Kisah seorang gadis bernama Kanaya, yang baru mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga nya saat umurnya yang ke- 13 tahun, kehadiran Aria-- sang anak kandung telah memporak-porandakan segalanya yang ia anggap rumah. Bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUK- 14 : Hasutan Aria
Kanaya masih masih berdiri mematung dengan berbagai perasaan yang berkecamuk, campuran antara kecewa, marah dan bingung. Matanya menatap kosong ke arah lantai, tangannya mengepal erat di samping tubuh. Sampai akhirnya suara kepala sekolah memaksa kesadarannya kembali ke dunia nyata.
"Kanaya Ivanka! "
Kanaya segera tersadar. "Iya pak! "
Tampak dilihat olehnya pak Ditrian menggeleng pelan. "Saya tahu kamu kecewa, tapi pelajaran akan segera di mulai--" Kata-kata nya kemudian menggantung lalu menoleh ke samping.
"Bu Jessy!" pak Ditrian kemudian memanggil seorang guru perempuan yang ada di dekatnya.
Bu Jessy segera mendekat. "Iya pak. "
"Ibu akan ke kelas XI ips 5 kan? "
"Benar pak. "
"Kalau begitu, tolong antar murid baru ini, dia putrinya tuan Abiyasa. Namanya Kanaya Ivanka."
"Oh, baik kalau begitu pak. "
Kemudian bu Jessy berbalik ke arahnya dan tersenyum ramah. "Ayo nak, ikuti ibu. "
Awalnya Kanaya masih bergeming, hatinya berdenyut sakit setiap mengingat ayahnya dengan tega melakukan ini semua semata-mata hanya untuk Aria bahkan mengorbankan masa depannya. Namun ia tak punya pilihan lain, jika ia kabur pun ayahnya belum tentu akan mengirim nya kembali ke sekolah lama. Akhirnya mau tak mau Kanaya mengikuti langkah guru perempuan itu untuk menuju ke kelas jurusan IPS. Jurusan yang sama sekali tak pernah terpikirkan untuk ia tempati. Padahal ayahnya tahu sejak SMP ia lebih menyukai pelajaran IPA dan MTK bahkan pernah menceritakan cita- citanya jika ia ingin menjadi dokter. Mengapa ayahnya begitu tega?
Di sepanjang lorong menuju kelas, Kanaya masih saja diam membisu, hal itu membuat bu Jessy melihat nya dengan gurat wajah khawatir. Guru yang akan mengajar mata pelajaran Ekonomi di kelas nya itu kemudian membuka suara.
"Kamu tidak apa- apa nak?"
Mendengar pertanyaan itu Kanaya sontak terhenyak, ia menatap guru itu dan menggeleng pelan. "Gak apa-apa kok bu. "
Bu guru Jessy tersenyum samar. Lalu tanpa terasa mereka sampai di kelas XI ips 5. Di dalam kelas yang semula ricuh seketika hening begitu bu Jessy membuka pintu kelasnya, semua murid langsung duduk dengan rapi. Saat Kanaya yang mulai masuk dan mengikuti langkah bu Jessy, Adelia dan Rena yang memang berada di kelas yang sama di XI ips 5 sontak terlonjak begitu melihat Kanaya yang berada di hadapan mereka.
"Kanaya! " Adelia bahkan tidak bisa menahan teriakan kegembiraan nya karena Kanaya yang ternyata sekelas bersama mereka. Namun raut wajah Adelia seketika berubah begitu melihat tak ada raut bahagia yang sama di wajah Kanaya. Gadis itu justru malah tampak ketus dan memendam kekecewaan membuat Adelia berangsur-angsur kembali duduk di kursi nya.
Adelia kemudian melirik ke arah Rena yang duduk di belakang nya. "Kanaya kenapa ya? kaya gak suka gitu sekelas sama kita? apa karena aku memanggilnya dengan keras tadi? "
Rena yang juga bingung hanya bisa menggidikkan bahu. Tanpa di sadari mereka ada Aria yang duduk didepan, sejak tadi memperhatikan interaksi mereka lalu gadis itu kembali fokus ke depan dengan senyum miring terukir di bibirnya.
Dia sangat puas melihat raut wajah Kanaya yang tampak menahan kesal, kecewa dan marah. Dia sangat menikmati setiap kehancuran yang menimpa Kanaya.
