"Dia, seorang wanita yang bercerai berusia 40 tahun...
Dia, seorang bintang rock berusia 26 tahun...
Cinta ini seharusnya tidak terjadi,
Namun hal itu membuat keduanya rela melawan seluruh dunia."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon abbylu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
POV Liam
Enam tahun setelah pertemuan pertama di trailer itu, aku akan berbohong jika kukatakan aku tahu, sejak saat itu, bahwa semuanya akan berakhir seperti ini.
Dengan rumah yang penuh tawa, mainan berserakan di lorong, dan seorang wanita yang tersenyum bahkan ketika dia tidak tidur lebih dari empat jam berturut-turut.
Aku akan berbohong, ya. Karena tidak ada satu pun dari ini yang ada dalam rencanaku. Namun, ini adalah semua yang pernah aku impikan.
Hari ini aku berusia tiga puluh dua tahun dan aku tidak berada di tur dunia, atau menandatangani tanda tangan di kota yang bahkan tidak bisa kutemukan di peta.
Aku di rumah, mengenakan jubah mandi dan sandal, dengan dua anak yang bergelayutan di kakiku dan seorang gadis kecil yang bersikeras mengecat kukuku dengan warna merah muda.
Putra sulungku, yang berusia tiga tahun, seharian menyeret gitar mainannya ke mana-mana, mencoba menyanyikan lagu-laguku. Tak selalu pas nadanya, tapi itu tak penting. Dia percaya ayahnya adalah bintang rock. Yang kutahu hanya satu: aku pria paling bahagia di dunia.
Aku dan Madeline punya anak pertama kami tak lama setelah kembali bersama. Itu perubahan besar.
Dari hubungan yang seolah sudah hancur, kami membangun sesuatu yang kokoh, nyata, yang bisa menjadi tempat berteduh bagi kami semua. Tak ada yang bilang itu akan mudah.
Tapi ketika bayi pertama kami lahir, semuanya terasa tepat. Dia kecil, rapuh, tapi dengan sepasang paru-paru yang bisa membangunkan seluruh rumah setiap tengah malam.
Dan saat kami mulai paham rutinitas menjadi orangtua, hidup kembali memberi kejutan: anak kembar.
Seorang gadis kecil yang jadi cahaya di mataku, dan bocah laki-laki yang kelakuannya mirip aku saat berusia lima tahun—padahal dia baru dua tahun.
Kami tak pernah menyangka, tapi kini kami tak bisa membayangkan dunia tanpa mereka. Mereka ribut, nakal, tapi setiap malam saat mereka akhirnya tertidur, aku dan Madeline saling menatap dengan campuran lelah, tawa, dan cinta yang tulus.
Semua ini… sepadan. Semuanya.
Valentina, di sisi lain, tumbuh besar. Sekarang dia sudah masuk universitas dan hanya pulang saat liburan. Setiap kali dia kembali, rasanya waktu begitu cepat berlalu.
Gadis kecil yang dulu suka bersembunyi di balik sofa untuk mengintip kami saat mengira tak ada yang melihatnya, kini telah menjadi seorang perempuan muda, cerdas, dan lebih sarkastik dari sebelumnya.
Katanya, dia tak merasa sendiri lagi. Sejak aku datang, keluarganya yang dulu terpecah kini menjadi satu keluarga besar—penuh cinta, pertengkaran kecil karena berebut remote, dan pelukan tiba-tiba di tengah sarapan.
Dia memanggilku “Liam”, meskipun kadang, sambil bercanda, dia menyebutku “ayah tiri favorit”. Aku tak pernah mencoba menggantikan ayah kandungnya, atau bersaing untuk mendapatkan kasih sayangnya.
Sejak awal aku tahu itu bukan tempatku. Tapi aku berhasil menjadi bagian dari hidupnya. Sekarang dia menganggapku teman, sekutu… seseorang yang bisa dia percaya. Dan bagiku, itu lebih berharga dari penghargaan atau pengakuan apa pun.
