Transmigrasi Menjadi Pelayan Pria Jahat

"Yang mulia semua sudah selesai ayo pulang agar anda bisa mendapat penanganan yang lebih baik lagi dari sekarang." Ujar Alana dengan tersenyum.

'Jika dipikir-pikir sangat berat jika menjadi dia.' Batin Alana.

...****************...

Setalah kejadian itu kedua orang tersebut berjalan untuk kembali ke istana. Hingga tidak di istana tentunya sudah ada Robin yang menunggu tuannya itu. Jangan tanya betapa terkejutnya pria tersebut saat melihat badan Rion yang berlumuran darah.

"Apa yang anda lakukan lagi yang mulia ?" Ujar Robin. sedangkan Rion tampak tidak memperdulikan Robin dan langsung menuju kamar mandi miliknya.

Sedangkan di sisi lain saat ini Alana bisa bernafas lega saat melihat bagaimana kamar pelayan yang kosong. Karena itu ia jadi tidak perlu menjelaskan apapun.

Alana meletakkan tas miliknya di atas nakas sebelum pergi membersihkan dirinya. Hingga beberapa saat akhirnya ia telah selesai membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Alana memerlukan tenaga yang besar untuk menghadapi setiap harinya di dunia ini jadi ia harus memiliki istirahat yang cukup agar tidak menjadi gila.

Hingga pagi hari kembali tiba, saat ini Alana telah siapa dengn pakaian pelayannya. Ia sudah mendapatkan izin untuk kembali bekerja setelah seminggu di rawat. Walaupun tanpa sepengetahuan orang-orang ia juga pergi melihat festival.

Kali ini ia tidak terlalu takut lagi jika membersihkan kamar pria tersebut bahkan jika Rion terbangun karenanya itu tidak akan menjadi masalah. Dari apa yang di pelajari oleh Alana, bahwa pria ini hanya membunuh orang-orang yang benar-benar menyerangnya. Jadi selama dia berkelakuan baik maka pria ini tidak akan membunuhnya.

Setelah selesai melakukan segala pekerjaan, Alana hanya harus menunggu hingga pria ini terbangun agar ia bisa membersihkan tempat tidur dan pergi dari sini.

Hingga beberapa saat Rion membuka matanya dan yang pertama ia lihat adalah sosok wanita dengan senyuman cerahnya.

"Hnggh." Leguhnya.

"Anda sudah bangun yang mulia, selamat pagi !" Sapa Alana. Ia dengan secepat kilat membuka jendela agar pria itu tidak tertidur kembali.

"Saya sudah menyiapkan air mandi anda jadi anda bisa langsung mandi." Ujar Alana. Sebenarnya ia mengusir pria itu dengan cara yang halus karena saat ini ia ingin membersihkan tempat tidur itu.

"Huh."Rion menghela nafas kemudian dengan santai berjalan menuju ke arah kamar mandi dengan dadanya yang terpampang jelas. Alana benar-benar tidak bisa menutup mulutnya saat melihat dada pria itu. Berapa kali pun ia melihatnya itu masih sesuatu yang sangat luar biasa.

"Jaga matamu." Ujar Rion.

"Maaf yang mulia." Ujar Alana yang langsung memalingkan wajahnya.

"Wanita mesum."Gumamnya yang langsung masuk ke dalam tempat pemandian.

"Dia bilang aku mesum ? dia sendiri yang tidur tidak menggunakan baju." Ujar Alana dengan menghentakkan kakinya. Tapi ia tidak mau berlarut dalam kemarahan dan dengan cepat membereskan kamar pria itu.

Hingga beberapa saat Rion telah keluar dari kamar mandi, seperti biasa hanya mengunakan jubah mandinya.

"Glek." Alana menelan ludah dengan sekuat tenaga.

"Apa yang kau lihat ?dasar pelayan mesum." Ujar Rion.

Mendengar hal tersebut Alana mengedipkan matanya beberapa kali. Masih pagi hari dan ia sudah di katakan manusia mesum dua kali.

"Maaf yang mulia, tapi saya bukan sengaja melihatnya. Anda saja yang selalu menunjukkan tubuh anda pada saya." Ujar Alana. Entah mendapat keberanian dari mana wanita tersebut berani mengatakan hal itu.

"Jadi kau menyalahkan ku ?"Ujar Andrea yang tampak tidak terima.

"Saya tidak mengatakan hal itu yang mulia." Bela Alana.

"Sekarang pergilah, oh dan bawakan aku sarapan pagi ini ke kamar." Perintahnya.

"Baik yang mulia." Ujar Alana yang segera mengambil makanan untuk sarapan pria itu. Biasanya Rion selalu sarapan di meja makan tapi hari ini pria itu tampak aneh saat menginginkan sarapan di dalam kamar. Sedangkan Alana tidak mau memusingkannya, toh dia hanya pelayan yang harus mematuhi apa yang pria itu katakan.

Hingga beberapa saat ia sudah tiba di kamar Rion dengan troli makanan yang tampak penuh.

"Yang mulia saya membawakan makanan anda." Ujarnya saat telah tiba di depan pintu kamar Rion.

"Hmm." Hanya itu suara sahutan dari dalam, tapi untungnya Alana mengerti maksud bahwa dia diizinkan masuk ke dalam.

"Hidangkan diatas meja." Ujarnya yang saat ini tampak telah menggunakan baju dengan begitu rapi dan tampan.

Alana mengikuti apa yang di perintahkan oleh pria itu lalu meletakkan makanan di atas meja. Setelah melakukan hal itu ia berdiri kembali dengan tegak.

"Duduklah dan ikut makan !" Perintah Rion membuat Alana tidak percaya.

"Apa yang mulia ?"Ulang Alana.

"Duduk dan makanlah !"Ulang Rion.

"Tapi yang mulia.."

"Cepat aku tidak suka di bantah !"Perintah Rion.

"Ba-baik yang mulia." Ujar Alana yang langsung duduk canggung di hadapan pria itu.

"Cepat makan ! Aku takut jika aku tidak memberimu makan maka orang-orang akan mengira bahwa aku menyiksamu." Ujarnya.

"Baik yang mulia." Ujar Alana, awalnya ia canggung tapi saat melihat begitu banyak hidangan di depannya membuatnya menelan ludah. Alana yang awalnya ragu untuk makan kini bersemangat. Dari awal dia masuk ke dunia ini hanya roti yang bisa ia makan kini akhirnya ia bisa memakan daging dan yang lainnya.

"Hati-hati makannya, tidak akan ada yang merenggut makanan itu darimu." Ujar Rion. Tapi pria itu justru merasa senang melihat Alana makan dengan lahap. Biasanya dia akan muak jika makan dengan orang lain yakni kolega bisnis atau keluarga kekaisaran tapi kali ini ia justru merasa begitu nyaman melihat wanita ini makan di hadapannya. Rasanya menyenangkan dan juga tenang.

"Kenapa anda tidak makan yang mulia ?"tanya Alana yang menyadari jika sedari tadi hanya dia seorang yang menikmati makanan.

"Aku sudah kenyang." Jawab Rion.

"Mana ada orang kenyang tanpa makan yang mulia." Ujar Alana lalu mengambil beberapa makanan dan meletakkan pada piring yang ada di depan Rion.

"Silahkan dinikmati, saya sudah mencoba makanan itu dan semua aman tidak ada racun dan juga enak." Ujar Alana.

"Huh." Rion menghela nafas dengan berat tapi dia tidak membenci hal ini. Justru ia merasa senang saat wanita itu perduli padanya.