Di masa depan, kota futuristik Neo-Seraya mengandalkan sebuah algoritma canggih bernama CupidCore untuk menentukan pasangan romantis setiap orang. Dengan skor kompatibilitas hampir sempurna, sistem ini dipercaya sebagai solusi akhir bagi kegagalan hubungan.
Rania Elvara, ilmuwan jenius yang ikut mengembangkan CupidCore, selalu percaya bahwa logika dan data bisa memprediksi kebahagiaan. Namun, setelah bertemu Adrian Kael, seorang seniman jalanan yang menolak tunduk pada sistem, keyakinannya mulai goyah. Pertemuan mereka memicu pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh angka: bisakah cinta sejati benar-benar dihitung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 14
Ketika mereka tiba di ruang persimpangan kecil, suara logam bergeser terdengar dari atas. Semua berhenti. Milo segera mematikan senter. Ruangan gelap total, hanya terdengar napas mereka.
Tiba-tiba, cahaya biru redup dari drone patroli dewan terlihat melintas di atas lorong. Drone itu bergerak perlahan, memindai area. Mereka menahan napas hingga suara drone menjauh.
“Nyaris saja,” bisik Rania.
Adrian memberi isyarat untuk bergerak lagi. “Kita tidak bisa berhenti lama. Mereka pasti meningkatkan patroli di sini.”
Mereka bergerak lagi begitu cahaya biru dari drone patroli menghilang di kejauhan. Milo menyalakan kembali senter dengan cahaya rendah. Udara di lorong menjadi lebih lembap dan dingin.
Arlo berjalan di depan, memeriksa setiap langkah. “Jalur ini seharusnya terhubung dengan pipa layanan besar. Kita bisa menggunakannya sebagai penutup jika ada drone lagi.”
Kai menatap peta holografik. “Ada cabang kecil di sebelah kiri. Itu mungkin lorong pemeliharaan. Bisa jadi jalur alternatif kalau jalur utama terblokir.”
Adrian memutuskan, “Kita tetap di jalur utama sampai ada alasan kuat untuk menyimpang.”
Rania memperhatikan dinding di sisi kanan. Ada bekas tulisan pudar: “Zona Pengawasan Tinggi.”
Ia mengernyit. “Tulisan ini pasti ditinggalkan sejak lama, tapi aku tidak suka maknanya.”
Yara menatap tulisan itu. “Kalau dewan masih punya sensor aktif di sini, kita harus lebih cepat.”
Milo menggerakkan drone ke depan untuk memeriksa area. Drone itu menyorotkan cahaya ke ujung lorong. Gambar di pergelangan tangannya menunjukkan tumpukan reruntuhan besar menutupi sebagian jalur. “Jalan utama setengah tertutup. Kita bisa lewat celah sempit di sisi kiri.”
Arlo mengecek celah itu. “Cukup untuk satu orang lewat sekali jalan. Kita harus bergantian.”
Mereka melewati celah itu satu per satu. Milo lebih dulu, diikuti Yara, Rania, Kai, lalu Arlo. Adrian menutup barisan. Saat Adrian melewati celah, batu kecil jatuh dari atas, membuat suara keras. Semua berhenti sejenak.
Rania berbisik, “Semoga tidak ada yang mendengar itu.”
Mereka menunggu beberapa detik. Tidak ada tanda bahaya. Adrian memberi isyarat untuk terus bergerak.
Setelah beberapa menit, lorong melebar menjadi ruang besar yang dipenuhi pipa besar dan kabel tua. Suara air deras terdengar di bawah lantai logam berkarat. Lampu-lampu neon di atas berkedip.
Kai menunjuk peta. “Ini pipa layanan utama. Menurut peta, kita harus mengikuti pipa ini sejauh tiga ratus meter, lalu belok kanan di pintu servis.”
Milo memeriksa radar. “Tidak ada tanda patroli di sini. Tapi aku mendeteksi sinyal lemah—mungkin sensor lama.”
Arlo memeriksa dinding dan menemukan panel kecil. “Ini sensor gerak model lama. Aku bisa matikan, tapi butuh waktu.”
Adrian mengangguk. “Lakukan cepat. Kita tidak tahu berapa lama area ini akan tetap aman.”
Arlo membuka panel dengan alat kecil. Kabel-kabelnya rapuh dan berkarat. Ia menyambungkan alat pemutus sinyal portabel. Beberapa detik kemudian, lampu indikator padam.
“Selesai. Sekarang kita bisa lewat tanpa memicu alarm.”
Rania tersenyum tipis. “Kamu ahli dalam hal ini.”
Arlo menjawab singkat, “Aku sudah lama berkecimpung di jaringan bawah tanah.”
Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri pipa layanan. Yara sesekali melihat ke belakang, wajahnya tegang. “Aku tidak suka diamnya tempat ini.”
Milo menimpali, “Kadang diam lebih berbahaya daripada suara bising.”
