Hidup Edo menderita dan penuh hinaan setiap hari hanya gara-gara wajahnya tidak tampan. Bahkan ibu dan adiknya tidak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga.
Dengan hati sedih, Edo memutuskan pergi merantau ke ibu kota untuk mencari kehidupan baru. Tapi siapa sangka, dia malah bertemu orang asing yang membuat wajahnya berubah menjadi sangat tampan dalam sekejap.
Kabar buruknya, wajah tampan itu membuat umur Edo hanya menjadi 7 tahun saja. Setelah itu, Edo akan mati menjadi debu.
Bagaimana cara Edo menghabiskan sisah hidupnya yang cuma 7 tahun saja dengan wajah baru yang mampu membuat banyak wanita jatuh cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HegunP, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Menyelesaikan Masalah
Di dalam kamar, Edo mondar-mandir sambil merutuki dirinya sendiri. Menyesal dengan apa yang ia lakukan kepada Miya tadi. Terlebih lagi dengan perbuatannya yang malah membalas lebih heboh.
“Kenapa jadi begini? Kenapa aku tadi malah ngebales kaya orang kesurupan? Jangan-jangan ini efek samping kutukan tampan?” cecarnya pada diri sendiri.
“Atau jangan-jangan, aku sebenarnya sudah mulai suka sama Miya? Mangkanya dari awal Miya berbuat begitu, aku malah gak berusaha keras untuk meloloskan diri. Waduh … ini gak boleh terjadi!”
“Rrgghh!”
Edo memberontak sendiri. Dia memukul-mukul kepalanya hingga kesakitan sendiri, lalu duduk lemas di tepi tempat tidur. Jiwanya benar-benar merasa telah melakukan kesalahan besar. Sebuah kesalahan yang mengatakan telah mengkhianati Putri karena menikmati bibir cewek lain dengan sangat brutal. Ingin rasanya berteriak sepuasnya.
Sementara di kamar sebelah, Miya malah guling-guling di tempat tidur sambil memeluk buku novel kesayangannya. Dia sangat gembira sampai kegirangan sendiri.
“Gak nyangka langkah pertama sukses besar. Malah lebih dari yang aku harapkan,” ucapnya lalu menggigit bibir bawahnya sendiri.
Memorinya memutar kembali akan perbuatan Edo yang tidak sangka-sangka malah membalas dengan lebih brutal. Dan itu terasa jauh lebih nikmat dari yang ia bayangkan.
“Aku ingin lagi. Tidak! aku ingin lebih dari itu. Dia benar-benar pangeranku. Dia milikku!” jantung Miya berdetak lebih kencang. Badannya terasa panas dingin.
“Arrgh … Aku bisa gila kalau ingat itu terus!” serunya sambil memendamkan wajah sendiri ke dalam bantal.
Pukul 7 malam, Taufik, Edo, dan Miya duduk di satu meja bersama. Mereka sedang makan malam.
Hidangan di meja makan begitu beragam dan lezat. Taufik sengaja masak banyak makanan enak-enak untuk merayakan banyaknya pembeli hari ini.
“Berkat wajah Nak Edo yang ganteng bak penglaris, usaha bapak kembali ramai. Haha,” ucap Taufik sambil tertawa senang.
Sementara Edo terus menunduk sambil menikmati hidangannya. Dia takut menatap Miya yang tepat duduk di seberang mejanya. Lain halnya dengan Miya yang nampak sangat bahagia. Tidak berhenti melihat Edo dengan tatapan berbunga-bunga.
Miya tahu kalau Edo pasti sekarang malu berat ke dirinya. Tapi itu justru membuat Miya jadi gemas sendiri dan semakin mendambakannya.
“Kak Pangeran kalau lagi gugup dan malu-malu makin kelihatan ganteng. Hihi,” gumannya.
“Nak Edo ko nunduk terus? itu makanannya ko gak dimakan? Rasanya kurang enak ya?” tanya Taufik.
Edo cepat menegakkan kepalanya. “Nggak, Pak. Enak ko. Aku cuma lagi kecapean aja,” kilah Edo.
“Oh, wajar, namanya juga habis kerja keras. Haha.” Taufik menepuk-nepuk punggung Edo dengan semangat, sampai-sampai Edo dibuat terbatuk-batuk.
Edo lanjut menikmati hidangan makan malamnya, tapi entah kenapa perasaannya jadi makin terasa tidak nyaman. Itu karena Miya sampai detik ini tidak bosan-bosan menatap dirinya dengan tatapan cinta. Bahkan Miya sampai memangku dagunya dengan dua tangan.
Itu benar-benar mengganggu Edo.
Karena sudah tak tahan, Edo pun cepat berdiri. “Pak, saya duluan dulu. Mau istirahat.”
“Iya-iya. Sana istirahat yang banyak. Biar besok semangat lagi kerjanya.”
Edo menunduk sopan lalu pamit undur diri. Namun sialnya, Miya memberikan kecupan jarak jauh dengan sangat menggoda. Edo sempat melihat itu.
