"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati. Apapun yang ada di dalam diri kamu, hanyalah milik saya!" Kalimat yang keluar dari mulut pria tampan di hadapannya ini membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang saat pria itu semakin menatapnya dengan tatapan intens.
.....
Feby Ayodhya Larasati gadis cantik dan periang yang duduk di bangku SMA.
Tak hanya parasnya yang cantik, dia juga memiliki prestasi yang sangat bagus di sekolah. Impian dalam hidupnya hanya satu, yaitu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.
Kehidupannya selama ini selalu berjalan lancar namun, tidak saat ia bertemu dengan pria bernama Arka William Megantara.
Pertemuan yang berawal dari mimpi, kini berubah menjadi nyata. Pertemuan yang berawal dari kesalahpahaman, kini berubah menjadi hubungan pernikahan.
.....
Arka William Megantara, seorang CEO muda yang memiliki paras tampan, tubuh tegap, tinggi, dan atletis. Dia adalah satu-satunya pewaris tunggal di perusahaan Mega
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Briany Feby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Kesalahpahaman besar
Setelah kepergian Arka, Feby semakin merasa gelisah. Ia merasa begitu bersalah kepada Arka. Arka pasti berpikir ia dan Evandra benar-benar menjalin hubungan.
Bagaimana jika Arka mengadukan hal itu kepada Ayah dan Ibunya? Di rumah suaminya, ia bermesraan dengan pacarnya. Apa yang akan dipikirkan oleh kedua orang tuanya?
Kegelisahan tersirat begitu jelas di wajah Feby hingga membuat Evandra pun merasakannya.
"Feb Lo kenapa sih? Kok keliatan gelisah gitu?" Tanya Evandra.
'Ini semua gara-gara kamu Van..! Aku gak tau gimana harus ngadepin Tuan Arka nanti' Batin Feby.
Feby menatap Evandra dengan tatapan kesal. Rasanya ia ingin sekali menyalahkan pria itu atas tindakannya yang menimbulkan kesalahpahaman diantara ia dan Arka.
Namun bagaimana jika Evandra curiga dengan hubungannya Arka? Apa yang harus ia lakukan?
"Nggak, aku capek Van. Aku cuma mau istirahat" Jawab Feby.
"Ya udah Lo istirahat dulu sana. Gue tungguin di sini"
"Nggak perlu Van. Lebih baik kamu pulang aja nggak apa-apa"
Tolak Feby berusaha bersikap sabar.
Namun Evandra masih bersikeras untuk menemani Feby. Padahal Aji dan Manda sudah pulang terlebih dahulu setengah jam yang lalu karena mendadak mereka ada urusan.
Namun pria itu, bukannya pulang bersama Aji dan Manda dia justru memilih untuk tetap di sini dengan alasan ingin menemani Feby.
"Nggak apa-apa Feb. Lo lagi sakit gue nggak tega ninggalin Lo sendirian. Lagian om lo juga kerja sampai sore kan?"
"Plis Van kamu pulang aja... Aku nggak mau ada yang salah paham tentang hubungan kita"
Pinta Feby seraya dengan tatapan memohon kepada Evandra.
"Salah paham? Siapa yang bakalan salah paham? Gue sayang sama Lo Feby..."
Evandra hendak meraih tangan Feby, namun gadis itu langsung mundur beberapa langkah menjauh dari Evandra. Hal itu membuat raut wajah Evandra berubah menjadi kecewa.
"Tolong Van jangan nambah masalah di hidup aku... M-maaf tapi, aku nggak bisa bales perasaan kamu"
Ucap Feby seraya menjauh.
Evandra langsung diam membisu mendengar itu kalimat itu keluar dari mulut Feby. Ia menatap Feby dengan tatapan yang berbeda. Kekecewaan terlihat begitu jelas di wajah pria itu. Hal itu membuat Feby merasa sedikit bersalah.
"Maafin aku Van..." Cicit Feby sekali lagi meminta maaf.
"Lo nggak perlu minta maaf Feb. Mungkin saat ini lo nggak bisa bales perasaan gue. Tapi gue bakalan berusaha agar lo bisa jatuh cinta sama gue Feb. Karena lo hanya milik gue Feb" Evandra mengatakan hal itu dengan penuh keyakinan.
