Pernikahan Murid SMA

Viola, Victor, dan Sera baru saja masuk kedalam apartemen. Saat Viola akan masuk kedalam kamarnya, suara Victor terdengar memanggilnya.

"Viola, Papa ingin bicara,"

Viola berhenti dan menatap Papa. "Iya, Pa."

"Papa tunggu diruang tengah," Setelah mengatakan itu Victor pergi menuju ruang tengah, meninggalkan Sera dan Viola yang penasaran dengan apa yang akan dia bicarakan.

Sera dan Viola bersitatap. Sera mengangguk. "Temui Papa, Mama ingin mandi dan istirahat." katanya, tersenyum, lalu masuk kedalam kamar yang berhadapan dengan kamar Viola.

Sera sudah menebak bahwa Victor pasti akan membahas tentang Yuko. Sera hanya bisa berharap, semoga Viola bisa tersenyum ceria seperti sedia kala.

..

..

..

Ruang tengah.

..

..

Viola berjalan mendekati Papa dan duduk disofa yang berhadapan dengan Papa, bersekat meja kecil. Viola diam dan menunggu Papa yang lebih dulu memulai obrolan karena mood hatinya sedang buruk untuk sekarang ini.

Melihat Viola sudah duduk dihadapannya, Victor membuang napas pelan. Rasanya memang berat, tapi mau bagaimana lagi? Kebahagiaan Viola adalah yang utama.

"Viola, Papa sudah memberitahumu dan kakakmu bahwa mendiang daddy dan mommy kalian kecelakaan karena ada unsur disengaja. Dan Papa sudah memberitahumu bahwa yang melakukannya adalah rekan bisnis daddymu sendiri. Tuan Laerrrr atau tuan Lazio Eraser. Dan ini," Victor menyodorkan map warna putih pada Viola.

Sebelum menuju ruang tengah Victor lebih dulu mengambil berkas yang dia minta dari orang-orangnya.

"Apa ini, Pa?" Viola menerima map putih itu dengan penuh tanya. "Apakah pembicaraan kali ini serius? Kenapa ada map?" Viola menatap Papa serius.

"Buka dan baca isi didalam map itu. Kamu pasti akan tahu karena sebelumnya kamu juga sudah tahu waktu dirumah sakit kemarin itu." ucap Victor.

Viola benar-benar membuka map putih itu. Membaca dengan pelan dan teliti dari setiap paragrafnya. Viola tidak terkejut lagi karena dia memang sudah tahu kalau Yuko anak dari tuan Lazio Eraser, pembu.nuh daddy dan mommy.

Dulu Viola memang ingin balasan yang setimpal untuk pelaku itu. Tapi pelaku itu sudah meninggal karena kecelakaan juga, bukankah sudah adil?

"Viola, Papa tahu kamu menyukai Yuko,"

Viola menoleh cepat, menatap Papa. Dia tidak mengatakan apapun pada siapapun, mengapa Papa bisa tahu? Sepintar itu kah otak orang dewasa?

"Pa, ak..."

"Papa tidak akan melarangmu lagi. Kebahagiaanmu yang utama," Victor menyela, mengacak rambut poni Viola.

Viola tersenyum, ada rasa lega karena Papa tidak melarangnya lagi. Tapi, apakah tetap dekat dengan Yuko adalah plihan yang terbaik? Itu yang sedang Viola pikirkan sekarang.

"Kamu jangan sedih lagi ya, Viola. Papa tidak mau digenta.yangi daddy dan mommy kamu karena telah membuatmu bersedih," ucap Victor setengah becanda dan setengah serius.

Viola tersenyum, mengangguk. "Iya, Pa."

Victor membalas senyum Viola yang sudah kembali. "Yasudah, Papa ke Mama dulu. Mau telepon yang dirumah, takutnya kakak iparmu membuat istrinya kerepotan," Victor terkekeh lalu pergi meninggalkan ruang tengah.

Sepeninggal Papa, Viola yang masih duduk diruang tengah mengambil ponsel dari saku. Membuka aplikasi dan membuka pesan dari Yuko. Bibirnya tersenyum manis dengan keadaan hati yang berbunga-bunga, debarnya berbeda, debaran yang tidak biasa.

"Yuko," Send Yuko.

Viola mematikan ponsel setelah pesannya centang dua abu-abu. Dia beranjak, berjalan keluar dari ruang tengah lalu masuk kekamarnya. Didalam kamar, Viola menjatuhkan bobot diatas tempat tidur dengan posisi tengkurap, menunggu pesan balasan dari Yuko.

