluar. Pintu ditutup perlahan oleh Luna. Jennifer melihat lagi sekelilingnya. Sebuah kamar yang mewah. Matanya tertarik pada jendela besar yang menghadap ke taman belakang yang gelap diterpa hujan. Dia beranjak berdiri dari tepian tempat tidur. Berjalan mendekat ke jendela besar itu. Menyentuh kaca jendela yang dingin. Dia mengingat dan merindukan sosok ibunya yang sudah tiada.

Biasanya dia suka mandi hujan dan bermain air di kala hujan bersama ibunya dengan perasaan yang senang. Semua kenangan itu telah membuat hatinya Jennie terenyuh.Tiba-tiba bulutangkis air mata mengalir deras di pipinya. Tangisannya sunyi, tidak bersuara. Hanya getaran kecil di pundaknya. Menatap hujan dan kegelapan menyelimuti mansion itu dalam kesunyian yang lebih dalam. Hanya diselingi desis hujan yang tak henti-hentinya sehingga tak terasa Jennifer termenung selama satu setengah jam.

Cahaya matahari mengumpat di antara awan-awan sehingga memberikan cahaya yang terang ke kota Alexandria. Tak sengaja Jennifer melihat dua buah mobil mendekat di jalan masuk gerbang belakang. Kedua mobil itu masuk ke dalam garasi taman yang ditutupi oleh kaca. Dari mobil depan seorang pria keluar dari dalam mobil, lalu berlari menuju pintu penumpang belakang. Membuka pintu itu, lalu keluarlah seorang pria paruh baya yang masih gagah sambil menggendong seorang wanita paruh baya ala bridal style.

Jennifer menyipitkan kedua matanya untuk memperjelas penglihatannya. Jennifer membeku melihat itu. Seketika nafasnya tercekat. Dia segera menyeka air matanya. Membalikan badannya, lalu berlari menuju pintu kamar. Menekan handle pintu ke bawah yang menariknya ke dalam sehingga pintu kebuka. Dia melihat sosoknya Ronald, Rachel dan Anna keluar dari kamar mereka masing-masing. Mereka langsung berlari menuju ke tangga utama. Sedetik kemudian, Jennifer mengikuti langkah kaki mereka.

Jennifer berlari kencang supaya tidak kehilangan jejak kaki mereka. Mereka menuruni tangga utama dengan langkah kaki yang cepat. Mengarahkan langkah kaki mereka ke sebuah koridor sayap barat. Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan yang pintunya masih dibuka di ujung lorong koridor itu. Dengan sekuat tenaga, Jennifer berlari untuk menyusul mereka yang sudah masuk ke dalam. Akhirnya Jennifer masuk ke dalam dengan nafas yang terengah-engah. Dia menatap sendu ke sosoknya Rosalinda yang tak menyadarkan diri di atas ranjang.

"Ada apa dengan Mommy?" tanya Jennifer sendu sambil mendekati Rosalinda.

"Penyakit Mommy kambuh lagi," jawab Ronald sedih.

"Mommy lekas sembuh ya," ujar Jennifer polos sambil berlutut di samping kanan Rosalinda.

"Dad, kenapa ini bisa terjadi lagi?" tanya Richard sambil menoleh ke Ricardo.

"Waktu itu kami hanya sedang ngobrol santai setelah makan siang, tiba-tiba Mommy memegang dadanya, lalu pingsan."

"Daddy sudah telepon Dokter Lucky?"

"Sudah."

"Selamat sore," sapa dokter Lucky, dokter spesialis jantung, dokter pribadi Rosalinda. "Maaf, bisakah kalian keluar dari sini," lanjut dokter itu sambil berjalan mendekati Rosalinda.

"Jennie, ayo kita keluar!" titah Liona sambil menarik tangan kanannya Jennifer dengan kasar.

"Liona, bersikap lembut terhadap Jennie!" tegur Ronald yang melihat langsung perilaku Liona terhadap Jennifer.

"Baik Tuan Muda Ronald," ucap Liona datar. "Ayo anak cantik kita keluar dari sini!" perintah Liona yang dibikin lembut sambil menggandeng tangan kanannya Jennifer.

Dengan patuh Jennifer berjalan di samping kirinya Liona, sesekali dia menoleh ke belakang untuk melihat wajah Rosalinda yang pucat. Liona menggiring Jennifer ke kamarnya Jennifer dengan langkah kaki yang tergesa-gesa. Jennifer menoleh ke wajahnya Liona yang tampak sedang kesal. Karena merasa dilihati, Liona menoleh ke Jennifer sambil menyipitkan kedua matanya. Jennifer mengalihkan pandangannya ke lobi mansion yang begitu luas.

"Kenapa kamu menatapku?" tanya Liona datar dengan volume suara yang pelan.

"Kak Liona, memangnya aku tidak boleh melihatmu?" tanya Jennifer polos sambil menaiki beberapa anak tangga menuju lantai dua.

Liona tidak menggubris pertanyaan dari Jennifer. Mereka membelokkan kaki mereka ke kiri. Menyusuri lorong yang sunyi. Mereka masuk ke dalam kamarnya Jennifer. Liona melepaskan tangan kanannya Jennifer dengan kasar, lalu menutup pintu kamar dan mengunci pintu kamar itu. Liona menarik tangan kirinya Jennifer dengan kasar, lalu membawa Jennifer ke dalam kamar mandi. Liona menempatkan tubuhnya Jennifer di depan westafel.

"Dasar anak pembawa sial!" bentak Liona marah yang telah membuat Jennifer ketakutan. "Gara-gara kamu, rencana kami gagal!! Bikin kesal akan kamu, dasar anak udik!!!"

Sedetik kemudian Liona pergi meninggalkan Jennifer sendirian di dalam kamar mandi. Menutup pintu kamar mandi dengan kasar. Tak terasa air mata Jennifer mengalir lagi. Tubuhnya Jennifer bergetar, nafasnya sesak. Tubuhnya Jennifer luluh ke bawah. Menekukan kedua lututnya, lalu memeluknya dengan erat. Menenggelamkan kepalanya di puncak lutut. Menangis terisak-isak menghadapi takdir hidupnya yang keras.

"Waktunya mandi!! Bukannya menangis!!" bentak Liona marah.

Liona menjauhkan daun telinga kirinya dari pintu kamar mandi. Melanjutkan langkah kakinya menuju walking in closet. Membuka salah satu pintu lemari pakaian Jennifer. Mengambil salah satu baju dress rumahan milik Jennifer dan pakaian dalam milik Jennifer, lalu melemparnya ke sofa panjang yang berada di dalam walking in closet. Mengarahkan tubuhnya ke pintu kamar mandi. Mendekatkan daun telinga kanannya untuk memastikan pendengarnya. Samar-samar dia mendengar suara kucuran air.

"Bajunya sudah saya siapkan!" teriak Liona.

"Hiks... hiks... Kak Liona jahat hiks...."

1
Inge Gustiyanti
Sangat bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!