Feby memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Ucapan dari Evandra semakin membuat runyam isi kepalanya. Di satu sisi ia tidak tega mematahkan hati Evandra.
Namun di sisi lain, ia tidak mungkin mengkhianati Arka yang berstatus suaminya.
'Maaf tapi sampai kapanpun, aku nggak bakalan bisa bales perasaan kamu Van... Semua perjuangan yang kamu lakuin itu sia-sia' Batin Feby.
"Lebih baik kamu pulang sekarang Van. Aku nggak enak sama Om Arka tadi dia keliatannya marah banget. Aku nggak mau buat dia makin marah dan salah paham dengan keberadaan kamu di sini" Feby mengalihkan pembicaraan.
Kening Evandra berkerut.
"Kenapa dia harus marah Feb?"
Tanya Evandra.
"Karena dia nggak suka liat aku deket-deket sama temen cowok aku. Tolong Van tinggalin aku sendiri... Aku nggak mau dia salah paham..."
Evandra mengangkat salah satu alis tebalnya seraya terkekeh kecil.
"Kenapa lo bicara seakan-akan lo sama om lo itu suami istri sih?"
"A-apa maksud kamu?!" Tanya Feby terbata-bata. Raut wajah gadis itu langsung berubah seketika.
Melihat perubahan di wajah Feby, Evandra langsung tertawa terbahak-bahak hingga membuat matanya berair. Suara tawa Evandra menggema hingga seluruh ruangan.
"Van! Aku serius! Kamu mau pulang sekarang atau aku panggilin satpam?!" Ancam Feby yang mulai naik pitam dengan tingkah Evandra.
Namun Evandra masih saja tertawa terbahak-bahak sampai akhirnya Feby pun memutuskan untuk mengambil tindakan. Gadis itu tak tahan dengan sikap menyebalkan Evandra. Ia memukul kepala Evandra dengan sebuah bantal dengan sekuat tenaga. Hal itu membuat Evandra langsung terkejut.
"Feb! Lo bisa bikin kepala gue pecah tau nggak!" Dengus Evandra seraya memegang kepalanya.
Bruk!
Bruk!
"Kalau kamu nggak mau pergi secara baik-baik, aku bakalan nunjukin cara lain supaya kamu mau pergi!" Teriak Feby dengan wajah yang memerah.
Feby terus memukul kepala Evandra dengan bantal. Evandra berlari keluar dari rumah untuk menghindari pukulan mau dari Feby. Namun gadis itu tidak menyerah, ia terus saja menghajar Evandra sampai membuat pria itu pada akhirnya menyerah.
"Oke-oke Feb! gue pulang sekarang. Tolong berhenti Feb. Lo bisa bikin wajah tampan gue rusak!" Ucap Evandra dengan napas terengah-engah karena berlari menghindari amukan Feby.
"Ya udah sana pulang! Atau mau aku pukul lagi pake batu sampai kepala kamu pecah?!" Sungut Feby akhirnya berhasil membuat Evandra pulang.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Matahari perlahan menenggelamkan diri di hamparan langit yang luas. Semburat oranyenya menciptakan sebuah keindahan. Di dalam ruangannya, Arka menatap hiruk-pikuk jalanan lewat sebuah jendela. Tangan kanan Arka terus menggenggam sebuah gelas berisikan alkohol.
Hari mulai gelap, semua karyawan Arka telah pulang. Keadaan kantor megah tersebut telah sepi. Namun Arka masih enggan untuk kembali ke rumah.
Pria tampan itu telah menghabiskan kurang lebih 5 botol minuman hingga membuatnya perlahan mulai kehilangan kesadaran diri.
Namun Arka terus saja menenggak minuman itu untuk menghilangkan bayangan Feby yang terus menghantui pikirannya setiap detik.
Arka tidak pernah menyangka ia akan berada dalam situasi kacau seperti ini hanya karena seorang wanita. Sejak dulu, ia tidak pernah sekalipun tertarik untuk berurusan dengan wanita.
