Follow IG : base_author
Membaktikan kehidupannya untuk imamnya, peran yang dilakoni Thalia Ruth selama 4 tahun menjalani hidup berumah tangga dengan Andre Miles, suaminya. Di tinggallkan kedua orang tuanya karena kecelakaan menjadikan Thalia yang yatim piatu sepenuhnya menggantungkan hidupnya pada Andre dengan kepercayaan yang tanpa batas. Bagaimana Thalia menjalani kehidupannya setelah Andre mencampakkannya setelah memperoleh semua yang diinginkan?? bahkan ibu mertua pun mendukung semua perbuatan suaminya yang ternyata sudah direncanakan sejak lama.
Menjadi lemah karena dikhianati atau bangkit melawan suaminya... manakah yang dipilih Thalia?
Siapkan tisu dan alat tempur sebelum membaca 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 14
"Tadi katanya ada yang ingin di bicarakan, ada apa Hana?"
Hana tidak langsung menjawab, ia diam sambil memerhatikan Thalia. "Ini tentang suamimu, Tha." Sahut Hanna sambil meraih tangan Thalia.
"Tentang Mas Andre," batin Thalia.
Netra coklat yang dilapisi cairan bening itu mengerjap. Lidah Thalia terasa kelu, sulit untuknya bertanya. "Katakan, Hana? apa yang kamu ketahui?" Akhirnya pertanyaan itu lolos juga dari cela bibirnya yang bergetar.
"Saat di mall tadi... aku melihat Andre" Lanjut Hana memelankan suaranya. Hening, keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Hanna tidak melepaskan tatapannya dari Thalia, melihat dengan jelas perubahan air wajah yang ditunjukkan sahabatnya itu.
Thalia bergeming menunggu Hana melanjutkan lagi ucapannya. "Dia berada di cafe bersama seorang wanita... " jeda Hanna menelan salivanya, tenggorokannya terasa tercekat.
Sungguh bukan hal mudah untuk Hana memberitahu apa yang dilihatnya beberapa jam yang lalu kepada Thalia. Ia juga tidak bisa menyembunyikan dari sahabatnya atas pengkhianatan Andre kepada Thalia.
Thalia tetap tenang, tidak menunjukkan keterkejutan. Ia sudah menduga jika informasi yang dibicarakan Hana berkaitan Andre dan wanita itu.
"Lanjutkan Hana, " Thalia berusaha tegar, ia mengepal satu tangannya yang berada disisi tubuhnya.
"Mereka tidak hanya berdua, Tha. " Nampak kerutan halus di kening Thalia dengan alisnya menukik. "Mamanya Andre juga berada disana."
Thalia membelalakkan matanya. Luka di hatinya belum sembuh sempurna, akan tetapi Andre sudah menabur lagi garam di atas lukanya. "Jadi sudah sejauh itu hubungan mereka?" Bisik Thalia dalam hatinya.
Hanna mengambil ponselnya, ia menunjukkan foto serta video yang direkamnya tadi kepada Thalia.
Tangan Thalia yang memegang ponsel Hanna bergetar melihat video tersebut. Bukan hanya memperkenalkan, bahkan Andre bersikap romantis kepada wanita itu di depan Ibunya.
Pertahanan Thalia runtuh, air mata yang ditahannya pun meleleh. Ia tertunduk. "Ya Tuhan.. " lirih Thalia sambil menepuk dadanya yang terasa sesak.
Hanna menyentuh bahu Thalia, pun Thalia menengok ke arahnya. "Apa kamu sudah mengetahui perselingkuhan suamimu?"
Thalia mengangguk. "Iya, Hana." Balas Thalia, air matanya meluncur lagi. Thalia segera menghapusnya. "Aku sudah mengetahuinya beberapa hari yang lalu. Saat kami berlibur di Papuma, Mas Andre membawa wanita itu."
"Ya Allah..." Hanna memejamkan mata sesaat, lalu membukanya. Ia memang tidak bisa membayangkan berada di posisi Thalia, akan tetapi ia turut merasakan sakit yang dirasakan sahabatnya.
Hana sangat mengetahui, jika Thalia begitu mencintai, dan menyayangi Andre. Bahkan, Thalia rela memilih berdiam di rumah untuk menunjukkan baktinya kepada suaminya itu.
"Suamimu tidak bisa dibiarkan begitu saja, Tha. Perlakuannya sudah melebihi batas. Dengarkan aku... aku tau ini sulit untuk kamu jalani. Tapi, yakinkan dirimu, bahwa kamu bisa melalui semua. Ambil keputusan yang terbaik, Tha. Karena Thalia yang aku tau, tidak akan mempertahankan sesuatu yang telah membuatnya sakit, Kamu berhak bahagia." Thalia masih terdiam "Satu hal yang kamu harus ingat, kamu tidak berdiri sendiri. Ada aku yang akan membantumu."
