“Jadi kapan internet saya aktif kembali? Saya tidak akan menutup teleponnya jika internet saya belum aktif!” hardik Peter.
“Mohon maaf Pak, belum ada kepastian jaringan normal kembali. Namun, sedang diusahakan secepatnya,” tutur Disra.
“Saya tidak mau tahu, harus sekarang aktifnya!” ucap Peter masih dengan nada tinggi.
Disra berniat menekan tombol AUX karena ingin memaki Peter. Namun, jarinya tidak sepenuhnya menekan tombol tersebut. “Terserah loe! Sampe bulu hidung loe memanjang, gue ladenin!” tantang Disra.
“Apa kamu bilang? Bisa-bisanya memaki pelanggan! Siapa nama kamu?” tanya Peter emosi.
Disra panik, wajahnya langsung pucat, dia melihat ke PABX-nya, benar saja tombol AUX tidak tertanam kebawah. Sehingga, pelanggan bisa mendengar umpatannya.
Gawat, pelanggan denger makian gue!
***
Novel pengembangan dari cerpen Call Center Cinta 🥰
Ikuti kisah seru Disra, yang terlibat dengan beberapa pria 😁
Happy Reading All 😍
IG : Age_Nairie
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon age nairie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 Bebek Jontor
...Tak akan ada jalan buntu bagi yang mau berusaha!...
~Disra Auristela~
Menjadi asisten programmer membuat Disra berpikir extra. Begitu banyak coding yang harus dipelajari. Begitu banyak bahasa pemrograman yang lambat laun harus dikuasainya. Namun, tidak ada penyesalan di hati Disra bergabung dengan para programmer. Selain banyak ilmu, dirinya pun mendapatkan gaji yang besar. Meskipun, dirinya belum menikmatinya karena masa kerja belum setahun.
“Kak Raska, bantu aku dong?” pinta Disra.
“Tugas kuliah loe yang kemarin?” tanya Raska.
“Iya.”
“Coba sini gua liat?”
“Langsung buka websitenya aja ya, Kak.”
Disra langsung mengetikan nama website toko baju yang menjadi tugas kuliahnya. Raska benar-benar banyak membantu. “Gini caranya,” ujar Raska.
“Wih, mantap,” puji Disra tanpa melepas pandangannya dari layar monitor.
“Dis, gue besok nggak ke kantor ya?”
“Kenapa, Kak?”
“Nyokap gua pulang dari kampung. Gue mau jemput dia di bandara.”
“Oh, jadi besok aku sendiri?”
“Gua juga nggak tahu nih Dis, biasanya Pak Bagas nggak ngelarang siapapun kerja dari rumah. Tapi, dia nggak bolehin loe kerja di rumah. Jadi, kita semua harus bergantian datang ke kantor buat tandem loe.”
“Owh, mungkin karena aku anak baru yang belum bisa dilepas kali, Kak?”
Raska berpikir sejenak. “Bisa jadi sih, by the way, karena gua besok nggak ke kantor. Juli yang jadi mentor loe ya.”
“Iya, Kak. Ga pa-pa.”
Hari terus berlalu. Tidak ada masalah dalam pekerjaan, tidak ada masalah juga selama perkuliahan. Namun, dirinya selalu bad mood saat pelajaran keamanan jaringan. Bukan mata kuliah yang menyebalkan. Melainkan sang dosen pengajar yang selalu tersenyum padanya.
Disra tak habis pikir dengan Melvin, bagaimana bisa lelaki itu memiliki sikap yang dengan mudah berubah. Dia masih ingat bagaimana Melvin memarahinya saat dirinya menjadi agent call center.
“Kelompok empat silakan maju,” ujar Melvin.
Disra beserta teman satu kelompoknya maju ke depan. Disra sebagai pimpinan project memulai presentasi. Suci dan teman lainnya membantu Disra.