“Muach!”
Perbuatan Miya seketika membuat Edo bertingkah kikuk. Langkah kakinya tersandung. Dan …
Buugh … !
Edo jatuh tersungkur ke lantai.
“Aduh, sakitnya!” rintih Edo.
“Astaga, Nak Edo gak apa-apa?” Taufik meninggalkan kursinya untuk membantu Edo berdiri. Tapi Edo secepat kilat berdiri tegak sambil bertingkah masih sehat walafiat.
“Gak apa-apa, gak ada yang luka, ko! Tadi cuma kecelakaan kecil. Hehe.” padahal Edo aslinya malu banget sampai ingin kabur dari rumah ini jauh-jauh.
Tidak mau bertingkah sok tegar lagi, Edo cepat-cepat undur diri masuk ke kamarnya dengan wajah merah tomat.
Sementara Miya di meja makan sibuk ngakak sendiri dengan suara kecil.
“Gemesin banget pangeranku, iihh!” gumamnya.
...****...
Pagi hari yang cerah, Edo langsung bertingkah canggung ketika melihat Miya datang ke dapur untuk pamit berangkat sekolah ke Taufik. Cewek itu tentu ceria seperti biasa.
“Kak Pangeran, aku berangkat sekolah, ya.” Miya beralih mendekati ke Edo lalu membisikkan sesuatu. “Soal perbuatan kita kemarin sore, kalau Kakak mau lagi, aku bersedia kapan aja.”
Edo langsung merasa panas dingin. Tidak menyangka Miya malah menawarkan hal seperti itu lagi.
Tak mau menunggu ucapan balasan Edo, Miya lalu pergi cepat dengan gaya khas jalan cerianya.
Edo menghela napas berat. “Kalau begini terus, bisa kesiksa terus nih. Harus aku selesaikan sekarang juga!”
Miya sampai di luar rumahnya. Tepatnya di depan warung. Langkahnya terhenti karena dari belakang Edo ternyata datang mengejarnya.
Miya tersenyum senang tapi juga bertanya-tanya. Apa cowok itu mau menyampaikan sesuatu yang penting sampai datang berlari?
“Ada apa Kak?” tanya Miya.
Edo yang berdiri tegak di depan Miya, tolah-toleh sebelum menjawab. “Anu … soal yang kemarin sore. Aku minta maaf.”
“Gak apa-apa, ko. Seperti yang aku bilang tadi, kalau Kakak mau lagi, aku bersedia kapan saja.”
“Enggak. Aku gak mau lagi! Aku ngajak bicara begini, selain mau minta maaf, juga mau kita lupain hal kemarin. Anggap gak pernah terjadi dan jangan diulangi lagi. Itu maksudku.”
Miya mengangkat sebelah alisnya, lalu menyilangkan tangan di dada. “Melupakan begitu saja? Gak bisa gitu! Gara-gara ciuman itu, aku sekarang jadi cinta sama Kakak. Kak Pangeran harus tanggung jawab dengan cara jadi pacarku.”
“Jadi pacar?” Edo mengernyitkan dahinya. Heran pembicaraan ini malah melebar ke sana.
“Kemarin itu bukan salahku. Kamu yang nyosor duluan!” tepis Edo, tidak mau disalahkan.
“Tapi akhirnya Kakak yang malah nyosor lebih kuat, kan. Sampai-sampai aku dibuat susah bernapas. Padahal aku gak minta itu. Kalau begitu siapa yang salah!?”
Deg!
Edo dibuat mati kutu. Bibirnya jadi kaku untuk menjawab, karena Edo mengakui itu adalah kesalahan yang dibuat oleh dirinya sendiri. Apalagi dia sendiri juga tidak tahu pasti kenapa malah melakukan balasan seperti itu.
“Po–pokoknya aku gak mau jadi pacarmu! Dan kejadian kemarin anggap gak pernah terjadi!” tukas Edo, tidak mau berdebat lagi.
“Kenapa? Apa aku kurang cantik?” Miya memberikan tatapan sedih.
“Kamu cantik. Tapi bukan itu alasannya. Pokoknya aku gak mau jadi pacarmu. Titik!”
Tak mau berdebat lebih lama lagi, Edo cepat-cepat kembali masuk ke dalam warung.
Miya terdiam cukup lama.
Sampai akhirnya, ia pun putar badan dan kembali berangkat ke sekolah dengan ekspresi jengkel.
Dia mengetuk-ngetuk dagunya sendiri. Sangat penasaran dengan apa yang membuat cowok ganteng itu justru tegas berkata tidak mau jadi pacarnya.
“Aneh banget. Apa jangan-jangan Kak Pangeran sudah punya pacar? Gak boleh! Gak boleh berfikir buruk kaya gini!”
Miya mendengus kesal.
“Awas saja. Akan kubuat Kak Pangeran malam ini gak punya pilihan lain selain harus jadi pacarku!”