Jodoh Memang Tidak Kemana

Setelah lama terdiam, mengamati orang yang sedang mengantarkan makanannya mereka pun tersadar.

"Aqlan?" ucap Atika dan Mahar serentak.

"Loh! Kok bisa kamu?" tanya Atika.

"Kenapa emang? " ucapnya santai.

"Kamu ngikutin kita?" tanya Mahar.

"Gak, aku disini dari tadi, malahan"

"Ohh yahh?" tanyanya kembali.

"Hem"

"Tapi kita gak lihat kamu sedari tadi" tanya Atika yang tadi hanya memperhatikan percakapan mereka berdua.

"Iya, aku juga gak liat tuh" timpal Mahar.

"Tadi aku didalam situ" Aqlan menunjuk ruangan yang berada dilantai dua yang tertutup oleh jendela.

"Ohhh.." ucap Atika dan Mahar

****

"Aku boleh gabung sama kalian?" tanya Aqlan.

"Boleh, sekalian nyambungin cerita yang kemarin" jawab Atika yang masih penasaran, yang ia bicarakan kemarin.

Aqlan menarik satu kursi ke meja Atika dan Mahar lalu melanjutkan obrolan kecil. Setelah itu dilanjutkan obrolan yang sempat tertunda kemarin.

"Oh iya... Kapan kita pernah bertemu di Indonesia Aqlan?" tanya Atika.

"Kita pernah ketemu di restoran dekat Bandara Soekarno Hatta" jawabnya santai.

Mendengar jawaban dari Aqlan, seketika terlintas di fikirannya orang yang menabraknya ketika mau pergi ke wc.

"Kamu yang nabrak aku pas itu?" tanya Atika yang penasaran, karena wajah yang terlintas diotak Atika agak buram, sudah tidak jelas.

Jawaban yang diberikan hanyalah anggukan santai, sedangkan Atika masih mengingat jelas kejadian yang sebelumnya terjadi.

"Loh kalian ketemunya lagi-lagi tabrakan. Jodoh memang yah kalian, ketemunya tabrakan melulu," ucap Mahar sambil tertawa, melihat takdir temannya yang selalu bertemu dengan tabrakan. Entah mau dibilang kesialan atau keberuntungan.

"Apaan sih Harrr" balas Atika sembari menyenggol lengan Mahar.

***

Setelah lama mereka berfikir didalam fikiran masing-masing, akhirnya Atika membuka suara.

"Oh nama asli kamu Aqlan Harith Ridauddin" sembari mengeluarkan kartu nama Aqlan yang diberikan pada waktu tabrakan yang lalu.

"Iya

"Ha Ridauddin?" tanya Mahar.

"Iya, kenapa? " tanya Aqlan.

"Ridauddin - - - Ridauddin?" Mahar memikirkan nama yang tak asing baginya, setalah memikirkan begitu lama. Akhirnya terlintaslah sedikit diotak Mahar. Aqlan yang melihat Mahar yang sedang berusaha memikirkan sesuatu ingin bertanya tapi keduluan oleh Mahar.

"Ridauddin. Aqlan Harith Ridauddin. Ustadz ganteng itu?" ucap Mahar yang langsung ceplas ceplos.

"Hah!" Atika yang melihat Mahar memuji Aqlan secara terang-terangan, membuat Atika melongo saja dibuatnya.

"Kamu tau dari mana kalau aku ustdaz?" tanya Aqlan kepada Mahar.

"Jadi benar, kamu itu."

"Apanya,,kok aku gk ada ingat apa-apa? Ustadz apa?" Atika kebingungan dengan ucapan Mahar. aqlan juga merasa bingung dimana pernah bertemu Mahar. Kenapa dia bisa tau kalau dia itu ustadz. Atika dan Aqlan bertanya-tanya didalam fikiran masing-masing.

" Gini loh Tika, pas perpisahan di sekolah SMA kita dulu, sekolah ngundang ustadz kan, nah Aqlan ini ustadznya. Yang gue ingat tuh nama Ridauddinnya aja yang jelas, makanya pas lo sebutin nama akhirannya. gue udah merasa gak asing banget dan ternyata dia ustadz yang suaranya merdu banget. Dan lo disitu kan lagi gak ada, jadi gak sempat liat wajahnya," ucap Mahar yang melaju tanpa henti.

