Rabella membenci Alvaro, adik angkatnya!
Semua orang tau itu, tapi apa jadinya kalau Rabella malah jadi istri kedua Alvaro karena kecerobohannya sendiri? Setelahnya, Rabella harus menanggung nasib paling buruk yang tak pernah dia impikan!
Apa yang terjadi sebenarnya?
Yuk simak cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alnayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melampaui Alvaro?
Rabella terdiam, tiba-tiba sekali nada suara papanya berubah.
Apakah ada yang salah? Begitulah pikir Rabella.
"Hem, aku gak bakal tertarik lagi sama perusahaan, Pa."
"Lalu, kalau bukan kamu, siapa lagi, Sayang? Kamu beneran yakin, mau kasih semuanya sama Alvaro?" tanya Felix lagi, berusaha meyakinkan putrinya.
Rabella berpikir sejenak.
"Ehmm... Kalau Papa emang berniat mau nyerahin perusahaan keluarga ke aku, langsung lakukan sekarang!" seru Rabella, sedikit was-was.
Dia juga hanya ingin mencoba saja, walau Rabella lebih yakin kalau papanya akan menolak mentah-mentah sekarang.
"Haaa.. Yang benar saja, kamu... Papa masih hidup loh, Sayang. Kamu mendoakan papa cepat mati dan kamu bisa mengambil semuanya?"
Rabella mengedikkan bahu lagi. "Ya, aku berharapnya sih begitu. Supaya Papa bisa cepet ketemu sama mama, terus nyeritain gimana cara Papa buat bikin bahagia aku selama ini," sarkas Rabella, membuat Felix menghela nafas kasar.
"Papa tidak bisa melakukannya sekarang, Nak. Perusahaan masih membutuhkan Papa, kamu juga pasti kewalahan kalau langsung ambil alih perusahaan sekarang. Bagaimana kalau kamu naik ke posisi sekretaris Direktur Utama?"
Sebelah alis Rabella terangkat.
'Sekretaris Direktur Utama? Seriously? Itu posisi yang lebih tinggi dari Alva, kalau gue bisa dapat posisi itu, berarti gue setingkat di atas Alvaro dong?' Batin Rabella bertanya-tanya.
Tapi, dia tak langsung mengiyakan ucapan papanya barusan. Rabella takut, takut jika ada jebakan batman yang tak disangka-sangka.
Masih mempertahankan sikap angkuhnya, Rabella enggan menatap langsung pada sang papa. Berusaha menyembunyikan rasa senangnya, jika dia bisa melampaui seorang Alvaro yang selama ini dibanggakan sang papa.
Karena, Rabella juga tak bisa terus-terusan mengandalkan pekerjaan freelance-nya yang tak menentu, sedangkan tagihan bulanannya sudah bisa dipastikan banyak sekali.
Rasanya, Rabella ragu bisa bertahan dengan cara seperti itu dalam jangka waktu yang panjang. Makanya, entah kenapa tawaran papanya ini terdengar menarik bagi Rabella. Apalagi dirinya akan melampaui Alvaro!
Entah kenapa, rasa percaya diri Rabella jadi memuncak saat ini.
"Sayang, kamu tidak kasihan sama Papa? Papa tinggal sendirian di rumah besar kita, rasanya sepi sekali."
Felix kembali berucap, memelas pada Rabella.
"Ekhem... jadi Sekretaris kan? Oke, aku mau. Tapi aku gak mau dipaksa jadi istrinya Alvaro," tukas Rabella dengan mantap.
"Papa tidak bisa bicara apapun mengenai ini, tapi papa hanya mengharapkan yang terbaik untuk kamu. Setidaknya, jadilah istrinya Alvaro untuk setahun saja. Sampai kamu benar-benar yakin, tidak hamil karena insiden itu."
Rabella memutar bola matanya malas. Lagi, Alvaro! Dasar anak pungut sialan!!
"Aku gak bakal hamil, Pa! Kalaupun Aku hamil, aku akan melakukan sesuai yang aku ucapkan waktu itu, Pa." Rabella sama sekali tak ragu berkata demikian, seolah semua itu bukan apa-apa baginya.
"Baiklah, tinggal saja di rumah papa. Kamu gak harus tinggal bersama dengan Alvaro dan Mika," ucap Felix akhirnya.
Mau tak mau, pria tua itu menuruti keinginan putrinya.
"Nah, itu.. Aku baru mau."
"Baiklah, lalu kapan kamu akan kembali ke rumah? Biar papa panggilkan orang untuk membantu kamu membawa barang-barangmu ke rumah. Lalu, urusan di kantor, kamu bisa kembali sesuai keinginan mu. Papa tak memaksa," ucap Felix lagi, dengan senyuman lembut pada putrinya.