Bahkan tidak ada waktu satu detik pun yang ia habiskan untuk memikirkan wanita. Namun sekarang, saat ia bertemu dengan Feby semuanya berubah seratus delapan puluh derajat. Ia bahkan tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu untuk setengah detik saja.
Arka terus saja menuangkan minuman di dalam gelas lalu menenggaknya dengan kasar.
Hingga pada akhirnya, pria itu benar-benar kehilangan kesadarannya akibat terlalu banyak minum. Arka tergeletak tak sadarkan diri di dalam ruangannya.
Tak terasa waktu pun berlalu. Jam tangan rolex mahal yang melingkar di pergelangan tangan Arka menunjukan pukul 23:45.
Arka mengusap wajah tampannya dengan kasar. Ia perlahan-lahan berusaha mengumpulkan kesadarannya untuk bisa bangkit berdiri.
Namun sialnya begitu ia berusaha bangkit, seluruh bumi seakan berputar dalam pandangannya. Dengan setengah sadar, ia meraih jas miliknya lalu perlahan berjalan keluar dari ruangannya.
Pria itu berjalan dengan hati-hati karena semua yang ia lihat terasa berputar-putar. Arka sempat beberapa kali hampir kehilangan keseimbangannya. Namun saat ia hampir jatuh, tiba-tiba sebuah tangan lentik memegang lengan kekar Arka hingga membuatnya tidak jatuh.
Seorang gadis cantik dengan dress biru navy yang melekat sempurna di tubuh indahnya membantu Arka. Gadis itu menunjukkan senyuman terbaiknya untuk memikat Arka. Namun bukannya terpikat, Arka justru langsung menghempaskan tubuhnya dengan kasar hingga membuat gadis itu jatuh di atas lantai.
BRUK!
"Aw...! Pak Arka kenapa mendorongku? Aku berniat baik.
Aku hanya ingin menolong Pak Arka..." Ucap gadis itu dengan nada yang dibuat-buat sedih agar Arka merasa iba kepadanya.
"Pergi Clarisa! Saya tidak membutuhkan bantuanmu!" Bentak Arka justru membuat gadis itu tersenyum.
"Jadi Pak Arka masih mengingat nama aku?" Clarisa mendekati Arka dengan senyum penuh arti.
Namun Arka langsung menjauh dengan kondisi yang masih sempoyongan. Meskipun dengan keadaan setengah sadar, Arka masih bisa mengenali dengan jelas wajah gadis itu yang tak lain adalah Clarisa Agistya.
"Untuk apa kamu datang ke kantor saya? Jam kerja sudah selesai. Jika kamu memiliki urusan bisnis, kamu bisa kembali besok dan bertemu dengan asisten pribadi saya"
Ujar Arka dengan wajah dingin pada Clarisa.
"Tolong bantu aku berdiri dulu Pak. Kakiku sepertinya terkilir sakit sekali..." Pinta Clarisa seraya mengulurkan tangannya pada Arka. Berharap Arka akan membantunya untuk berdiri.
Namun Arka justru meninggalkannya begitu saja. Wajah Clarisa langsung berubah menjadi kesal karena Arka mengabaikannya begitu saja. Pada akhirnya ia pun bangun sendiri dan berlari kecil untuk mengejar Arka.
Clarisa langsung meraih tangan Arka. Namun Arka justru melayangkan tatapan tajam pada gadis itu.
"Tolong jaga batasan kamu nona Clarisa!"
"Maafkan aku Pak Arka. Aku hanya ingin membantu Bapak. Lebih baik Pak Arka bermalam di apartemenku saja yang kebetulan jaraknya dekat dari sini. Sekarang sudah sangat larut malam bahaya kalau Pak Arka pulang sendiri apalagi dengan kondisi mabuk seperti ini" Saran Clarisa.
"Tidak, istri saya menunggu saya di rumah" Tolak Arka mentah-mentah.
"Bukannya istri Pak Arka sedang bersama teman laki-lakinya?" Tanya Clarisa dengan senyum licik. Hal itu membuat raut wajah Arka berubah.
"Bagaimana kamu bisa tau?!" Tanya Arka.