"Aku sudah mengambil keputusan untuk berpisah dengan Mas Andre."
"Kamu sudah mengambil keputusan yang sangat tepat," Hana mengusap punggung Thalia, memberi dukungan penuh. "Sekarang katakan, apa yang bisa aku lakukan?".
🍂🍂🍂
Tepat pukul 20.45 , Thalia sampai di rumah. Ia melepas seatbelt kemudian keluar dari mobilnya. Thalia berdiam sebentar di depan pintu, menarik napas dalam, berusaha tenang dan mempersiapkan diri. Karena setelah ini, ia akan menyaksikan lagi drama yang di mainkan oleh suami dan juga Ibu mertuanya.
"Dari mana kamu?" Sambutan manis itu, diucapkan Bu Nita yang duduk di ruang tamu.
Thalia yang hafal tabiat Ibu dari suaminya itu, menjawab, "dari rumah teman, Ma." Sahut Thalia singkat. Hati dan pikirannya sudah lelah. Thalia ingin segera menempati kamar, lalu beristirahat.
"Ke rumah teman tidak ingat waktu." Sindir Bu Nita. "Kenapa ga sekalian aja kamu menginap disana."
Thalia menelan bulat-bulat ucapan Ibu mertuanya. Lagi, ia memilih diam, tidak berniat menjawab sindiran tersebut sekalipun ia ingin. "Thalia ke atas dulu ya, Ma."
"Sayang, " suara lembut Andre membuat langkah Thalia terhenti. Thalia melebarkan senyuman, memeluk Andre di depan Bu Nita, membuat wanita paruh baya itu berlalu.
"Maaf ya, Mas. Tadi aku mampir ke rumah Hana dulu, main sama Bella sampai lupa waktu."
"Ga apa-apa sayang, " Andre menyentuh pipi Thalia, tersenyum lembut.
"Mas, sudah makan?" tanya Thalia seperti biasa. Ia tidak ingin menunjukkan terang-terangan perubahan sikapnya kepada Andre. Sama seperti yang dilakukan pria itu terhadapnya.
"Belum. Mas tunggu kamu pulang."
"Oh ya Tuhan, manisnya... Pandai sekali kamu berakting, Mas. Mari kita lanjutkan drama rumah tangga bahagia ini." Thalia membatin.
"Ayo kita makan. Kebetulan aku juga belum makan." Thalia memeluk tangan Andre, mengajak ke ruang makan. "Mas, duduklah... aku hangatkan makanan dulu."
Thalia duduk di kursi makan sesudah ia menyediakan masakan yang sudah dipanaskan diatas meja makan. "Mama tidak makan, Mas?"
"Mama sudah makan. Tadi, Mas yang meminta Mama untuk makan lebih dulu." Jelas Andre.
Thalia menyendokkan nasi, beserta lauk ke atas piring Andre. "Kita makan sepiring berdua ya, Mas. Aku yang suapi."
Dengan patuh, Andre membuka mulutnya, membiarkan Thalia menyuapinya diselingi obrolan. Mereka pun menyelesaikan makan malam. Dibantu Andre, Thalia membereskan piring-piring kotor, kemudian mencucinya.
"Mas," seru Thalia saat Andre dengan tiba-tiba memeluknya dari belakang. "Jangan seperti ini, Mas. Bagaimana jika ada yang lihat?"
"Itu tidak akan terjadi. Semua orang sudah beristirahat hanya kita berdua saja di sini." Bisik Andre di dekat telinga Thalia.
Tangan Andre yang diperut Thalia bergerilya, masuk ke dalam kemeja kemudian menyapunya. Thalia menahan napas, tidak menikmati justru ia merasa risih dengan sentuhan tangan Andre.
Thalia buru-buru menyelesaikan pekerjaannya, Andre masih betah memeluknya. "Sudah selesai, " Thalia melepaskan tangan Andre lalu ia memindai piring-piring yang dicucinya ke dalam lemari.
"Ayo kita ke atas." Ajak Thalia.
.
.
.
Prang!!
Gelas yang di pegang Mona terjatuh. Mona menumpukan tangannya di meja, dengan satu tangannya memijat kepalanya untuk meredakan rasa pusing yang menyerangnya sejak ia bangun pagi tadi.
"Huekkk... "
Mona menutup mulutnya berlari kecil menuju kamar mandi, ia memuntahkan isi perutnya tapi tidak ada yang keluar. Mona mencuci mulutnya, memandang dirinya di pantulan cermin, memerhatikan wajahnya yang pucat dengan buliran peluh muncul di seluruh tubuh.
Mona memegang perut ratanya. "Apa jangan-jangan, aku... hamil."
Nah kan, si Mon Mon masuk angin 😅
mang enak ko Mon skrg udh jd babu drumah Andre😂😂