Bacin Haris seseorang mencari ibunya yang hilang di dunia lain yang disebut sebagai Black World. Dunia itu penuh dengan kengerian entitas yang sangat jahat dan berbahaya. Disana Bacin mengetahui bahwa dia adalah seorang Disgrace, orang hina yang memiliki kekuatan keabadian. Bagaimana Perjalanan Bacin didunia mengerikan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nightmares
Bacin mengangguk, merasakan ketegangan yang kental di udara. Apa yang dikatakan Zein bukan hanya sebuah peringatan, itu adalah ancaman yang sangat nyata. Setelah beberapa saat, Bacin berjalan menuju lift, tubuhnya terasa kaku, seakan setiap langkah menuju pintu keluar hotel semakin berat.
Begitu pintu lift terbuka, Bacin segera melangkah keluar dan berjalan menuju pintu depan hotel. Namun, saat dia mendekati pintu keluar, tubuhnya membeku. Di sana, berdiri dengan tenang, adalah sosok wanita yang familiar. Rain. Wanita itu berdiri dengan sikap yang angkuh, matanya menatap Bacin dengan senyuman yang dingin dan mengerikan. Matanya hanya tatapan yang penuh dengan misteri dan ancaman. Senyuman itu, begitu mengenalnya, membawa kembali kenangan kelam yang menakutkan.
Bacin menahan napas, tubuhnya serasa terhenti sejenak. "Kamu..." suara Bacin tersekat di tenggorokannya, mengingat pertemuan pertama mereka. Ketika Rain menggorok lehernya dengan cakarnya yang tajam—kenangan itu muncul dengan jelas dalam pikirannya.
Rain tidak bergerak, hanya berdiri di sana dengan senyuman itu, tatapannya seperti menusuk ke dalam jiwa Bacin. "Aku tahu kamu ingin keluar, Bacin," katanya dengan suara rendah, hampir seperti bisikan. "Tapi kau harus tahu, beberapa hal lebih gelap daripada yang kamu bayangkan."
Bacin melangkah mundur, jantungnya berdegup kencang. "Kenapa kamu menghalangiku? Apa yang kamu inginkan?" Bacin bertanya dengan cemas, matanya mulai mencari jalan keluar lainnya.
Rain mengangkat tangan, dan dari telapak tangannya muncul cakarnya yang tajam. Cakar itu memanjang, bersinar dengan bekas darah yang masih menempel di ujungnya, memancarkan aura yang sangat mengerikan. "Ada hal-hal yang lebih buruk dari Black World yang menunggu di luar sana. Kadang... lebih baik tetap berada di tempat yang aman," katanya sambil mendekatkan cakarnya ke depan wajah Bacin.
Sosok itu bergerak perlahan, wajahnya tetap terbungkus dalam bayang-bayang misteri. Hanya ada suara langkah sepatu yang bergema di lorong hotel yang sepi. Setiap langkah Rain terasa seperti tekanan yang semakin mendalam, seperti ada beban yang berat menindih dada Bacin. Kegelapan yang lebih dalam terasa mengintai, seperti sosok-sosok dari dunia yang tak terlihat mengawasi dari jauh.
Bacin merasa dirinya semakin terperangkap. Bagaimana dia bisa keluar? Apa yang sebenarnya dimaksud oleh Rain? Dia mencoba untuk bergerak, namun tubuhnya terasa berat, seolah gravitasi telah berubah—semuanya seperti berjalan dalam waktu yang sangat lambat. Setiap detik terasa panjang dan mencekam.
"Jangan berusaha kabur," suara Rain terdengar lebih dingin. "Ada yang mengawasi. Jika kau mencoba kabur, mereka akan menemukanmu. Dan kamu tahu apa yang akan terjadi kemudian..."
Pintu hotel perlahan ditutup di belakang Bacin, sementara senyum Rain tetap terpatri di wajahnya. Kegelapan mulai menyelimuti segala sesuatu, dan entitas-entitas yang tersembunyi dalam bayang-bayang mulai terasa lebih dekat. Bacin tahu bahwa pertempuran yang sesungguhnya baru saja dimulai, dan dia harus siap menghadapi sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih menakutkan daripada yang dia kira.
"Pergilah, Bacin," Rain akhirnya berkata, seolah memberi izin. "Tapi ingatlah... tidak ada jalan keluar dari Black World. Semua jalan akan membawa kita kembali ke titik yang sama."