"Waktu itu lo ke wc kan? Terus lama, karena tabrakan sama orang asing . Jadi gak sempat liat ustadznya. Tapi lo sempat gambar wajahnya karena penasaran kan, jadi mungkin aja pas kita pertama ketemu memang wajahnya gak asing diingatan kita. Karena sebelumnya memang udah pernah lihat" sambung Mahar menjelaskan secara rinci yang ada di fikiran nya.

"Aku kira kamu ada kembaran diindonesia" ucap Mahar ke Aqlan sambil tertawa.

"Oh itu yah, patesan aja" timpah Atika yang menggaruk kepalanya, merasa malu karena Mahar berbicara dengan jelas sampai melupakan bahwa orang yang sudah Atika lukis diam-diam ada didepannya.

Berbeda dengan Aqlan yang masih memikirkan kejadian yang lalu, ketika menabrak seseorang yang mau ke wc pada saat dia akan tampil. Dia ingin bertanya tapi masih canggung mendengar penjelasan mahar, bahwa atika melukis wajahnya karena penasaran. Tapi dia beranikan lagi untuk bertanya.

"Pas aku mau tampil, aku juga tabrakan sama orang asing, yang lagi pake baju kebaya dan hpnya jatuh kelantai. Tapi gak sempat liat wajahnya" akhirnya ia berani mengungkapkan yang ada didalam fikirannya. Ia mengira-ngira bahwa itu adalah Atika.

Atika yang mendengar perkataan aqlan, dia mencoba mengingat kejadian waktu itu dan akhirnya ia pun mengingatnya dengan jelas tapi wajah yang ia ingat sama sekali tidak bisa terlihat. Tapi pernyataan yang dilontarkan aqlan barusan sama persis kejadian yang ia alami dulu.

"Loh kok kejadiannya sama kaya aku!" Ucap Atika yang masih bingung.

"Jangan-jangan pas itu lo tabrakan sama Aqlan Tika"

"Hah!" Atika menutup mulutnya dengan tangan kanannya.

"Aqlan, maaf pas itu aku memang kebelet mau ke wc, jadi gak liat-liat" merasa malu akan kejadian waktu itu.

"Wah. wah. wah. wah... Kalian memang yah, sedah beberapa kali bertemu tapi kenalnya baru sekarang. Kalau kalian memang nanti sampai ke pelaminan. Aku Mahar akan berikan kalian hadiah seperangkat alat sholat. Hahahahhahaahh," ucap Mahar sambil tertwa terbahak. Sedangkan Atika dan Aqlan hanya diam, melihat Mahar yang begitu girangnya, padahal, cuman bertemu biasa aja.

"Sudah yang lalu biarlah berlalu, kalian makan lah dulu nanti dilanjutkan lagi, kasian tuh makanannya nanti kedinginan" Aqlan berusaha menetralkan kembali lingkungan sekitar, agar tidak canggung lagi.

"Oh iya, aku juga mau bilang makasih, sudah bantu pelayan yang ada disini. Sudah repot-repot membantu mereka membawa pesanan tadi " lanjut Aqlan.

"Oh,,, kamu pemilik resto ini, ternyata" ungkap Mahar.

"Hem" jawabnya dengan anggukan.

"Iya sama-sama" ucap Atika dan Mahar besamaan.

Setelah mereka berbincang dan menyelesaikan pertanyaan yang ada difikiran masing-masing akhirnya mereka berdua memakan makanan yang telah disajikan, sedangkan Aqlan hanya meminum jus.

Setelah makanan inti, selanjutnya makan makanan penutup.

"Aqlan" seseorang melambaikan tangannya ke Aqlan. Sedangkan Atika dan Mahar merasa tidak asing dengan orang yang sedang melambaikan tangan kearah Aqlan. Tapi mereka tidak menggubris,dan tetap melanjutkan menyantap makanan favorit mereka.