Di tengah jalur pipa, mereka menemukan tanda bintang lain yang digoreskan di dinding. Kai memeriksanya. “Ini tanda terbaru. Mereka pasti tidak terlalu jauh di depan.”
Adrian menyentuh tanda itu sebentar. “Kita semakin dekat.”
Ketika mereka mendekati pintu servis yang dimaksud peta, suara langkah logam terdengar dari arah lorong belakang. Drone patroli lain muncul, kali ini dengan cahaya merah.
Rania memberi isyarat cepat. “Sembunyi di balik pipa!”
Mereka berjongkok di belakang pipa besar. Drone bergerak perlahan, memindai area. Lampu merahnya menyapu lorong, hampir mengenai mereka. Yara menahan napas, tangannya menggenggam tas erat-erat.
Drone berhenti sejenak, lalu berbalik arah dan pergi. Mereka menunggu beberapa detik lagi sebelum keluar dari persembunyian.
Adrian berkata pelan, “Itu terlalu dekat. Kita harus lebih cepat.”
Kai membuka pintu servis dan mengarahkan mereka ke lorong baru. Jalur itu lebih sempit, tetapi tampak lebih aman. Mereka masuk satu per satu, meninggalkan pipa besar dan suara air deras di belakang.
Lorong baru yang mereka masuki lebih sempit dan lebih panjang dari yang mereka duga. Udara di dalamnya pengap, dengan bau karat yang menyengat. Lampu neon di dinding sebagian besar mati, menyisakan kegelapan pekat.
Milo menyalakan senter kecil dan mengarahkannya ke depan. “Jalur ini tidak muncul di peta. Kita mungkin melewati area yang tidak terdata.”
Kai menatap peta holografik. “Benar. Peta berhenti di titik pipa tadi. Setelah ini, kita buta.”
Arlo berjalan paling depan, perhatiannya penuh. “Jaringan lama kadang membuat jalur darurat yang tidak mereka catat di sistem utama. Bisa saja ini salah satunya.”
Rania menoleh ke Adrian. “Kita yakin jalur ini aman?”
Adrian menjawab singkat, “Tidak ada jalur yang benar-benar aman sekarang.”
Beberapa menit kemudian, mereka mencapai persimpangan kecil tanpa tanda apa pun. Hanya ada tiga pilihan: lurus ke depan, ke kiri, atau ke kanan. Yara mengangkat senter ke dinding, mencari petunjuk.
“Tidak ada tanda bintang,” katanya.
Milo jongkok, memeriksa lantai. “Ada debu yang sedikit lebih tipis ke arah kanan. Bisa jadi mereka lewat sana.”
Arlo mengangguk. “Kita coba kanan dulu. Tapi bersiaplah kalau kita harus mundur.”
Mereka mengikuti lorong kanan. Jalan semakin sempit hingga hanya cukup untuk satu orang. Suara tetesan air terdengar di kejauhan. Lampu senter Milo memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding, membuat suasana makin tegang.
Tiba-tiba, suara gesekan logam terdengar di belakang mereka. Semua berhenti. Rania mengangkat senjata, menoleh cepat.
“Bukan drone…” bisik Yara.
“Terlalu lambat suaranya.”
Adrian memberi isyarat diam, lalu berjalan perlahan kembali ke persimpangan. Tidak ada siapa-siapa. Namun, di lantai, ia melihat jejak kecil baru—mungkin batu yang baru saja jatuh.
“Kita terus maju,” katanya pelan.
“Tapi tetap waspada.”
Lorong kanan membawa mereka ke ruang lebih luas. Ruangan itu tampak seperti ruang pompa tua dengan pipa-pipa besar melintang di langit-langit. Di sudut, ada terminal tua yang tampak mati. Kai mencoba menghidupkannya dengan baterai portabel. Layar berkedip lemah dan menampilkan fragmen data lama.
“Ini bukan peta baru,” kata Kai.
“Tapi ada catatan… ‘Tanda bintang hanya muncul saat lampu mati.’”
Yara menatap sekeliling. “Maksudnya apa?”
Arlo menatap lampu neon yang berkedip. “Mungkin tanda bintang di sini disamarkan dan hanya terlihat dalam kegelapan penuh.”
Adrian memberi perintah. “Matikan semua cahaya sebentar.”
Milo mematikan senter, dan Kai mematikan peta holografik. Ruangan langsung gelap total. Dalam kegelapan itu, Yara memperhatikan kilatan samar di dinding seberang.
“Di sana!”
Milo menyalakan senter lagi, mengarahkannya ke tempat yang Yara tunjuk. Tidak terlihat apa-apa. Mereka mematikan cahaya sekali lagi. Dalam gelap, kilatan samar bintang kembali muncul.
Rania mendekat dan meraba dinding. “Ada semacam cat khusus yang bereaksi terhadap kegelapan.”
Arlo mengangguk. “Jaringan lama memang suka trik semacam ini. Mereka memastikan hanya orang yang tahu instruksi yang bisa menemukannya.”