NovelToon NovelToon
Ketika Dunia Kita Berbeda

Ketika Dunia Kita Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:599
Nilai: 5
Nama Author: nangka123

Pertemuan Andre dan fanda terjadi tanpa di rencanakan,dia hati yang berbeda dunia perlahan saling mendekat.tapi semakin dekat, semakin banyak hal yang harus mereka hadapi.perbedaan, restu orang tua,dan rasa takut kehilangan.mampukah Andre dan fanda melewati ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nangka123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5: bertemu ibu Andre

“Mas Andre, kenapa?!” tanya Fanda cemas saat melihat Andre meringis kesakitan.

“Aku nggak apa-apa kok, cuma sedikit sakit di kepala,” jawab Andre lirih sambil menatap sekeliling.

“Tapi... aku merasa aneh. Apa aku pernah datang ke tempat ini sebelumnya?”

Fanda mengangguk pelan.

“Iya, Mas. Dulu Mas Andre pernah datang ke sini. Waktu itu Mas nolongin aku.”

Andre menatapnya heran.

“Aku nolongin kamu?”

“Iya, Mas. Mas Andre waktu itu nolongin aku dari orang jahat,” jawab Fanda dengan senyum tipis, mencoba menenangkan suasana.

Andre diam sejenak, lalu menatap Fanda penuh tanda tanya.

“Kalau begitu... apa kamu tahu di mana keluargaku?”

Fanda menggeleng.

“Aku nggak tahu, Mas. Tapi coba aku lihat HP-nya Mas, siapa tahu ada nomor keluarga di sana.”

Dengan hati-hati Fanda mengambil ponsel Andre yang tergeletak di meja. Ia membuka daftar kontak dan menelusurinya perlahan. Hingga akhirnya, matanya berhenti pada satu nama yang tertulis “Ibu”.

Tanpa ragu, Fanda menghubungi nomor itu menggunakan ponselnya sendiri. Nada sambung terdengar beberapa kali.

“Tuuttt... tuuttt...”

“Assalamualaikum, ini dengan ibunya Mas Andre?” tanya Fanda dengan sopan saat panggilan tersambung.

“Iya, benar. Ini siapa ya,?” suara lembut seorang wanita terdengar dari seberang, penuh rasa penasaran.

“Saya... pacarnya Mas Andre, Bu.” Fanda langsung mengaku tanpa menyembunyikan apa pun.

“Pacarnya Andre?” suara sang ibu terdengar terkejut.

“Jangan mau, Nak. Andre itu bukan orang kaya. Ibu cuma kasihan kalau kamu nanti hidup susah.”

Fanda tersenyum kecil dengan jawaban dari ibunya andre.

“Nggak apa-apa, Bu. Kami sudah saling cinta.”

Hening sejenak di seberang. Lalu ibunya Andre berkata dengan nada lembut,

“Terserah kamu saja, Nak. Yang penting Ibu sudah mengingatkan. Oh iya, Andre kenapa beberapa hari ini nggak nelpon Ibu? Biasanya dia rajin kasih kabar.”

Fanda menarik napas pelan.

“Mas Andre... mengalami kecelakaan, Bu.”

Belum sempat Fanda melanjutkan kalimatnya, suara ibunya Andre terdengar panik.

“Astaghfirullah! Di mana dia sekarang, Nak? Apa dia baik-baik saja?”

“Ibu tenang, ya. Kondisinya sekarang sudah lumayan baik. Dia baru keluar dari rumah sakit.”

“Syukurlah...” ibunya Andre terdengar lega, tapi masih menahan tangis.

“Sekarang dia ada di mana? Ibu mau bicara sama dia.”

“Mas Andre lagi istirahat, Bu. Tapi... dia sekarang mengalami amnesia sementara. Jadi mungkin belum ingat semuanya, termasuk Ibu.”

Terdengar isakan kecil dari seberang. “Astaghfirullahaladzim... Nak.”

“Ibu mau datang ke sini menemui Mas Andre?” tanya Fanda lembut.

“Mau, Nak. Tapi Ibu nggak punya uang buat ke sana. Belum lagi adiknya Andre, Ibu nggak bisa ninggalin dia sendirian di rumah.”

