Tumbuh di lingkungan panti asuhan membuat gadis bernama Kafisha Angraeni memimpikan kehidupan bahagia setelah dewasa nanti, mendapatkan pendamping yang mencintai dan menerima keadaannya yang hanya dibesarkan di sebuah panti asuhan. namun semua mimpi Fisha begitu biasa di sapa, harus Kalam setelah seorang wanita berusia empat puluh tahun, Irin Trisnawati datang melamar dirinya untuk sang suami. sudah berbagai cara dan usaha dilakukan Kira untuk menolak lamaran tersebut, namun Irin tetap mencari cara hingga pada akhirnya Fisha tak dapat lagi menolaknya.
"Apa kamu sudah tidak waras, sayang???? bagaimana mungkin kamu meminta mas menikah lagi... sampai kapanpun mas tidak akan menikah lagi. mas tidak ingin menyakiti hati wanita yang sangat mas cintai." jawaban tegas tersebut terucap dari mulut pria bernama Ardian Baskoro ketika sang istri menyampaikan niatnya. penolakan keras di lakukan Ardi, hingga suatu hari dengan berat hati pria itu terpaksa mewujudkan keinginan sang istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22.
Sudah seminggu pasca Irhan siuman, dan kata dokter kondisinya kini sudah berangsur membaik.
"Terima kasih pah... Irhan minta maaf atas sikap kurang baik Irhan pada papa selama setahun terakhir." sesal Irhan yang sengaja menjaga jarak dengan sang ayah selama setahun terakhir akibat Ardian menikah lagi.
"Papa juga minta maaf...maaf jika pernikahan papa mengecewakan bahkan menyakiti hati kamu, nak."
Irhan menggelengkan kepala pelan. Kedua bola matanya pun mulai berembun. kini ia baru menyadari kebodohannya, bagaimana bisa hanya perihal ayahnya menikah lagi ia bisa bersikap kekanak-kanakan. sekalipun ia kecewa namun tidak seharusnya ia bersikap seperti itu pada sang ayah. Ayah yang sudah menjaga dan merawat, serta memenuhi semua kebutuhannya termasuk kasih sayang yang begitu besar hingga ia sedewasa ini.
Pemuda berusia dua puluh tahun tersebut membawa diri ke dalam pelukan sang ayah. "Sekali lagi maafkan sikap Irhan selama ini, pah. Dan juga terima kasih untuk segalanya yang telah papa berikan sejak Irhan kecil hingga sedewasa ini." air mata yang sejak tadi dibendungnya akhirnya tumpah juga di pelukan sang ayah.
"Jangan bicara seperti itu, karena itu semua sudah menjadi kewajiban papa terhadap anak-anak papa." balas Ardian. Terharu sekali rasanya ketika hubungannya dengan Irhan bisa kembali hangat seperti dahulu sebelum ia menikahi Kafisha.
Menyadari kedatangan dokter Wisnu, Irhan lantas mengurai pelukannya, mengusap jejak air mata di pipinya. Biarlah ia terlihat seperti laki-laki cengeng dihadapan sahabat dari ayahnya itu, tak masalah bagi Irhan. Karena yang terpenting baginya saat ini adalah meminta maaf pada sang ayah atas sikapnya.
"Kamu tidak apa-apa kan papa tinggal sebentar?." tanya Ardian. Ia yakin kedatangan dokter Wisnu mempunyai tujuan lain.
Irhan mengangguk.
Setelahnya, Ardian dan Dokter Wisnu beranjak menuju ruang praktek dokter Wisnu, kebetulan saat ini waktu istirahat makan siang. Jadi pelayanan terhadap pasien diistirahatkan sejenak hingga pukul setengah dua siang nanti.
"Bagaimana? Apa hasilnya sudah ada?." tanya Ardian tak sabar.
Dokter Wisnu mengangguk, lalu menunjukkan amplop coklat yang masih tersegel kepada Ardian, yang artinya ia sendiri belum mengetahui hasilnya. jantung Ardian berdegup kencang menanti sahabatnya itu membaca hasil tes DNA antara dirinya dan Irhan. Kini kedua pria itu duduk berhadapan, dengan meja praktek Dokter Wisnu sebagai perantara.