...----------------...

Dikamar sini, Victor menempelkan ponsel ditelinga. "Awasi terus dimanapun mereka berada. Jangan sampai ada satu pun yang terlewatkan. Paham?"

"Paham, Tuan. Tapi ada sesuatu yang perlu saya bicarakan dengan Anda, sekarang. Apa tuan ada waktu?"

"Baiklah, resto sunflower. Saya segera kesana," Victor mengakhiri panggilan, bersiap pergi.

Sera yang baru saja meletakan teh hangat diatas nakas menatap suami penuh tanya. Tadi Sera mendengar suaminya seperti menelepon seseorang. "Mau pergi?" tanyanya.

Victor mengangguk. "Kamu di rumah sama Viola. Aku pergi dulu," Victor mengecup kening Sera sebentar, lalu keluar kamar, menuju resto sunflower.

Sera menatap suami yang menghilang di balik pintu. Menatap teh hangat yang baru dia buat. "Huh, katanya minta teh hangat kok malah main pergi gitu aja." gerutunya dan memilih meminumnya sendiri.

...----------------...

Diresto sunflower, seorang pria berhodie hitam, celana hitam dengan masker hitam yang menutupi separuh wajahnya, membungkukan badan setelah tuannya sudah tiba. Dengan sopan dia menarik kursi untuk tuannya duduk.

"Apa yang ingin kamu sampaikan, Letnan? Apa ini tentang wanita itu?" dia Victor, dengan aura yang berbeda. Tegas, datar, menakutkan, penuh wibawa jika sedang berhadapan dengan bawahannya.

Pria yang bernama Letnan melepas masker yang menutupi separuh wajah. Dia mengambil sesuatu dari dalam tas miliknya yang dia bawa dari apartemennya, memberikannya pada Victor.

"Didalamnya ada bukti bahwa kematian Laerrr ada campur tangan seseorang, selain istrinya dan ... selain Anda, em maksud saya kami," Letnan menatap atasannya takut-takut. Letnan takut salah bicara dan menyinggung perasaan tuannya.

Ya, kematian Lazio Eraser atau yang biasa di sapa Laerrr, lebih tepatnya Daddy nya Yuko, mengalami kecelakaan memang sudah di rencanakan oleh Victor. Tujuannya adalah membalas nyawa sang sahabat dengan nyawa si pelaku, karena penyelidikan menyatakan bahwa Laerrr memang terbukti membuat Johan dan Talita kecelakaan dan meregang nyawa waktu itu.

Namun bukan sepenuhnya Victor yang membuatnya celaka, karena dia juga di bantu oleh Lova, istrinya Laerrr. Entah tujuannya apa, ketika Victor menemui Lova langsung, berniat mempertanyakan alasan sang suami melakukan tindak kejahatan, Lova justru menawarkan diri untuk ikut mencelakainya.

Victor sempat ragu dan bertanya-tanya, tapi akhirnya dia memutuskan untuk menerima tawarannya, mereka bekerjasama utuk membuat Laerrr tiada. Tentu dengan surat perjanjian. Bahwa setelah misi selesai Lova tidak boleh kembali berkomunikasi dengannya.

Tapi waktu itu Lova kembali menghubunginya dengan alasan meminta bantuan, dia diteror arwah Laerrr. Omong kosong!

Victor menerima benda itu dan menatapnya lekat. "Flash disk?"

Letnan mengangguk. "Sebentar," Letnan mengambil laptop miliknya dari dalam tas, menaruh dimeja dan menyalakannya. Victor menyerahkan benda itu dan Letnan memasang dilaptop miliknya.

Setelah terputar, Victor melihat dengan intens rekaman yang ada dilayar laptop. Disana sangat jelas ada seseorang yang masuk kedalam rumah Laerrr, menuju garasi dan entah melakukan apa. Lalu orang itu keluar dengan mengendap.

"Mungkinkah Laerrr mengalami rem blong?"

"Penyelidikan polis mengatakan, iya."

Victor mengangguk, mengerti. "Apa wanita itu tahu? Atau orang ini wanita itu?"

Letnan menggeleng. "Dari posturnya, dia seorang pria, bukan wanita,"

"Kita selidiki lagi siapakah pria ini dan apa motifnya," Victor menutup laptop.

"Baik, Tuan."