"Jika kamu tidak mau menikah dengan Louis secara suka rela, anggap saja ini sebagai tanda balas budimu karena aku telah membiayai seluruh pengobatan ibumu."
Perkataan Fradella membuat dunia Irene runtuh. Baru saja dia bahagia melihat ibunya bisa berjalan kembali, tapi kini Irene harus ditimpa cobaan lagi.
Menikah bukanlah sesuatu yang mudah. Menyatukan dua insan yang berbeda, dua kepribadian menjadi satu dan saling melengkapi kekurangan masing-masing itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Bagaimana dengan nasib Irene setelah pernikahannya dengan Louis. Pernikahan antara pelayan dan sang presdir, akankah berjalan layaknya pernikahan pada umumnya?
Lalu akankah Louis membukakan hatinya untuk Irene setelah mereka menikah? Ikuti kisah Irene dan Louis disini ya🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risna afrianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ISTRI SAH
Hampir dua bulan telah berlalu setelah kepergian Jing Mi. Tak ada yang berubah, Louis masih saja bersikap acuh dan cuek padanya. Tiga bulan pernikahannya, Irene tidak pernah merasakan sedikitpun kasih sayang dari seorang suami.
"Nanti malam kamu boleh ikut aku ke pesta hari jadi perusahaan." Irene yang mendengar ucapan Louis seperti mimpi baginya. Ini baru pertama kalinya laki - laki ini mengajaknya untuk pergi.
"Jangan bikin malu, diam saja dan jangan tinggalkan aku." Irene hanya mengangguk tanda bahwa dia mengerti apa yang dimaksud Louis.
"Apakah momy akan ikut?" tanya Irene dengan nada suara yang terdengar takut.
"Momy akan berangkat dengan Kak Else." Louis berlalu meninggalkan Irene setelah mengatakannya.
Satu bulan setelah kepergian Jing Mi, Irene dan Louis pindah ke apartemen. Louis beralasan Irene akan cepat melupakan ibunya jika menempati tempat baru. Meskipun awalnya Fradella tidak setuju, tapi dengan alasan yang Louis berikan akhirnya Fradella bisa mengerti.
Tring..
Tring..
Louis langsung mengangkat ponselnya ketika nama Scarlet tertera di layar. Irene tidak mengetahui jika selama ini Louis berhubungan kembali dengan kekasih masa lalunya. Sejak kedatangan Scarlet ke rumah utama, Else berusaha mendekatkan Louis dengannya lagi.
"Nanti kamu mau datang ke pesta sama siapa?" tanya Scarlet.
"Bersama istriku, ada apa?" Louis menjawab sambil berjalan menjauhi Irene.
"Tumben sekali kau mengajaknya, kamu beneran ngak malu bawa dia ke pesta?" Nada bicara Scarlet yang terkesan menghina membuat hati Louis sedikit merasakan hal yang aneh.
"Ini pesta HUT perusahaan jadi tidak mungkin aku tidak mengajak Irene, karena bagaimanapun dia adalah istri sahku." Jawaban Louis benar - benar membuat Scarlet naik darah.
Istri, kamu saja tidak pernah menyentuhnya barang sekali. Wanita rendahan seperti dia tidak pantas menjadi Nyonya Chen. Batin Scarlet kesal.
Louis tidak sadar sudah hampir satu jam dia berbincang dengan Scarlet di telfon. Irene yang tidak sengaja melihat Louis tertawa merasa sedih dalam hati. Laki - laki itu bahkan tidak pernah tersenyum sedikitpun kepadanya, apa lagi sampai tertawa seperti dia berbincang dengan Scarlet.
Bantu Irene Bu, apa yang harus Irene lakukan. Bahkan suamiku tidak pernah menyentuhku barang sekali. Haruskah Irene pergi menyusul ibu saja.
Tidak sadar air mata Irene mulai luruh. Kenyataan bahwa pernikahannya hanyalah sebuah balas budi, membuat hati Irene terasa sesak.
Untuk menghilangkan sesak hatinya, Irene memilih untuk membasuh tubuhnya. Mengguyur setiap jengkal kulitnya dengan air dan sabun aroma apel kesukaannya membuat fikirannya lebih rileks.
Irene menghabiskan waktu setengah jam untuk menikmati aroma apel dari bath upnya. Irene dibuat terkejut saat membuka pintu Louis berdiri di sana.
Tubuh Irene yang hanya dibalut dengan kimono handuk mini, membuat kaki jenjang Irene terekspos dengan jelas.
"Emm, maaf membuatmu menunggu lama," ucap Irene.
Louis tak bergeming, dia masih saja diam di tempatnya berdiri. Ada sebuah desiran di dalam hatinya saat melihat Irene dengan balutan kimono handuk itu. Rambut Irene yang basah dan tergerai dengan tidak beraturan membuat wajahnya semakin cantik.
"Cepatlah besiap jika tidak ingin aku tinggal." Kata - kata itu meluncur dari mulut Louis sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
Louis membasahi seluruh tubuhnya, bayangan Irene dengan kimono handuk mini bersarang di pikirannya.
"Apa yang sedang aku pikirkan. Sial." Dengus Louis kesal.
Hanya butuh waktu lima menit Louis sudah keluar dari kamar mandi. Tubuh maskulinnya yang terbalut handuk sebagian terpanpang jelas di mata Irene.
Irene merias wajahnya dengan sempurna. Bedak tipis, lipstik merah muda dengan diberi sentuhan sedikit blush on membuat wajah cantiknya kian manis.
Balutan dres berwarna merah maroon, dengan bagian belakang lebih panjang membuat kaki jenjang Irene terekspos dengan jelas dari depan. Anting mutiara pemberian Fradella sengaja Irene kenakan sebagai aksesoris tambahan.
Terlihat sederhana namun nampak elegan. Warna marron sengaja Irene pilih untuk menutupi suasana hatinya yang rapuh. Warna menyala akan memberikan kesan yang lebih berani bagi Irene.
"Aku tunggu dibawah," ucap Irene sebelum memegang handle pintu.
Louis tak menjawabnya, dia hanya diam dan menyibukkan diri dengan pometnya. Namun saat Irene akan menuruni tangga dia sadar ponselnya masih tertinggal di atas meja riasnya.
Baru saja tangan Irene akan membuka pintu, Louis sudah lebih dulu membukanya. Tubuh mereka sangat dekat, hingga hembusan nafas Louis bisa Irene rasakan di dahinya. Saat Irene mengangkat wajahnya wajah mereka berhadapan seperti akan berciuman.
"Maaf ponselku tertinggal," ucap Irene berlalu melewati tubuh Louis.
Apa yang terjadi pada hatiku, kenapa berdebar - debar. Tidak mungkin aku mulai menyukainya bukan? Tidak, itu tidak mungkin. Batin Louis.
suka dg kisahnya yg tdk memperdulikan kasta