Clarisa langsung terkekeh kecil mendengar pertanyaan Arka. Gadis itu memberikan hp miliknya pada Arka. "Bagaimana aku tidak tau? Kabar itu sudah sudah tersebar di media sosial!" Jawab gadis itu.
Rahang Arka langsung mengeras setelah melihat foto Feby dan Evandra di media sosial. Amarah di hati Arka kembali terbakar.
Melihat itu Clarisa hanya tersenyum puas. Ia merasa benar-benar berhasil membuat Arka membenci Feby.
"Sudah lah Pak Arka, tinggalkan saja istri Pak Arka itu. Lagian apa yang menarik dari istri Bapak? Dia hanya seorang gadis kecil yang sama sekali tidak pantas bersanding dengan Pak Arka" Clarisa mulai memanfaatkan keadaan Arka.
Gadis itu mulai bertindak lebih berani lagi. Ia perlahan-lahan mendekati Arka dan memeluk tubuh Arka dari belakang. Tangan gadis itu bergerak mengelus dada bidang Arka lalu mulai turun ke bawah.
Arka hanya diam saja. Ia bukannya menikmati sentuhan dari Clarisa namun pikirannya terus tertuju pada Feby. Hatinya terasa semakin terbakar melihat foto Feby dan Evandra di media sosial. Banyak orang-orang yang berkomentar mendukung hubungan mereka berdua padahal ia adalah suami sah Feby.
Jari-jari lentik Clarisa mulai melepaskan kancing kemeja Arka satu persatu. Senyuman di wajah gadis itu terus mengembang karena ia berpikir Arka juga menikmati sentuhannya. Padahal tidak demikian.
Sampai pada akhirnya, Clarisa berhasil melepaskan semua kancing kemeja Arka. Wajah Clarisa bersemu melihat pemandangan yang luar biasa. Kedua mata Clarisa tak mampu berkedip melihat tubuh kekar dan berotot milik Arka yang kini terekspos sempurna di depannya.
"Izinkan aku mengobati luka Pak Arka. Aku berjanji akan mengubah luka Pak Arka menjadi sebuah kebahagiaan malam ini. Lupakan gadis itu. Aku ada di sini untuk menggantikannya..." Ujar Clarisa dengan tangan yang mulai menjelajahi setiap lekuk tubuh Arka.
Hingga pada akhirnya, Clarisa menyentuh bagian sensitif Arka dan mulai memainkannya. Arka yang hanya seorang pria normal, mulai bereaksi mendapatkan sentuhan dari gadis itu. Tubuh Arka menegang seketika. Clarisa menatap Arka dengan tatapan menggoda. Tangan gadis itu terus memberikan sentuhan pada titik sensitif Arka.
"Sial! Hentikan Clarisa! Jaga batasan kamu!" Erangan Arka membuat Clarisa langsung tersenyum puas karena ia merasa berhasil membangunkan kejantanan Arka.
Namun detik berikutnya senyuman di wajah gadis itu langsung sirna seketika karena Arka tiba-tiba saja mendorong tubuh Clarisa dengan sangat kuat.
BRUKKKK!
Tubuh Clarisa terpental jauh hingga gadis itu tersungkur di atas lantai.
Untuk kedua kalinya Arka mendorongnya, namun kali ini, Arka mendorong Clarisa lebih kuat dari sebelumnya.
Tubuh gadis itu langsung beradu dengan inginnya lantai granit di ruangan Arka. Pria di hadapannya itu sama sekali tidak memiliki rasa iba sedikitpun melihat kondisi Clarisa yang saat ini terlihat menyedihkan. Arka justru melayangkan tatapan tajam yang menusuk hingga ke jantung Clarisa.
"Bahkan sehelai rambut Feby lebih berharga dibandingkan seluruh tubuh kamu! Kamu akan menanggung akibat dari tindakan kurang ajar kamu ini!" Bentak Arka lalu segera keluar dari ruangannya meninggalkan Clarisa begitu saja.
______________________________________
Kalian tim siapa?
Feby-Arka
Feby-Evandra
Atau Clarisa-Arka 😂
Feby lagi overthinking mikirin
Mr. Arka yang nggak pulang-pulang. Eh tau-tau lagi digodain sama Clarisa!