Bacin melangkah keluar dari hotel kesialan, menatap jalanan yang menghadap ke selatan. Suasana sekitarnya begitu suram, dengan kabut hitam yang menggantung di udara, seolah menyelimuti setiap inci dari kota yang penuh dengan rahasia. Kabut ini tidak biasa—lebih pekat dan tebal dari yang bisa dia bayangkan. Seperti sesuatu yang hidup, sesuatu yang mengintai di baliknya. Kabut itu seakan bergerak, berputar-putar, menutupi setiap sudut yang bisa dijangkau oleh pandangan mata.
Setiap langkah Bacin terasa lebih berat, setiap napasnya terasa sesak, dan di dalam hatinya, perasaan cemas terus berkembang. Suara-suara aneh mulai terdengar—bayang-bayang bergerak, berkelebat dalam kabut yang gelap. Kadang, dia bisa melihat sosok-sosok samar yang hanya bertahan beberapa detik sebelum hilang lagi, seakan muncul dan menghilang dari dunia ini begitu cepat. Apakah itu hanya imajinasinya? Ataukah sesuatu yang lebih menakutkan yang sedang mengawasinya?
Bacin terus melangkah, menembus kabut yang semakin pekat. Hatinya berdegup kencang, dan meskipun sepertinya tidak ada yang tampak jelas, dia merasa ada banyak mata yang menatapnya dari kegelapan. Sosok-sosok yang tersembunyi dalam bayang-bayang kabut itu mengawasi gerak-geriknya dengan penuh perhatian, seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya. Dia bisa merasakannya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain terus maju.
Jalanan yang sepi dan sunyi itu memberikan kesan yang semakin mencekam, dan di sekelilingnya hanya ada deru angin yang terdengar seperti bisikan, menyusup melalui sela-sela dinding dan bangunan yang rusak. Kadang-kadang ada suara langkah kaki samar, tetapi saat Bacin menoleh, tidak ada siapapun di sana. Setiap suara semakin membuat perasaan tidak nyaman menguasai dirinya.
Tiba-tiba, di tengah kabut yang pekat, sebuah sosok muncul di depan Bacin. Sosok itu memandangnya dengan tatapan yang dingin, matanya menyala dalam kegelapan seperti dua titik api yang berbahaya. Tidak ada suara yang keluar dari bibir sosok itu, hanya ada angin yang berdesir perlahan, membawa hawa dingin yang menusuk kulit.
Bacin berhenti sejenak, jantungnya berdebar lebih cepat. "Siapa kamu?" Bacin berbisik, tetapi suara itu tersangkut di tenggorokannya. Sosok itu hanya berdiri di sana, seperti menunggu sesuatu, atau mungkin sedang mengawasi Bacin. Tak ada jawaban. Hanya ada kabut yang semakin mengental, semakin pekat, dan sosok itu semakin dekat.
Namun, sebelum Bacin bisa bereaksi, sosok itu menghilang begitu saja, larut dalam kabut yang seakan menelan semuanya. Bacin mengusap keringat di dahinya, perasaan gelisah semakin menguasainya. Dia harus terus melangkah, tetapi setiap langkahnya semakin terasa lebih berat, seolah dunia di sekitarnya berusaha menariknya ke dalam kegelapan yang dalam.
Tidak ada yang bisa Bacin percayai lagi. Semua yang ia lihat, semua yang ia rasakan, bisa jadi hanyalah tipuan dari dunia yang tidak lagi nyata. Ketika dia mendongak, dia bisa melihat langit yang penuh dengan awan gelap, seolah ada sesuatu yang mengintai di atas sana, menunggu untuk menyerang.
Meskipun kabut di sekitarnya menambah ketakutan, Bacin tahu bahwa dia tidak bisa berhenti. Misi ini sudah di depan mata, dan dia harus menemui siapa pun yang mengetahui tentang Victor dan Morgan. Meskipun begitu, semakin dalam dia masuk ke dalam jalan yang terjal ini, semakin jelas bahwa bahaya yang lebih besar sedang menunggunya.
Entitas yang ada di balik kabut ini tidak hanya mengintai, mereka tahu siapa Bacin, dan mereka tahu apa yang akan terjadi jika dia terus maju.
Setiap langkah membawa Bacin semakin dekat ke markas Black World—tempat yang akan mengungkapkan banyak hal, tempat yang akan menguji keberaniannya, dan mungkin juga tempat di mana hidupnya akan berubah selamanya.