NovelToon NovelToon
From Duks Till Dawn

From Duks Till Dawn

Status: sedang berlangsung
Popularitas:158
Nilai: 5
Nama Author: Cherry_15

Seorang perempuan cantik dan manis bernama Airi Miru, memiliki ide gila demi menyelamatkan hidupnya sendiri, ditengah tajamnya pisau dunia yang terus menghunusnya. Ide gila itu, bisa membawanya pada jalur kehancuran, namun juga bisa membawakan cahaya penerang impian. Kisah hidupnya yang gelap, berubah ketika ia menemui pria bernama Kuyan Yakuma. Pria yang membawanya pada hidup yang jauh lebih diluar dugaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Rasa Dalam Canda

“Hmm… sepertinya, sudah terlalu malam jika mau pulang?” ucap Ryuka tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka, di tengah perjalanan yang ditemani rembulan.

“Eh?” tanya Airi tak mengerti.

Rakuyan menyembunyikan senyuman jahil dibalik maskernya. “Halaman belakang rumahku sudah gelap jika sudah semalam ini, karena belum sempat menyalakan lampu dari dalam,” ucapnya mulai memberi penjelasan.

“Lalu?” tanya Airi masih belum sepenuhnya mengerti.

“Dan karena rumahku masih terkunci dari dalam, harus naik tangga dari halaman belakang menuju jendela kamarku. Bukankah berbahaya, jika harus naik tangga dalam keadaan gelap?” Ryuka memberikan penjelasan lebih.

“Ah, benar juga ya?” Airi mulai paham.

Ryuka kembali menyembunyikan senyuman dibalik maskernya, merasa semakin dekat dengan rencana nakalnya. “Jadi, bagaimana jika malam ini kita menginap di hotel?” tawarnya.

“Eeh..!?” Airi terkejut mendengar ajakan tersebut.

“Tenang saja, aku akan mengusahakan cari dua kamar.” bujuk Ryuka sedikit mengelabui.

“Hmm.. bukan masalah kamarnya. Tapi, hotel? Bukankah itu mahal?” Airi masih ragu menerima tawaran tersebut.

“Sudah kubilang, tak perlu memikirkan biaya saat bersamaku!” Ryuka mulai kesal dengan perempuan yang selalu terlihat meragukannya.

“Maaf, tapi.. tapi aku.. aku hanya.. belum terbiasa mendapatkan hal yang mahal dan mewah seperti ini. Kau tahu? Sejak kecil, aku sudah merasa tercukupi dengan kesederhanaan.” Airi mulai jujur, terbuka apa adanya.

“Jika begitu, ini saatnya kau merasakannya! Kau sendiri yang mengatakan, kita tak perlu terjebak di masa lalu. Nikmati saja masa kini dengan pengalaman bahagia yang baru!” bujuk Ryuka, dengan riang.

Airi sedikit merenungkan kata-kata Ryuka, mempertimbangkan keputusannya. “Baiklah, mari kita coba hal baru yang menyenangkan!” jawabnya kemudian.

Ryuka tersenyum lega, rencananya sudah satu langkah lebi dekat. Pria itu memang cukup nakal dan banyak tipu muslihat, namun ia tak pernah memiliki niat untuk mencelakai atau melakukan hal yang melewati batas.

Mereka pun melanjutkan perjalanan dalam hening, mencari hotel yang akan mereka jadikan tempat istirahat malam ini. Namun di tengah perjalanan, hal mengerikan terjadi.

Tiba-tiba saja mereka mendengar suara lonceng-lonceng kecil, juga melihat asap dari arah depan. Cukup menegangkan, mendapati situasi seperti ini di malam yang sepi.

Namun ketika aroma dari asap itu tercium, mereka berdua menyadari siapa penyebab dari situasi mengerikan ini. Sesaat mereka saling melempar tatapan jahil, memiliki ide usil.

Ryuka, melepaskan ikat rambut dari Airi, juga menatanya agar terlihat sesuai dengan yang mereka rencanakan. Ya, sedikit dikedepankan hingga menghalangi sebagian wajah.

Setelah itu, Airi memetik beberapa helai daun dari semak-semak di sekitar, lalu berlari kecil ke arah sumber asap tersebut. Sedangkan Ryuka memperhatikan dari jauh, menunggu saat yang tepat untuk menyusul.

“Pak, satenya masih ada?” tanya Airi dengan suara yang teramat lembut, sesaat setelah mendekati sumber asap tersebut.

Yang ditanya, menghentikan gerobaknya. “Ada, dek. Mau beli berapa?” tanyanya kemudian.

“Satu tusuknya berapa, Pak?” tanya Airi lagi, masih dengan nada bicara yang teramat lembut.

“Satu tusuknya 2000, tapi kalau buat adek cantik, 1000 saja, tak masalah.” jawab bapak penjual sate, sedikit merayu Airi.

