Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Andai
"Eughh,, oaahhhhmm jam berapa ini?" Misha terbangun dari tidurnya sambil menguap lebar.
Misha meraba-raba kasur guna mencari ponselnya. Merasa tak menemukan apa yang dia cari, dia lalu bangun dan terduduk. Matanya menangkap suatu barang.
"Astaga, gue lupa. Ternyata gue semalam gak mimpi. Ah, ternyata tas gue masih di sana." Dia baru menyadari kalau tasnya masih berada lantai dekat dengan pintu kamar.
Misha lalu beranjak turun dari tempat tidur dan berjalan mengambil tasnya dan merogoh ponselnya.
Dilihatnya jam yang berada dilayar ponselnya menunjukkan pukul 04.45 WIB. Gegas Misha pergi ke kamar mandi untuk bersuci untuk melaksanakan shalat subuh.
Untung dia membawa mukenah, sehingga Misha tidak perlu repot-repot membangunkan Refan.
Setelah selesai dengan kewajibannya, Misha keluar dari kamar dan menuju ke dapur.
"MasyaAllah, gue bener-bener takjub. Dapurnya hampir sama kaya di warung tempat gue kerja. Tapi, lebih mewah ini. wkwk."
Misha langsung mencari bahan-bahan masakan untuk dimasak. Misha memasak nasi terlebih dahulu, setelah itu dia meracik bumbu. Menunggu nasi matang, Misha memotong sosis dan mengocok telur.
"Hei, kamu siapa?" Tiba-tiba datang seorang wanita bersuara keras dan hal tersebut berhasil mengagetkan Misha.
"Duar astaga kompor meleduk." Misha mengangkat kedua tangannya karena terkejut dengan kedatangan seseorang.
'Astaga, ada ondel-ondel disini. Menor banget dandanannya.' Batin Misha.
"Eh, maaf. Gue cuma mau masak. He." Jawab Misha nyengir.
"Emang kamu siapa?"
"Gue, temannya yang punya rumah ini. Emang elo siapa?" Tanya Misha balik.
"Aku kepala pelayan disini. Namaku Arum." Ucapnya memperkenalkan diri.
'Wealah, cuma pelayan toh. Tapi kok, dandanannya kaya begitu. Apa Mas Refan gak salah memilih ya? Malah terlihat kaya wanita pengg0d4.' Batin Misha bergidik ngeri.
"Oh, salam kenal, Arum. Sepertinya elo masih muda. Pinjem dapurnya bentar ya."
"Di sini, Tuan gak pernah sarapan yang berat-berat. Paling Tuan hanya sarapan roti dan susu. Terus, kamu masak untuk siapa?" Ucap Arum ketus dan mimik wajahnya begitu sinis, benar-benar tak bersahabat. Dia tak suka ada wanita muda lain di dalam rumah ini.
"Oh, begitu ya? Ya udah, gue jadinya masak buat gue sendiri aja."
"Terserah deh." Jawabnya sewot.
Arum beranjak pergi. Misha menatap Arum heran.
'Weladhala, si ondel-ondel sewot, ah bodoamat, gue udah keburu laper.' Batin Misha.
Ting!
Setelah nasi matang, Misha langsung memasak nasinya menjadi nasi goreng telur sosis.
Nasi goreng telur sosis ala Misha pun matang, lalu dia memindahkannya ke wadah dan Misha sajikan diatas meja makan.
Terlihat Refan menuruni tangga.
"Wah, baunya harum sekali. Kamu masak apa? Baunya sampai di kamar atas loh."
Misha menoleh kearah Refan.
"Masak nasi goreng, Mas. Mas Refan mau kerja ya? Jam segini udah rapi aja." Jawab Misha juga balik bertanya.
"Iya, ada meeting pagi. Setelah meeting nanti langsung pulang kok." Jawab Refan duduk di kursinya.
Misha mengangguk.
"Sepertinya nasi gorengmu enak. Boleh aku minta?"
"Oh, tentu saja boleh. Bentar Misha ambilkan."
Misha ke dapur dan mengambil piring. Misha kembali ke meja makan dan mengambilkan nasi goreng untuk Refan.
"Ini, Mas. Silahkan dicoba."
"Wah, terima kasih."
Misha tersenyum mengangguk lalu duduk.
Tak menunggu lama, Refan langsung menyantap nasi goreng tersebut.
"Wuah, enak sekali. Mantap betul. Lain kali boleh dong dimasakin lagi."
"Benarkah? Boleh saja, Mas."
"Hmm, kamu begitu pandai memasak. Lidahku aja langsung cocok sama masakanmu. Kalau begini sih bakal betah makan di rumah."
"Kalau gitu, besok-besok Mas Refan bawa bekal aja. Nanti Misha masakin. Cuma, Mas Refan harus menjadikan Misha pembantu di sini. Gimana? Boleh gak aku kerja disini sebagai pembantu?"
