"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi Ke Lombok
Mendengar suara panggilan Diandra, Gavin pun bergegas mengecup kening Cheryl. "Sayang, aku ke kamarku dulu."
"Iya Om."
Gavin kemudian keluar dari kamar Cheryl menuju ke kamar Diandra. Saat Gavin berjalan ke kamarnya, dia melihat Diandra yang tengah mencarinya di lantai bawah, namun Gavin mengabaikannya begitu saja.
Tak berapa lama, Diandra pun masuk ke dalam kamar mereka, dan begitu terkejut melihat Gavin yang sudah ada di atas tempat tidur.
"Mas! Kok kamu udah ada di sini sih? Tadi aku cari kamu ke bawah!" teriak Diandra sambil mendekat ke arah Gavin. Namun, betapa terkejutnya dia saat melihat kondisi tubuh Gavin yang babak belur.
"Mas, kamu kenapa? Kok babak belur gini sih?" teriak Diandra panik.
"Tadi aku lapar, jadi aku membeli makanan di luar. Tapi tiba-tiba ada preman yang mau merampokku, jadi aku berkelahi dengan mereka."
"Astaga, kamu sih pake keluar malem, kaya ga bisa pesen makanan online aja deh! Jadi parah gini, kan? Udah kamu obatin belum? Maaf mas, aku bukannya ga mau obatin kamu. Tapi aku ga mau kuku di jariku rusak kalo kena obat merah."
"Iya sudah kuobati sendiri, aku cape Diandra. Aku tidur dulu."
"Iya mas."
Gavin lalu memejamkan matanya diikuti Diandra yang tidur di sampingnya. Saat Diandra sudah benar-benar terlelap, Gavin kemudian menatap Diandra.
'Hanya sebatas itukah, rasa khawatirmu padaku? Kau bahkan lebih mementingkan dirimu saat keadaanku seperti ini. Aku sudah terlalu lama memaksakaan diri untuk bertahan. Tapi, bukankah ada kalanya saat hati ini lelah, aku berhak untuk berhenti menjalani rumah tangga seperti ini?' batin Gavin sambil melihat Diandra.
Sementara itu, di atas ranjang kamarnya, Cheryl tampak memeluk bunga dan dan memegang kalung berliontin hati dari Gavin sambil tersenyum.
"Rasanya aku benar-benar hampir gila saat isi otak berperang dengan isi hati. Dan sialnya, hati ini yang selalu memenangkan gejolak ini, meskipun aku tahu itu artinya aku telah menjadi manusia terjahat yang ada di muka bumi. Cinta, datangnya begitu menguasai kalbu, hingga membuat akal sehat ini seakan telah mati."
***
Keesokan paginya...
Gavin perlahan membuka matanya saat sebuah elusan lembut menempel di pipinya. "Mas badan kamu panas?" tanya Diandra. Gavin yang tidak menyadari suhu tubuhnya telah meninggi kini hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sedangkan Diandra tampak beberapa kali memegang kening dan leher Gavin.
"Iya Mas, kamu kok panas mungkin karena efek lebam dan memar di tubuhmu. Kalau begitu lebih baik kau tidak usah berangkat kerja saja, Mas."
"Iya mungkin lebih baik seperti itu, badanku juga pegal-pegal."
"Iya Mas, lebih baik kamu di rumah aja. Nanti jangan lupa telepon Dokter Sam suruh mriksa keadaanmu. Sekarang aku pergi dulu ya, Mas."
"Pergi?" tanya Gavin.
"Ya hari ini aku ada shooting sinetron terbaruku, hari ini kami pertama syuting jadi aku harus berangkat lebih pagi untuk persiapan."
"Jadi kau mau pergi Diandra?" tanya Gavin.
"Tentu saja, Mas."
"Tapi aku sedang sakit?"
"Bukankah tadi aku sudah menyuruhmu menghubungi Dokter Sam? Aku yakin setelah kau minum obat, kau pasti sembuh."
"Diandra apa kau tidak melihat kondisiku? Bagaimana kalau aku membutuhkan sesuatu? Kau tahu kan kalau Bi Asih sedang pulang kampung?"
"Astaga Mas Gavin, kenapa kau harus bingung? Bukankah di rumah ini juga ada Cheryl? Kaubisa menyuruh Cheryl untuk tidak berangkat kuliah dan merawatmu di rumah."
Gavin hanya tersenyum kecut mendengar perkataan Diandra, dia sudah menduga kalau ini akan terjadi. Diandra tidak akan mau berkorban untuk kepentingan anak ataupun suaminya. Ya, itulah Diandra yang selalu mementingkan karirnya dibandingkan dengan keluarganya.
"Kalau begitu aku pergi dulu ya, Mas. Jangan lupa telepon Dokter Sam!"