Kadang, saat ayah kandungnya mulai cemburu atau mencoba menunjukkan kekuasaannya, Valentina menatapnya dengan ketenangan yang jelas diwarisi dari Madeline dan berkata, “Kamu ayahku, tapi Liam adalah bagian dari hatiku…”
Madeline… apa yang bisa kukatakan tentang dia? Dia masih secantik hari pertama aku melihatnya. Atau bahkan lebih. Mungkin karena kini aku melihatnya dengan mata yang berbeda.
Mata seseorang yang telah berbagi dengannya bukan hanya momen-momen indah, tapi juga masa-masa sulit, ketakutan, dan keputusan berat. Aku melihatnya lelah, kadang kewalahan, tapi juga bahagia. Utuh. Dicintai.
Tak pernah terpikir olehku bahwa seseorang bisa mengajarkanku begitu banyak hanya dengan kehadirannya.
Dia memberiku rumah saat aku bahkan tak tahu bagaimana memintanya. Dia mengajariku menjadi seorang ayah, menjadi sabar, melepaskan masa lalu, dan membiarkan kehidupan nyata masuk.
Dia mencintaiku dengan segala kekuranganku, dan menuntutku untuk menjadi lebih baik. Dan aku mencoba. Setiap hari.
Kami bukan keluarga yang sempurna. Anak-anak bertengkar karena hal-hal sepele, Valentina mengurung diri sambil memutar musik dengan volume penuh, dan aku dan Madeline sering berdebat soal siapa yang lupa membeli popok.
Tapi di malam hari, ketika semua sudah tidur dan keheningan akhirnya menyelimuti kami, aku menatapnya dan tahu… aku tak akan menukar ini dengan apa pun.
Dia juga menatapku, dan terkadang berbisik pelan, “Gimana ya, kita bisa sampai sejauh ini?”
Aku hanya tersenyum dan menjawab, “Entahlah, tapi aku bersyukur kamu nggak menyerah.”
Karena itulah hal yang paling aku kagumi dari Madeline. Kuatnya dia. Cara dia menghadapi dunia, bahkan saat semuanya terasa runtuh.
Butuh waktu bagiku untuk mengerti bahwa cinta bukan seperti yang dikatakan lagu-lagu. Bukan kembang api atau janji-janji besar.
Cinta adalah hadir. Bertahan. Memilih satu sama lain, bahkan di hari-hari ketika energi pun rasanya sudah habis untuk sekadar bicara.
Cinta adalah terus percaya, ketika pergi adalah pilihan yang lebih mudah. Dan aku dan Madeline memilih untuk tetap tinggal. Setiap hari.
Kadang, media masih mencoba mengungkit masa lalu kami. Tapi sekarang, itu tak mengganggu lagi. Valentina bahkan bisa menjawab mereka lebih baik dari pengacara mana pun, dan kami belajar menertawakan judul-judul berita konyol. Karena satu-satunya yang nyata adalah apa yang terjadi di dalam rumah ini. Apa yang kami bangun bersama.
Hari ini aku melihat anak-anakku berlarian di taman, Madeline duduk dengan secangkir kopi dingin di tangannya, menyaksikan mereka bermain. Dan aku mengerti bahwa semua ini, setiap bagian dari cerita ini, membawa kita sampai di sini.
Itu tidak sempurna. Tapi itu nyata.
Dan itu lebih dari cukup.
TAMAT
Halo teman-teman, 👋 terima kasih banyak untuk kalian semua yang sudah mengikuti cerita manis ini. Semoga kalian suka dan terus mendukung dengan like dan komentar, itu sangat membantuku untuk terus berkembang dan berkarya.
Seperti biasa, kita akan bertemu lagi di cerita selanjutnya. Cium dan peluk hangat untuk kalian semua… 😘💕♥️