Refan menaikkan alisnya sebelah.
"Pembantu? Kamu melamar kerja disini sebagai pembantu? "
Misha mengangguk.
Refan tersadar. 'Astaga, kenapa aku baru sadar? Hah, andai Misha mau menjadi istriku! Eh, tidak tidak, mana mau dia sama aku yang duda ini. Tapi, aku duda ting-ting, bahkan seharusnya pernikahanku dengan Tika, bisa dibilang tidak sah karena wali yang salah. Ah, kenapa aku mendadak begini? Mending aku buang jauh-jauh pikiranku ini.' Batinnya.
"Ah, itu gampang. Sekarang aku mau menikmati nasi goreng ini dulu. Sepertinya aku bakalan nambah ini."
Refan terlihat begitu lahap.
"Boleh boleh, Mas. Mas habiskan juga boleh." Jawab Misha tersenyum.
Dari balik tembok, Arum mengepalkan kedua tangannya. Dia sedari tadi menguping pembicaraan Refan dan Misha.
"Sial, wanita ini bakal mempersulit ku untuk mendekati Tuan. Awas aja kamu." Celetuknya.
Tanpa Arum sadari, sedari tadi Misha sudah melihat Arum yang sedang mengintip dibalik tembok.
'Dih, lihat tuh ondel-ondel, Mas Refan aja mau makan masakan gue. Loe aja yang sok sotoy.' Ucap Misha didalam hati.
**
Beralih ke sepasang manusia toxic.
Jam sudah menunjukkan pukul 07.25 WIB. Tapi, Rian dan Tika belum juga bangun dari tidurnya.
Tok! Tok! Tok!
"Rian, Tika. Bangun." Ucap Dewi setelah mengetuk pintu.
Tak ada sahutan sama sekali. Dewi merasa kesal.
Dor! Dor! Dor!
Yang semula hanya ketukan kini berubah menjadi gedoran.
"Rian, Tika. Bagun. Ini sudah siang." Teriak Dewi.
"Eugh. Apa-apaan sih? Masih pagi juga udah berisik. Ganggu orang tidur aja." Gerutu Tika.
"Rian, bangun. Kamu gak masuk kerja?" Ucap Dewi di seberang sana.
"Mas, Mas. Bangun. Itu Mama sedari tadi menggedor pintu." Ucap Tika menggoyang-goyangkan lengan Rian agar cepat terbangun.
"Lagian kenapa gak kamu aja sih yang bukain pintu?"
"Gak mau, ah. Aku masih ngantuk." Jawab Tika yang malah menarik selimut dan kembali memejamkan matanya.
Dengan malasnya Rian pun bangun dan beranjak.
Ceklek!
"Ada apa sih, Ma? Ini masih pagi, kenapa gangguin orang tidur?"
"Masih pagi gimana? Kamu gak lihat jam? Bukannya kamu masuk pagi hari ini. Kataku semalam ada meeting pagi."
"Hah, astaga, Rian lupa, Ma." Jawabnya menepuk dahi.
Rian lalu melihat jam.
"Loh, sudah siang ini. Ma, aku terlambat ini, Ma."
Rian begitu panik.
"Ya sudah kamu siap-siap dulu. Mama mau turun."
Dewi pun berlalu pergi.
Tanpa menjawab, Rian langsung menutup pintu dan masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu dia mencari pakaian kerjanya.
"Kenapa di almari pakaian kerjaku gak ada?"
Rian mencari dan menyambar pakaian yang ada, itupun masih kusut belum disetrika. Segera dia memakainya.
"Astaga ini dasi sama kaos kaki juga dimana?"
Rian nampak kebingungan.
Rian membangunkan Tika. "Tika, Tika, bangun dong. Bantu aku nyari dasi dan kaos kaki. Aku sudah terlambat ini."
"Eughh, cari aja sendiri, Mas. Aku masih ngantuk. Jangan ganggu deh." Jawab Tika tanpa membuka matanya.
Rian mengacak-acak rambutnya.
"Kenapa baru sehari aja aku udah kelimpungan begini sih?" Ucap Rian serasa frustasi.
Akhirnya Rian memakai dasi yang kemarin dia pakai dan itu tidak senada dengan pakaiannya. Juga dia langsung mengenakan sepatu tak memakai kaos kaki.
Rian langsung turun kebawah. Dibawah ada Dewi baru selesai membuat teh.
"Ma, aku berangkat dulu. Aku udah terlambat banget ini."
Dewi menatap Rian yang terlihat kusut.
"Tika mana?"
"Dia masih tidur, Ma. Biarin aja. Ya udah aku berangkat dulu ya, Ma."
Dewi mengangguk.
"Hati-hati dijalan."