Saat Diandra akan melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut, tiba-tiba Gavin memanggilnya.
"Diandra!" Diandra kemudian membalikkan tubuhnya. "Ada apa, Mas? Tolong jangan minta aku untuk tinggal, aku benar-benar sibuk hari ini."
"Tidak Diandra, aku hanya minta ijin padamu."
"Ijin? ijin untuk apa?"
"Begini Diandra, dua hari lagi aku harus pergi ke Lombok. Ada proyek baru yang harus kutangani di sana selama tiga hari, sedangkan sekretarisku Amara, sedang ijin karena orang tuanya sakit. Apa aku boleh minta ijin padamu untuk membawa pergi Cheryl bersamaku? Aku membutuhkan tenaganya untuk membantuku menyelesaikan pekerjaanku, kau tahu kan bagaimana kondisiku. Aku pasti tidak bisa mengerjakan pekerjaanku dengan kondisi yang seperti ini, apalagi tidak ada Amara yang bisa kuperintah. Untuk saat ini, hanya Cheryl yang bisa kuharapkan untuk membantuku."
"Maksudmu kamu minta ijin padaku untuk membawa Cheryl pergi bersamamu? Untuk membantumu menyelesaikan pekerjaanmu?"
"Iya Diandra, itu pun kalau kau mengijinkan."
"Oh kalau begitu tidak apa-apa, bawa saja Cheryl. Dia pasti bisa membantumu, kau tahu kan dia anak yang pintar. Bukan hal yang sulit baginya untuk membantumu."
"Terima kasih, Diandra," jawab Gavin sambil tersenyum. Diandra kemudian keluar dari kamar mereka.
"Memangnya hanya kau saja yang bisa egois, Diandra? Aku pun bisa."
Sedangkan Diandra yang sudah turun dari kamarnya mendekat ke arah Cheryl yang baru saja menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Tante mau sarapan?" tanya Cheryl.
"Oh tidak usah, Cheryl. Lebih baik kau bawa saja sarapan itu ke kamar. Hari ini Mas Gavin sedikit demam, maukah kau membantuku untuk merawat suamiku Cheryl?"
Jantung Cheryl pun seakan berhenti berdetak mendengar perkataan Diandra. "Om Gavin sakit?"
"Ya dia demam, tadi malam dia dirampok dan banyak lebam di sekujur tubuhnya. Jadi mungkin dia demam karena luka-luka di tubuhnya itu. Kau mau kan membantuku untuk merawat Mas Gavin?"
"Merawat Om Gavin?"
"Iya Cheryl, tolong bantu aku merawat Gavin hari ini. Kau tahu kan aku sedang sibuk."
"Oh i-iya, Tante."
"Kalau begitu tolong bawa makanannya ke kamar suamiku, aku pergi dulu,"ujar Diandra.
Dia kemudian pergi meninggalkan Cheryl begitu saja, Cherly pun hanya bisa menghembuskan nafas panjangnya melihat sikap Diandra yang meninggalkan Gavin saat sedang sakit.
"Mungkin benar Kata Om Gavin, mungkin kami bisa egois untuk sebentar saja mengingat sikap Tante Diandra yang begitu dingin pada suaminya."
Cheryl kemudian membawa makanan itu ke dalam kamar Gavin. Saat Cheryl membuka pintu kamar Itu, tampak Gavin yang sedang tidur di atas ranjang, wajahnya terlihat begitu pucat. Cheryl lalu mendekat ke arah Gavin kemudian memegang keningnya.
"Om sakit?" tanya Cheryl.
Gavin menggelengkan kepalanya. "Hanya sedikit tidak enak badan."
"Aku suapi ya, setelah itu Om minum obat pereda demam."
"Cheryl mendekatlah! Tidurlah di sampingku! Saat ini aku hanya membutuhkanmu di sampingku."
"Tapi Om, Om harus makan obat terlebih dulu."
"Aku lebih membutuhkanmu di sampingku, kalau kau tidak mau aku tidak akan minum obatnya."
Cheryl menghela nafas kasar, lalu dengan terpaksa tidur di samping Gavin. Gavin kemudian bergegas memeluk tubuh Cheryl dan mengecup keningnya.
"Dua hari lagi, ikutlah pergi bersamaku."
"Kemana?"
"Ke Lombok."
"Tapi bagaimana dengan Tante Diandra?"
"Aku sudah minta ijin padanya, dan dia mengijinkanmu pergi denganku."
"Untuk apa kita ke sana?"
"Aku ada urusan pekerjaan, sekaligus bulan madu."
"Siapa yang bulan madu?"
"Kita," jawab Gavin, kemudian melummat bibir mungil Cheryl yang begitu menggoda.
"Empttt.., Om!"