“Selamat malam, kami dari kelompok empat akan mencoba mempresentasikan tugas mata kuliah keamanan jaringan,” ucap Disra. Dia mulai memaparkan hasil kerja kerasnya. Lebih tepatnya, kerja kerasnya sendri dan dibantu oleh teman-teman kerjanya.
Suci dan yang lainnya tersenyum lebar saat melihat Disra memaparkan materi mereka.
“Apa ada pertanyaan?” tanya Disra setelah usai menerangkan presentasinya.
Beberapa mahasiswa dari kelompok lain mengajukan pertanyaan pada Disra.
“Bagaimana korelasinya dengan VPN?” Pertanyaan dari kelompok satu.
“Bukankah website akan menjadi lebih berat dibuka?” Pertanyaan dari kelompok dua.
Disra menjelaskan dengan tenang dan tepat sasaran. Meskipun, beberapa kali terjadi perdebatan antar mahasiswa yang bertanya.
“Apa ada lagi yang ingin bertanya?” tanya Disra.
“Bisa jelaskan lebih detil algoritmanya?” tanya Melvin.
Disra mulai menjawab pertanyaan Melvin. Beruntung sekali dia memiliki teman seperti Raska, Razak dan lainnya. Berbagai ilmu komputer ia dapatkan dari teman-teman kerjanya.
Melvin tak melepas pandangannya pada Disra dan hal itu membuat Disra risih. Semakin gadis itu menganggap Melvin orang yang aneh. Namun, dia mencoba untuk bersikap tenang. Setidaknya, pria itu tak berbuat macam-macam padanya. Berharap satu semester ini cepat terselesaikan.
“Dis, pulang yuk?” ajak Suci.
“Iya, bareng ke depannya Ci.”
“Loe nggak sama Felix?”
“Nggak tahu tuh anak, kayanya lagi sibuk banget di tempat kerjanya. Udah dua hari nggak masuk kuliah,” dengus Disra.
“Mau makan dulu nggak? Gua belum makan nih!”
“Boleh deh,” jawab Disra.
Disra dan Suci pergi ke rumah makan khusus bebek. Mereka duduk berhadapan dengan empat kursi di setiap mejanya. Disra melihat menu yang tersedia. “Bebek cabe ijo satu,” ujar Disra.
“Saya, bebek bakar madu sama es teh manis,” ucap Suci. Dia menoleh pada Disra. “Dis, loe mau minum apa?”
“Samain aja, Ci.”
Disra dan Suci mengobrol selagi menunggu makanan mereka dihidangkan. Tidak lama es teh manis mereka tiba. Disra menyedot minumannya. “Duh, lama banget sih makanannya, keburu abis nih es-nya,” keluh Disra.
“Kalau abis pesen lagi aja sih, medit bener!” sindir Suci.
“Bukan masalah medit! Kalau pesen minuman lagi, bisa-bisa gua kenyang duluan!” seru Disra.
“Ya udah jangan diminum dulu.”
Disra merogoh kantong celananya karena merasa ponselnya bergetar. Melihat sejenak layar ponselnya. “Hallo, Lix.”
“Dis, loe di mana?” tanya Felix di seberang telepon.
“Gua sama Suci lagi makan bebek tengil Pak Ahmed,” jelas Disra.
“Gua ke sana ya?”
“Ngapain? Bukannya loe hari ini nggak kuliah?”
“Kata siapa? Gua ke kampus tapi telat hari ini. ya udah gua ke sana ya?”
“Iye bawel! Mau dipesankan nggak?” tanya Disra.
“Bebek kremes aja buat gua.”
“Sip.”
Disra mematikan sambungan telepon. Dia mengangkat tangannya ke arah pelayan rumah makan. “Bebek kremes satu ya Mas, sama es teh manis satu,” terang Disra.
“Felix mau ke sini?” tanya Suci.
“Iya, lagi on the way. Dia masuk kuliah tapi tadi telat.”