Fanda berpikir sejenak, lalu menjawab mantap,

“Kalau begitu, Ibu datang aja sekalian bawa adiknya Mas Andre. Soal biaya, nanti biar saya yang urus.”

“Ih, Ibu jadi nggak enak. Nanti malah ngerepotin kamu, Nak.”

“Nggak apa-apa, Bu. Kasihan juga Mas Andre, nggak ada keluarga yang jenguk. Saya senang kalau Ibu mau datang.”

Suara ibunya Andre terdengar bergetar. “Terima kasih ya, Nak... kamu baik sekali.”

“Nanti kirim aja nomor rekeningnya, Bu. Biar saya transfer uang perjalanannya.”

“Baiklah, Nak. Sekali lagi makasih.”

Beberapa hari kemudian, ibu dan adik Andre tiba di Jakarta. Fanda menjemput mereka langsung di bandara. Dalam perjalanan menuju apartemen, suasana di mobil terasa hangat.

“Kakak pacarnya Mas Andre, ya?” tanya adik Andre polos.

Fanda tersenyum.

“Iya, benar.”

“Kakak cantik banget. Kenapa sih mau sama Mas Andre?” tanyanya lagi polos.

Sambil tersenyum lembut, Fanda menjawab,

“Mungkin karena jodoh, Dek.”

Ibu Andre yang duduk di kursi depan hanya tersenyum mendengar percakapan itu. Meski masih cemas, sedikit rasa lega mulai muncul di wajahnya.

Setibanya di apartemen, mereka langsung naik ke lantai tempat Fanda tinggal. Ibu Andre terlihat lelah akibat perjalanan panjang, tapi begitu melihat putranya duduk di kursi roda, matanya langsung berkaca-kaca.

Tanpa pikir panjang, ia segera memeluk Andre.

“Andre... Nak! Astaghfirullah, kenapa bisa sampai begini?” serunya sambil menangis.

Andre menatap ibunya dengan mata sendu.

“Bu... aku nggak ingat semuanya. Tapi aku senang Ibu datang.”

Ibu Andre menatap Fanda dengan mata penuh haru.

“Terima kasih ya, Nak. Anakku beruntung punya kamu.”

Adik Andre tersenyum kecil dan berterima kasih juga kepada Fanda.

Andre menatap Fanda dan tersenyum lemah.

“Fanda... terima kasih sudah nolong aku.”

Fanda membalas senyum itu dengan lembut.

“Mas, jangan pikirin apa pun dulu. Fokus sembuh aja, ya.”

Ibu Andre memegang tangan putranya. “Kamu baik-baik aja kan sekarang, Nak?”

Andre mengangguk pelan.

“Iya, Bu. Cuma sedikit sakit di kepala, tapi aku mulai ingat beberapa hal.”

Fanda menatap Andre dengan tatapan lembut.

“Iya, Bu. Mas Andre sudah mulai mengingat sedikit demi sedikit.”

“Alhamdulillah...” ucap sang ibu dengan senyum penuh syukur.

“Ibu lega dengarnya.”

Fanda lalu berkata,

“Bu, nanti Ibu dan adik tinggal aja di sini dulu, ya. Biar bisa bantu jagain Mas Andre juga.”

Andre menatap Fanda lalu tersenyum tulus.

“Mbak Fanda, terima kasih sudah nyiapin semuanya. Aku benar-benar bersyukur.”

Fanda menepuk bahu Andre pelan.

“Santai aja, Mas. Kita semua di sini buat kamu. Lagian aku juga pengin Ibu dan adik Mas ngerasa nyaman.”

Hari-hari berikutnya terasa hangat di apartemen itu. Mereka sering makan bersama, berbincang panjang tentang kehidupan masing-masing, dan perlahan menjadi dekat seperti keluarga sungguhan.

Suatu sore, Ibu Andre duduk di sofa menatap Fanda serius.

“Nak, Ibu cuma ingin tahu... kamu benar-benar serius sama Andre?”

Fanda menatap Andre sejenak lalu tersenyum mantap.

“Iya, Bu. Saya serius. Kami saling mencintai dan ingin saling menjaga.”