Sebenarnya Airi merasa geli mendengar rayuannya itu, namun ia tetap menjaga perannya agar tidak terbongkar. “Waah..! Serius Pak? Jika begitu, saya beli 20 tusuk, bungkusnya dipisah ya!” ucapnya dengan nada diayunkan.

“Ah, baiklah..! 20 tusuk sate dengan bungkus terpisah, akan segera disiapkan!” ucap bapak penjual sate, dengan riang gembira.

Airi pun memperhatikan tukang sate tersebut, menyiapkan dan membakar sate pesanannya dengan semangat. Sesekali dia membuka topik pembicaraan, mengajaknya berbincang ringan.

Hingga saat satenya telah jadi, Airi memberikan beberapa daun pada penjual sate tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika melihat daun yang Airi berikan.

“Dek, mengapa malah memberi daun?” tanyanya mulai takut, sesekali melirik kearah kaki Airi.

“Eh, salah ya Pak? Tapi, di dunia saya bentuk uangnya seperti ini.” Airi kian bicara dengan teramat lembut, lalu sedikit tertawa layaknya hantu.

Penjual sate itu semakin takut dibuatnya, tak bisa mengatakan apapun lagi. Wajahnya pucat, juga tubuhnya dibanjiri oleh keringat dingin.

Tak lama setelah itu, Ryuka mendekat. “Sayang, ini uangnya ketinggalan!” ucapnya setelah sampai di dekat Airi, memberikan satu lembar uang dengan nominal paling besar.

“Eh? Tapi aku sudah bayar, ko..” ucap Airi, pura-pura polos. Penjual sate itu sedikit bingung dibuatnya.

“Bayar pakai apa!? Aku belum memberimu uang!” tanya Ryuka, mulai bermain peran.

“Pakai itu,” jawab Airi polos, sembari menunjuk ke arah daun.

“Haduh! Daun!? Harus berapa kali aku ingatkan, daun itu bukan uang! Usil banget sih!” tegur Ryuka, pura-pura kesal pada Airi.

Airi hanya terkekeh. Sedangkan penjual sate masih tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Ia hanya menatap heran ke arah Airi dan Ryuka secara bergantian.

“Maaf ya, Pak. Pacar saya memang usil, hobinya bayar sate pakai daun. Ini, Pak, sebagai gantinya, ambil saja kembaliannya.” ucap Ryuka pada penjual sate, sembari memberikan uang tersebut padanya.

Airi dan penjual sate itu terkejut mendengarnya. Penjual sate terkejut karena mendapat bayaran lebih, sedangkan Airi terkejut karena disebut sebagai pacar oleh Ryuka.

Dia tak mengerti, apakah ini bagian dari rencana usilnya atau memang serius mengungkapkan harapannya. Namun ia berusaha menepis perasaan aneh itu, dan menganggapnya sebagai sebuah candaan.

“Ah, iya. Tak apa, kak. Terima kasih, ya.” jawab penjual sate itu masih sedikit gugup, lalu kembali mendorong gerobaknya pergi.

Tak lama setelah itu, Airi dan Ryuka pun melanjutkan perjalanannya dalam hening. Awalnya Ryuka hanya menyentuh puncak kepala Airi saja, namun secara perlahan tanganya bergeser pada bahu, sempat mengusap lembut lehernya dalam perjalanan pindah.

Airi kian gugup akan perlakuan itu, ia tak mengerti mengapa Ryuka masih bersikap romantis saat penjual sate sudah tak terlihat lagi.

Ingin dirinya juga merangkul pinggang pria disebelahnya, namun ragu karena takut membuatnya merasa tak nyaman. Saat Airi memberanikan diri untuk melakukan itu, Ryuka melepaskan genggamannya dari bahu.

Ryuka tertawa lepas setelahnya. “Kau lihat ekspresi bapak itu tadi? Lucu sekali, sampai berkeringat begitu!” ucapnya sembari terus tertawa.

Airi hanya mengangguk ragu tanpa suara. Ryuka yang menyadari kejanggalan pada Airi, menghentikan sejenak langkahnya. Ia menyentuh hangat kedua bahu Airi dihadapannya, sembari menatap cemas.

“Airi? Ada apa?” tanyanya dengan penuh kelembutan. Airi hanya menggelengkan kepalanya tanpa suara, pandangannya kosong.

Merasa tak ingin mengganggu privasinya, Ryuka pun kembali berjalan. Kali ini ia merangkul area pinggang Airi, hampir mendekati pinggul.

Larut dalam lamunan, tak mengerti mengapa Airi jadi membisu seperti ini. Pikirannya mencoba mencari jawaban, namun tak tertemui. Ia rasa, dirinya tidak melakukan kesalahan hari ini.

Hingga sampai pada hotel, mereka memasuki lobinya secara bersamaan dalam keadaan cangnggung. Ryuka menyuruh Airi tunggu di lobi sementara ia memesan kamar hotel di resepsionis.