"Rasain lo Kanaya. Ini adalah balasan buat lo dari gue soal kemarin. Sekarang gimana rasanya lo yang suka jurusan ipa harus masuk ke jurusan ips? hahaha. "
Awalnya pak Abiyasa tak merencanakan Kanaya yang harus masuk sekelas dengan Aria tapi Aria lah yang meminta nya lebih dulu. Aria yang membujuk ayahnya tersebut agar Kanaya masuk ke dalam kelas yang sama dengan nya. Padahal waktu itu tuan Abiyasa ragu sebab tahu cita- cita Kanaya yang ingin menjadi dokter, tapi karena mulut Aria yang manis tapi beracun berhasil membuat tuan Abiyasa seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.
"Papa, aku hanya ingin yang terbaik untuk kak Kanaya. Lagipula jika kak Naya berada di kelas yang sama dengan ku, kami bisa melindungi satu sama lain kalau- kalau ada masalah yang terjadi di sekolah. "
Begitulah mulut manis Aria yang mengandung racun hingga berhasil membuat tuan Abiyasa keukeuh agar Kanaya sekelas dengan Aria.
Di sisi lain, Kanaya menyadari senyum mengejek dari Aria untuk nya, ia tanpa sadar mencengkram erat tali ransel nya dengan emosi yang memuncak.
Teman Aria yang berada di samping nya menyadari tatapan Kanaya pada Aria, dia kemudian berbisik kepada Aria.
"Hei Ari, kenapa dia menatap mu sinis begitu? "
Mendengar pertanyaan itu membuat Aria memiliki sebuah ide, ini adalah kesempatan nya untuk menjelekkan Kanaya.
"Oh kamu tidak tahu Winda? dia adalah kakak ku. "
"Hah, apa? kakak mu? tapi kelihatannya sifat kalian sama sekali tidak mirip. Kamu begitu baik dan lembut, tapi dia? dengan hanya melihat nya saja membuat orang bergidik. Lihat tatapannya tuh, seperti ingin menerkam orang. "
Lalu Aria membuat raut wajahnya serapuh mungkin. "Itu karena dia adalah anak pungut di keluarga ku. Berat untuk mengatakan ini, tapi memang begitu lah sifatnya. Di rumah pun dia tidak pernah menyukai ku. "
"Hah? benarkah? aku baru tahu, Aria. "
"Ya, karena aku baru mengatakan hal ini hanya padamu. "
Aria lalu menghela napas pelan, seolah- olah dialah yang paling menderita. "Entahlah, akupun tak mengerti mengapa dia selalu terlihat membenci ku. Bahkan di sekolah pun dia tidak bisa menyembunyikan kebencian itu. "
"Astaga, ngerinya. Mungkin dia iri padamu Aria. "
"Kau benar, mungkin saja. "
Winda kemudian bergidik ngeri. "Hih! orang seperti itu harus di jauhi, jangan sampai dia mendapatkan teman. Kepada adiknya sendiri saja dia iri, pasti dia juga tak pernah memiliki teman dalam hidup nya. "
Aria mengangguk- angguk dengan wajah sedihnya namun diam- diam di balik itu dia menyeringai puas.
"Kau lihat saja Kanaya. Aku akan membuat reputasi mu jelek di sekolah ini. "
"Pagi, murid- murid. " Suara bu Jessy yang menyapa kelas pagi itu, menggema di seluruh ruangan kelas.
"Pagi bu! " Balas para murid-murid di kelas tersebut.
Bu Jessy lalu tersenyum. "Hari ini kita kedatangan murid baru." ia kemudian menoleh pada Kanaya. "Ayo nak, perkenalkan dirimu. "
Kanaya mengangguk, lalu kemudian maju satu langkah. "Halo semua, namaku Kanaya Ivanka, umur ku 17, tahun ini. Aku murid pindahan dari SMA Tri kencana. Senang berkenalan dengan kalian semua. "
Kata- kata Kanaya dalam memperkenalkan diri nya begitu lugas dan penuh percaya diri. Semua murid yang melihat nya lalu saling melemparkan pandang satu sama lain. Bu Jessy kemudian maju sambil tersenyum ramah.
"Nah Kanaya sudah memperkenalkan dirinya. Apakah ada ingin kalian tanyakan pada Kanaya? "
Mulanya semua diam, sampai tiba-tiba seorang murid yang semeja dengan Aria, mengangkat tangannya.
"Ya Winda, ada yang ingin di tanyakan?"
Benar, dia adalah Winda yang kemudian menatap Kanaya dengan santai.
"Apa benar kau ini anak pungut keluarga arkatama? "
Hah? Kanaya membeo, suasana seketika menjadi ricuh dan di antara semua itu hanya Aria yang tersenyum samar di tempat duduk nya.
****