"Bagaimana hasilnya?." desak Ardian setelah sahabat baiknya itu membacanya.
Bukannya menjawab, dokter Wisnu justru menyodorkan lembar kertas yang menunjukan hasil tes DNA tersebut ke hadapan Ardian.
Deg.
Meskipun sudah menyiapkan diri akan hasil terburuk sekalipun, namun entah mengapa setelah melihat langsung hasil tes DNA yang menunjukkan Irhan bukanlah darah dagingnya, membuat tubuh Ardian lemas seketika. Pria itu menghela napas dalam-dalam, seakan saat ini paru-parunya membutuhkan pasokan oksigen lebih. Dokter Wisnu yang melihat kekecewaan mendalam di wajah sahabatnya itu hanya bisa diam, tak ingin berkomentar banyak. bagaimana pun masalah ini menyangkut rumah tangga Ardian.
Ardian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, sementara tatapan matanya masih tertuju pada lembaran kertas digenggamnya. untuk pertama kalinya, dokter Wisnu menyaksikan sahabatnya yang selalu terlihat gagah dan penuh percaya diri tersebut menitihkan air mata, meskipun dengan cepat pria itu menepisnya. sepertinya Ardian benar-benar terpukul dengan kebohongan yang diciptakan oleh sang istri, Irin.
"Mau kemana?." tanya Dokter Wisnu saat Ardian beranjak dari tempatnya duduk.
"Aku titip Irhan sebentar, Jika dia menanyakan keberadaan ku katakan saja aku ada urusan sebentar. Aku akan segera kembali." Tutur Ardian tanpa berniat menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu.
Dokter Wisnu meresponnya dengan anggukan kepala.
Tujuan Ardian saat ini adalah menemui Irin di rumah. Ya, Irin kembali ke rumah guna mengambil pakaian ganti untuk Irhan, beberapa saat sebelum dokter Wisnu menyambangi kamar perawatan Irhan tadi.
Bibi heran sekaligus bingung melihat kedatangan Ardian yang terkesan buru-buru. Bahkan majikannya itu tidak menyapa dirinya seperti biasanya, seolah keberadaannya tak terlihat saat ini.
"Bapak kenapa ya?." lirih bibi dengan dahi berkerut. Bukannya kepo dengan urusan rumah tangga majikannya namun yang dikhawatirkan bibi telah terjadi sesuatu pada Irhan hingga membuat Ardian terburu-buru seperti itu.
Bibi menggelengkan kepalanya, seolah menepis pikiran buruk yang terlintas dibenaknya. "Semoga saja tidak terjadi apa-apa Pada den Irhan." sambung bibi, sebelum sesaat kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya membersihkan ruang keluarga.
"Mas Ardian..." Irin sedikit terkejut menyadari kedatangan suaminya itu. "Kamu sudah pulang mas, kenapa nggak tunggu aku dulu. Kan kasian Irhan sendirian di rumah sakit."
Bukannya menjawab, Ardian justru mendaratkan bobotnya di sofa. sebisa mungkin Ardian berusaha menguasai diri agar tidak sampai meledak.
"Apa ini, mas?." Irin mengeryit, menatap amplop coklat yang disodorkan Ardian padanya.
"Buka dan bacalah!."
Tanpa rasa curiga Irin membuka dan mengeluarkan kertas dari dalam amplop tersebut, kemudian membacanya dengan perlahan.
Deg.
Jantung Irin nyaris berhenti berdetak saat membaca kata demi kata yang tercetak jelas pada lembar kertas putih tersebut.
"Kenapa kau tega Irin? Dua puluh tahun, selama dua puluh tahun kau menipuku, Irin. Sepertinya besarnya cintaku padamu membuatku berubah menjadi pria bodoh, hingga dengan mudahnya kau menipu dan membohongiku, Irin."