“Airi, maaf ya. Kamar di hotel ini penuh, hanya tersisa satu kamar. Kau tak apa satu kamar denganku?” tanyanya sedikit berbohong, setelah memesan kamar dan kembali pada lobi.

Lagi, Airi hanya mengangguk dengan tatapan kosong. Membuat Ryuka semakin khawatir padanya, namun tak ia tunjukkan.

“Yasudah, ayo kita ke kamar!” ajak Ryuka, memaksakan sikap riang. Airi hanya mengangguk dan mengikuti langkah Ryuka.

Sesampainya di kamar, mereka membersihkan diri secara bergantian. Masih dalam keadaan hening yang menambahkan kecanggungan.

“Kau lapar? Mau makan satenya?” tanya Ryuka, masih berusaha mencairkan suasana canggung ini. Airi hanya menggelengkan kepala.

“Jika dimakan besok, satenya akan basi. Ini kan pakai bumbu kanang,” ucap Ryuka, kembali membujuk suara dari Airi.

Namun gadis itu hanya menunjuk kulkas yang tersedia di sudut kamar. Melihat itu, Ryuka tersadar bahwa Airi benar-benar tak ingin makan sate, juga tak ingin bersuara.

Ryuka meletakan sate itu pada kulkas, lalu kembali pada ranjang tempat Airi masih terduduk bersama berjuta lamunan. Pria itu sempat menghela napas berat.

“Airi, ada apa? Jika aku membuat kesalahan, tolong sampaikan. Aku tak tega terus menerus melihatmu seperti ini.” tanya Ryuka, dengan penuh kelembutan, mengusap hangat tangan Airi.

Kali ini Airi bersuara. “Aku hanya tak mengerti, mana yang bercanda dan mana yang serius dari ucapanmu.” jawabnya jujur.

Ryuka sempat tersentak dan merenungi jawaban itu, lalu kembali bertanya. “Ucapanku yang mana, yang membuatmu tak mengerti?”

“Kau mengakui pada penjual sate itu, bahwa aku adalah pacarmu. Jika niatnya hanya jahil, bisa pura-pura menjadi adik kakak saja, kan?” jawab Airi, akhirnya benar-benar jujur menyuarakan isi hatinya.

“Apa kau tak nyaman, dengan pengakuan itu?” tanya Ryuka memastikan.

“Aku hanya tak mengerti saja, apa maksud ucapanmu?” Airi menjelaskan.

“Airi, jika memang benar aku ingin menjadi pacarmu, apa kau akan menyetujuinya?”

“Tapi kenapa? Kita bahkan baru mengenal tiga hari lalu!”

Ryuka tersentak mendengarnya. Ia juga tak mengerti, mengapa tiba-tiba mengatakan hal itu. Namun melihat respon dari Airi, ia tersadar bahwa pengakuan ini terlalu cepat terucap.

Lagipula, pria itu juga masih belum sepenuhnya sembuh dari trauma. Airi benar, mereka baru saling mengenal selama beberapa hari. Belum terlihat dengan jelas, kesetiaan dan komitmen yang akan benar-benar terjalin setelahnya.

“Kau benar. Mungkin ini memang terlalu cepat bagi kita, maaf. Mari kita saling mengenal lebih dalam dulu, sebelum memutuskan hal yang sejauh itu.” ucapnya sendu. Dadanya terasa pilu saat mengatakan hal itu.

Airi hanya mengangguk. Sejujurnya, hatinya juga pilu mendengar keputusan itu. Ia sudah sangat nyaman meski baru mengenal Ryuka tiga hari, dan ia sedikit berharap bisa memiliki hubungan yang lebih jauh lagi.

Namun yang bisa ia lakukan saat ini, hanyalah mengikuti saja alur yang Ryuka berikan. Ia juga paham bahwa pria itu masih dipenuhi trauma, ia tak ingin memaksakan kehendaknya.

Tak lama setelah percakapan itu, Airi yang sudah teramat lelah pun terlelap. Ryuka hanya bisa memandangi wajah damainya sembari tersenyum hangat.

Sesekali, ia membelai lembut rambut gadis disebelahnya. Pandangannya menjalar ke area tubuh Airi yang lain, dan tersenyum tipis setelahnya.

“Mau dilihat berapa kali pun, dari sudut manapun, ia tetaplah sempurna.” gumamnya dengan suara yang teramat kecil.

“Tapi aku tak boleh hanya menilai tubuhnya, kan? Mengapa aku tak bisa fokus pada sikapnya?” lanjutnya meragukan perasaan sendiri.

Ryuka pun akhirnya berbaring di sebelah Airi, memandangi langit-langit kamar hotel sembari membiarkan lamunannya berkelana.

Ia tak mengerti alasannya, namun ia selalu merasa nyaman dan hangat ketika berada di dekat Airi. Apakah itu memang benar karena cinta? Terlalu dini untuk memutuskan, kan?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!