Ibu Andre menatapnya dengan tatapan lembut namun khawatir.

“Nak... kalian itu beda dunia. Kami ini bukan orang berada. Mana pantas kami bersanding dengan wanita seperti kamu yang kariernya begitu cerah.”

Fanda menggenggam tangan ibu Andre dengan tulus.

“Bu, saya sudah siap menghadapi semuanya. Cinta itu nggak diukur dari harta. Saya dan Mas Andre bahagia bersama, jadi tolong bantu kami, Bu... supaya bisa tetap bersama.”

“Orang tuamu sudah tahu hubungan kalian?” tanya sang ibu.

“Belum, Bu. Tapi rencananya akan saya beritahu begitu mereka pulang ke Indonesia.”

“Mereka di luar negeri sekarang?”

“Iya, Bu...”

Ibu Andre mengangguk pelan, lalu berdiri. “Baiklah, Nak. Ibu doakan yang terbaik untuk kalian.”

Setelah berbincang cukup lama, Ibu Andre masuk ke kamar untuk beristirahat.

Malam itu udara terasa lembut. Hembusan angin dari balkon membuat tirai bergoyang perlahan. Fanda duduk di kursi sambil menatap langit kota yang dipenuhi lampu-lampu gedung.

Andre keluar dari kamar dengan langkah perlahan. Ia sudah mulai bisa berjalan sedikit tanpa bantuan kursi roda, meski masih tertatih.

“Kok belum tidur?” tanyanya pelan sambil menghampiri Fanda.

Fanda menoleh dan tersenyum. “Nggak bisa tidur. Entah kenapa aku lagi banyak pikiran.”

Andre menarik kursi dan duduk di sampingnya.

“Tentang apa?”

“Entah... soal masa depan,” jawab Fanda lirih.

“Aku kadang takut kalau nanti, keadaan kita berubah.”

Andre menatap wajahnya lama, lalu tersenyum tipis.

“Kamu tahu nggak, Fan... semenjak aku sadar dari kecelakaan, cuma kamu yang selalu ada buat aku. Bahkan keluargaku pun bisa ada di sini karena kamu.”

Fanda menunduk, pipinya memerah.

“Aku cuma ngelakuin apa yang aku rasa benar.”

Andre menghela napas.

“Aku nggak tahu apakah aku bisa balas semua kebaikanmu. Tapi aku janji... kalau ingatanku pulih sepenuhnya, hal pertama yang ingin aku lakukan adalah bikin kamu bahagia.”

Fanda terdiam. Kata-kata itu membuat dadanya hangat. Ia menatap Andre, lalu berkata pelan,

“Mas nggak perlu janji. Cukup sembuh dan tetap di sini, itu udah cukup buat aku.”

Keduanya terdiam lama, menikmati hembusan angin malam yang lembut. Hanya cahaya lampu balkon yang menerangi wajah mereka berdua.

Beberapa hari berlalu. Andre semakin membaik, bahkan sudah mulai bisa berjalan dengan tongkat. Hubungannya dengan Fanda juga semakin dekat, mereka sering tertawa bersama, memasak bareng, bahkan saling bercerita tentang masa lalu.

Namun di balik semua kehangatan itu, seseorang diam-diam memperhatikan mereka dari kejauhan. Dialah Zul, pria yang dulu pernah menjadi kekasih Fanda.

Zul berdiri di depan gedung apartemen sambil menatap ke atas. Di tangannya tergenggam foto lama dirinya bersama Fanda. Matanya dingin, penuh amarah dan penyesalan yang bercampur.

“Jadi kamu sudah ganti aku dengan dia, Fan?” gumamnya dengan suara serak.

“Kita lihat saja nanti, kalau semuanya diketahui oleh orangtuamu.”

1
Nurqaireen Zayani
Menarik perhatian.
nangka123: trimakasih 🙏
total 1 replies
pine
Jangan berhenti menulis, thor! Suka banget sama style kamu!
nangka123: siap kak🙏
total 1 replies
Rena Ryuuguu
Ceritanya sangat menghibur, thor. Ayo terus berkarya!
nangka123: siap kakk,,🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!