NovelToon NovelToon
Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pengganti / Obsesi
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Cty S'lalu Ctya

Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sakit

Ku buka mata ini samar-samar, dan ku dapati Tiara dan satu wanita tersenyum pada ku.

"Yumna, kamu sudah sadar?" tanya Tiara padaku. Aku mengedarkan pandangan ku ternyata aku berada di klinik yang ada di pabrik.

"Kamu tadi pingsan" lanjut Tiara memberitahu. Aku mencoba bangun, meski kepala ini masih sakit.

"Mbak Yumna, anda sepertinya harus ke rumah sakit untuk periksa lebih lanjut" ujar perawat itu pada ku

"Aku antar ke rumah sakit ya?" tawar Tiara.

"Tidak, aku mungkin masuk angin saja" ujar ku.

"Baiklah untuk sementara ini saya beri obat parasetamol dulu, nanti anda bisa lanjut periksa ke rumah sakit jika masih belum reda" kata perawat.

"Terima kasih" balas ku.

"Yumna, aku antar kamu pulang ya?" tawar Tiara, aku pun menolak dengan lembut, aku tak ingin Tiara mendapatkan masalah karena mengantarkan ku pada jam kerja.

"Terima kasih sebelumnya Tiara, tapi sebaik nya kamu kembali bekerja, biar aku pulang sendiri. Aku takut nanti kamu kena marah sama pak Yoga" dengan lembut aku menjelaskan pada Tiara agar dia mengerti.

"Baiklah, tapi kamu hati-hati ya"

"Hem,, terima kasih" balas ku. Tiara mengantarkan sampai depan pabrik, aku memilih menunggu di halte, kepalaku masih sakit lebih baik aku naik bus saja dari pada ojek, untuk naik taksi terlalu mahal bagi ku, sedangkan keuangan ku semakin menipis. Sambil menunggu bus, kepala ini ku sandarkan di tiang seraya ku pejamkan mata ini untuk menahan sakit.

Tin.. Tin.. Tin..

Aku terperanjat ketika mendapati bunyi klakson, dan di depan ku ada mobil berhenti, mobil itu familiar tak lama kaca spion nya terbuka.

"Masuk!" seru nya dari dalam. Aku bergeming, entah kenapa rasa sakit hati juga malu karena kejadian tadi malam membuatku enggan menatap nya.

"Masuk Alana!" lagi perintah nya lebih tegas. Aku masih tak peduli dan memilih kembali bersandar seraya memejamkan mata untuk menahan rasa sakit kepala.

"Kenapa kamu begitu keras kepala" geram nya yang kali ini ada di depan ku, entah kapan keluarnya dari mobil aku pun memilih acuh.

"ALANA!" bentak nya. Ku menarik nafas dalam sejenak lalu menatap nya.

"APA?" balas ku tak kalah tajam.

"Masuk atau ke gendong" guman nya dengan tegas. Aku tersenyum kecut. Ingin ku tenang sejenak tapi ada saja yang mengganggu. Lebih baik aku putuskan pergi dari pada meladeni nya.

"Auww.." pekik ku ketika tubuh ini di angkat dan di gendong layaknya karung beras. Tenaga ku seolah habis tak lagi bisa memberontak.

"Lepas kan aku!" pekik ku, tapi dia tak perduli, dia membuka pintu mobil dengan salah satu tangan nya dan menurunkan ku di dalam lalu memasang kan sabuk pengaman.

BRAK!!

Lagi-lagi aku meringis mendengar pintu mobil yang di tutup dengan kasar. Aku menarik nafas dalam dan memperhatikan nya yang berjalan mengitari mobil lalu masuk ke dalam. Mobil pun kini melaju membelai jalanan kota. Di dalam mobil hening, dia yang fokus dengan jalanan sedangkan aku memilih menyandarkan kepalaku ke jok dengan memejamkan mata untuk menahan sakit kepala ini yang tak hilang-hilang, bahkan lebih sakit dari yang tadi. Tak menyangka mobil pun kini berhenti ternyata ada di basemen, dia turun terlebih dahulu, aku mencoba untuk bangun dan membuka sabuk pengaman pintu mobil terbuka ternyata dia yang membuka, aku bersiap untuk keluar sendiri sebisa ku meski harus tertatih. Baru beberapa langkah aku berhenti sejenak lalu kembali lagi berjalan masuk.