Suci menyedot minumannya, pandangannya ke depan. Pintu rumah makan terdorong ke dalam. Masuklah sosok tampan dari luar rumah makan. “Dis, ada Pak Melvin.”
Disra mengikuti arah pandang Suci. Dia hanya melirik sekilas lalu sibuk kembali dengan ponselnya. “Biarin aja, dia juga manusia yang butuh makan,” ucap Disra acuh dan menyibukkan diri dengan ponselnya.
“Iya, tapi ….” Ucapan Suci tenggelam, bagaimana mau membicarakan orang lain jika yang dibicarakan semakin mendekat.
“Boleh saya duduk di sini?” tanya Melvin pada Disra dan Suci.
“Boleh, Pak,” jawab Suci, sedangkan Disra mengedarkan matanya ke sekeliling. Tidak ada lagi meja kosong, tak ada alasan bagi Disra untuk mengusir Melvin.
Melvin berdiri di samping Disra. Menunggu gadis mengangkat tasnya yang menempati kursi kosong samping Disra.
“Dis,” panggil Suci.
Disra hanya pura-pura tak mengerti maksud Suci untuk mengangkat tasnya.
“Di sini saja, Pak. Kalau tidak keberatan,” ujar Suci mempersilakan Melvin duduk di sampingnya.
Mau tidak mau, Melvin duduk di samping Suci. Namun, itu tak membuatnya kecewa, dia bisa lebih jelas menatap Disra.
Tak mau terlihat begitu berambisi. Melvin meraih buku menu. “Yang paling rekomendasi apa di sini?” tanya Melvin.
Suci baru mau bersuara bebek bakar madu paling rekomendasi. Namun, suara Disra sudah terlebih dahulu menggema. “Bebek jontor paling rekomendasi,” terang Disra.
Suci hanya mengernyitkan dahinya, bebek jontor adalah andalan bagi para pecinta pedas. Tidak hanya sambalnya saja yang pedas. Namun, bebeknya pun sudah di marinasi dengan bumbu khusus yang juga pedas. Tak pakai sambal pun sudah sangat pedas.
Melvin tersenyum dan memesan sesuai arahan dari Disra. “Bebek jontornya satu, es teh manis satu,” ujar Melvin.
“Pak, itu bebek jontor itu ….”
“Enak banget itu bebek jontor,” ujar Disra memotong ucapan Suci.
Suci tidak melanjutkan kalimatnya karena sudah dipotong oleh Disra. Dia tahu temannya sedang sengaja.
“Pak Melvin, suka juga makan di sini?” tanya Suci memecah keheningan.
“Baru coba hari ini,” jawab Melvin. “Kalian, sudah sering ke sini?”
“Jarang-jarang sih Pak,” jawab Suci.
Bebek pesanan Disra dan Suci sudah sampai. “Maaf Pak, saya makan duluan ya,” terang Disra tanpa rasa malu. Dia mulai memakan bebeknya. Sedangkan Suci masih menunda makannya karena merasa tidak enak jika memulai duluan.
Disra hanya menundukkan kepalanya. Dia risih karena tahu Melvin beberapa kali mencuri pandang terhadapnya. Ingin bertanya pada pria itu mengapa selalu menatapnya. Namun, dirinya takut dibilang terlalu percaya diri.
Melvin menatap Disra yang lahap menyantap bebek cabe ijonya. “Kamu suka pedas?” tanyanya.
“Iya,” jawab Disra singkat.
Felix masuk ke dalam rumah makan, dia melihat punggung Disra dan langsung menghampirinya. “Ciprut!” seru Felix mengagetkan Disra.
Disra menoleh. “Udah sampe, Beb?” tanyanya pada Felix.
Seketika rahang Melvin mengeras saat mendengar Disra mengeluarkan kata ‘Beb’ pada pria yang baru saja datang.
dandan yg cantik, pake baju kosidahan buat Dateng kondangan Marvin /Facepalm/