Rabella terdiam sejenak, tak langsung menjawab pertanyaan papanya. Ada rasa aneh, ketika papanya itu memberikan senyuman hangat barusan.
Tapi, Rabella tak mau ambil pusing. Segera mengenyahkan perasaan aneh itu, kemudian menjawab pertanyaan papanya barusan dengan tegas.
"Aku bisa pulang nanti malam, aku gak butuh orang lain. Cukup Putri aja udah bisa bantuin aku beres-beres," balas Rabella, langsung menarik tangan Putri ke kamarnya, segera berkemas.
"Papa bisa pulang, aku tahu kalau papa lagi sibuk. Aku bukan anak kecil lagi yang harus ditungguin cuma buat beres-beres," ucap Rabella lagi.
Felix tersenyum. "Baiklah, papa mengerti. Papa akan kembali, papa harap kamu segera menyusul ke rumah ya."
Akhirnya pria itu benar-benar pergi dari apartemen Rabella.
Meninggalkan Rabella dan Putri yang sibuk berkemas sekarang.
Mansion Keluarga Wilson.
Bangunan megah itu terpampang nyata di depan mata Rabella, dia tidak menyangka kalau dirinya akan kembali ke rumah ini lagi.
Sedikit memuakkan memang, tapi Rabella berpikir realistis untuk kehidupan jangka panjangnya.
Toh, dia memang berhak kembali. Dia bukan seperti Alvaro, si anak angkat yang tak jelas asal-usulnya.
Rabella adalah anak pemilik mansion ini, jelas posisinya lebih baik daripada Alvaro.
"N-nona, apa anda yakin akan kembali ke rumah ini lagi?" tanya Putri dengan suara yang sangat pelan. Perempuan itu masih merasa bersalah, karena sempat menjadi umpan dari Felix untuk menarik Rabella kembali ke rumah ini.
"Ya, gak masalah sih. Toh, di rumah ini nantinya gak ada Alvaro. Bocah itu kan bakal tinggal sama Mika, jadi gue bisa hidup tenang tanpa harus ngelihat bocah itu."
"Maafkan saya ya, Nona. Gara-gara saya, anda jadi.."
"Udah lah, gak usah minta maaf. Percuma juga, semuanya gak bisa balik semula kayak dulu lagi. Mending lo diem aja, kayak biasanya. Ga usah ungkit-ungkit masalah yang udah berlalu," tutur Rabella tegas.
"Ba-baik, Nona."
"Hemm... Gimana kondisi adik, lo? Udah baikan kan?"
"Ya, syukurlah Nona. Semua itu berkat anda, kalau saja anda tak berbaik hati pada pelayan rendahan seperti saya ini, saya tak tahu harus bagaimana nanti kalau adik saya tidak bisa tertolong lagi."
Mereka berdua mengobrol, sembari memasuki mansion keluarga Wilson.
Kedatangan keduanya menarik perhatian banyak pasang mata milik para pelayan dan penjaga.
Namun, tak ada yang berani menegur. Karena mereka sadar akan posisi, bahwa mau bagaimana pun sikap Rabella, mau sejelek dan se-hina apapun kelakuan Rabella, wanita itu tetap Nona muda di mansion ini.
Mereka yang hanya pelayan biasa, bisa apa?
Berurusan dengan Rabella, sama saja dengan cari mati.
Semua pelayan tahu, bagaimana sifat Rabella. Nona muda mereka yang berani melakukan apapun, demi bisa memenuhi keinginannya sendiri.
Rabella yang sadar menjadi pusat perhatian, hanya mengabaikan mereka saja.
Seperti biasanya, dia menjadi Nona dingin dan kejam di mata para pelayan. Tentunya selain mata Putri, yang selama ini mengenal dengan baik seorang Rabella.
Rabella sampai di kamar, langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Putri sudah kembali ke tempatnya sendiri.
Menatap langit-langit kamar yang masih sama, Rabella menghela nafas.
Kali ini, dia memang kembali ke mansion ini. Tapi, bukan sebagai Rabella anak papanya. Dia sudah tidak butuh kasih sayang papanya, yang dia butuhkan saat ini adalah kehidupan yang stabil.
Bisa dibilang, kehidupannya memang jadi tidak stabil sejak tinggal di apartemen sendirian.
Meski begitu, rasa haus akan keinginan melampaui Alvaro masih tertanam di hati Rabella.
Jadi, tak apa kan jika dia kembali ke rumah ini dan kembali mengalahkan Alvaro?
Siapa tahu, kali ini Rabella yang menang.
Dan bocah itu yang kalah!
Ya, Rabella sangat mengharapkan hal itu terjadi.
Mengalahkan Alvaro? Bukan kah itu menyenangkan?!