"Mbak, sudah pulang?" bibi menghampiri ku yang berjalan lewat pintu basemen. Aku mengangguk.

"Dimana Emir bi?" tanya ku parau.

"Emir tidur siang mbak, wajah mbak pucat sekali, lebih baik mbak istirahat saja" balas bibi nampak cemas. Aku tak kuasa menjawab hanya dapat mengangguk.

"Biar bibi bantu ke kamar mbak" kata bibi yang melihat ku agak sempoyongan.

"Terima kasih bi, saya bisa masuk sendiri" ucap ku ketika sampai di depan pintu kamar.

"Bibi ambilkan obat ya mbak" kata bibi beranjak.

"Bi saya sudah punya obat" kata ku sebelum masuk ke kamar. Bibi mengangguk dan kembali menuruni tangga. Di kamar aku membaringkan tubuh ini ke atas karpet bulu yang biasanya ku pakai untuk beristirahat.

Mata ini terbuka samar di kalah sinar mentari menyengat di wajah ku. Aku tersentak mendapati tubuhku berbaring di atas ranjang dengan selang infus terpasang di tangan ku. Pintu pun terbuka di saat aku hendak bangun.

"Mbak sudah bangun?" ujar bibi melangkah masuk dengan membawa nampan di tangan nya.

"Bi, jam berapa ini?" tanya ku.

"Jam delapan pagi mbak, tadi malam badan mbak panas sekali, pak Yoga memanggil dokter sekalian di pasang infus" terang bibi.

"Ya Tuhan, aku tidur sebegitu lama nya, sampai lupa tidak sholat" lirih ku bersalah.

"Mbak kan lagi sakit" timpal bibi seraya menaruh nampan dia atas nakas.

"Mbak makan dulu bubur nya, setelah itu minum obat!" seru bibi. Aku mengangguk.

"Terima kasih bi, dimana Emir?" tanya ku pada bibi dari kemarin aku tidak bertemu dengan Emir karena sakit kepala ku.

"Emir lagi jalan-jalan keliling komplek sama pak satpam mbak" jawab bibi. Aku jadi merasa bersalah beberapa hari ini aku sering mengabaikan Emir.

"Tadi Emir kesini, melihat mbak masih tidur, dia pun kembali lalu di tawari pak satpam keliling komplek" ungkap bibi menjelaskan.

"Bi, terima kasih banyak ya" ucap ku tulus pada bibi dan pak satpam yang begitu baik padaku dan Emir.

"Sama-sama mbak, sekarang bibi keluar dulu ya, bibi mau lanjutin pekerjaan" balas bibi setelah itu berlalu meninggalkan kamar.

"Bi, bapak sudah berangkat?" tanya ku ketika bibi akan menutup pintu.

"Sudah mbak tadi jam setengah delapan. Kelihatan nya pak Yoga habis begadang" jawab bibi. Wajar dia selalu begadang dengan pekerjaan nya itu lah pikiran ku saat ini.

"Terima kasih bi" kata ku setelah itu bibi menutup pintu. Aku menarik nafas dalam seraya menatap selang infus yang tinggal setengah isinya. Ku coba sandarkan tubuh ini ke kepala ranjang sejenak baru ku ambil nampan yang berisi bubur dan segelas air putih juga beberapa butir obat.

"Aku harus segera sembuh, dan kembali beraktivitas," guman ku pada diri sendiri. Ya, banyak yang harus ku lakukan dan ku pikirkan bagaimana cara mendapat kan uang karena tabungan ku semakin menipis. Aku pun mulai menyuap bubur sedikit demi sedikit dan minum obat.

"Kamu harus kuat dan sehat Alana, demi Emir dan ayah mu" guman ku menyemangati diri ini.

"Ayah, bagaimana keadaan nya saat ini?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!