Da-da Irin terasa sesak, seperti ada batu besar yang mengganjal di dalam sana. bukan hanya karena rahasianya akhirnya terbongkar, tapi juga karena sikap Ardian yang masih berbicara dengan nada lembut padanya, padahal ia tahu betapa hancurnya hati suaminya itu setelah mengetahui semuanya. Mungkin akan lebih baik bagi Irin jika Ardian mengamuk atau bahkan memukulinya sekalipun masih lebih baik bagi Irin ketimbang melihat gurat kecewa yang begitu mendalam di wajah Ardian.
"Maafkan aku, mas." Irin berlutut dihadapan Ardian. Seperti kata pepatah penyesalan selalu datang diakhir, perasaan itulah sekarang menyelimuti Irin. Seandainya saja saat itu Ia berterus terang tentang kehamilannya pada Ardian, mungkin Ardian yang sangat mencintai dirinya akan menerima kondisinya, sama seperti Ardian berbesar hati menerima kondisinya yang sudah tak suci lagi di malam pertama mereka.
Air mata yang jatuh membasahi rahang tegas Ardian sudah lebih dari cukup sebagai bukti bagi Irin, betapa hancurnya hati Ardian saat ini, terlebih selama dipersunting oleh Ardian ini pertama kalinya Irin melihat seorang suaminya itu menangis. Ya, pria sejati sekalipun tetap memiliki hati dan perasaan hingga di saat hatinya hancur air mata pun tak lagi dapat dibendung oleh Ardian.
Dret....dret....dret....
Ardian mengusap jejak air matanya saat mendengar dering ponselnya.
"Ada apa?."
"Bisa tuan datang ke restoran XXX, ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada anda. sepertinya tidak enak untuk dibicarakan di kediaman anda, tuan." Jawab Asisten ILman dari seberang sana.
"Baiklah, saya akan segera ke sana."
*
Di ruang kerjanya, Gandi nampak menarik sudut bibirnya, sementara pandangannya menerawang jauh setelah menerima laporan dari orang kepercayaannya.
"Berikan akses pada mereka yang mencari tahu tentang kebenaran keponakan saya, Kafisha, bila perlu tentang Irhan sekalian!." perintah Gandi pada pria berpakaian serba hitam yang berdiri tegap didepan meja kerjanya itu.
"Maaf tuan, untuk itu sudah saya lakukan sebelum ada perintah dari anda. Sekarang semua informasi tentang tuan Handi dan kedua anaknya telah dikantongi oleh pihak tuan Ardian Baskoro."
"Luar biasa... kerja yang bagus, lebih cepat lebih baik. Sudah terlalu lama nyonya Irin bermain-main dengan skenarionya sendiri, sekarang sudah waktunya tuan Baskoro tahu siapa istri tercintanya itu sebenarnya." Gandi mengukir senyum miring.
disini siapa yang licik ???
disini siapa gak tamak???
gak usah sok playing victim gtu donk...
nggak semua orang bisa kamu jadikan boneka,yang hidupnya bisa kamu mainkan
ingin mengendalikan Ardian,tapi dia menyakiti Kafisha...
krᥒ ⍴ᥱᥒ᥆k᥆һᥲᥒ ᥒᥲmᥲᥒᥡᥲ һᥲm⍴іr mіrі⍴
sᥱmᥲᥒgᥲ𝗍 ᥡᥲ kᥲk ✍️
Ternyata Irin tak sebaik yang di kira...
aneh
jadi susah bedainnya kk Thor 😆🙏
seharusnya Ardian pindah ke kamar Kafisha ...
Ini kamar Ardian dan Irin gak pantes rasanya mereka tidur diranjang ini, apalagi Irin masih hidup.masih istri Ardian juga...
Kafisha dilamar sm irin untuk jadi madunya, karna anak lakinya suka sama kafisha
Gitu gak yaaa ?
Semakin seruuu ceritanyaaa, semangat terus thor 💪🏼
malang bener nasib mu Fisha....
kenak kehamilan simpatik ini si Adrian😆😆😆😆