Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Paman Jangan Nyebar Gosip, Ih.
Disini ada Pak Lurah, dan itu bagus biar Pak Lurah bisa tau disini siapa sebenarnya bersalah".
Cia kemudian mengutak-atik ponselnya dan menunjukkan sesuatu kepada Pak Lurah. Pak Lurah tersenyum lalu berkata "Jadi seperti itu. Terima kasih Nak Cia, karena sudah menunjukkan bukti yang akurat tentang siapa sebenarnya yang sudah merusak icon kebanggaan desa kita." kata Pak Lurah.
"Bruno kata kamu kejadiannya semalam ya?" tanya Pak Lurah.
"Iya betul Pak Lurah" jawab Bruno.
"Jam berapa kejadiannya?" tanya Pak Lurah lagi.
"Kurang lebih itu selesai magrib Pak Lurah. Kan biasanya selesai magrib itu kan semua warga sudah pada masuk ke dalam rumah kan? Nah pas semua orang udah masuk rumah itulah dia beraksi" kata Bruno semakin memperjelas siapa sebenarnya yang bersalah.
Pak Lurah kembali tersenyum dan kali ini senyumnya tidak bisa diartikan. Lalu Pak Lurah mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Wah Mas Bruno, kamu bisa tau detail kejadiannya ya?" kata Pak Lurah.
"Iya Pak Lurah tentu saja saya tahu karena...." Bruno segera menyadari kesalahannya dia hampir saja keceplosan mengatakan bahwa dialah yang telah merusak icon kebanggaan desa Swadaya itu.
"Karena apa.Mas Bruno? kok gak dilanjutin ucapannya?" Pak Lurah mendesak Bruno untuk menjawab. Bruno semakin gelisah.
"Aduh kalo aku ketahuan pasti aku langsung diusir nih dari kampung ini. Dan aku akan kehilangan pekerjaan." batin Bruno.
"Karena memang begitu adanya. Gak mungkin kan orang itu beraksi saat masih ramai orang. Pasti dia akan langsung ketahuan" kata Bruno lagi.
"Ya betul sekali Bruno. Dan orang itu adalah kamu sendiri kan? Lalu kamu mengkambinghitamkan keponakanku. Kamu tahu, di jam yang kamu sebutkan itu keponakanku ada bersama dengan saya dan isteri saya juga Mang Tejo di rumah saya. Dia lagi mencari hoodienya yang tiba-tiba hilang dari jemuran". Bruno mulai gelisah, semua orang yang ada disitu memandangi Bruno dengan wajah penuh tanda tanya.
"Gimana ini Mas Bruno. Mana yang benar. Kata Kamu tadi pelakunya Mas Juna kenapa sekarang jadi kamu pelakunya?" tanya seorang bapak yang tadi ikut bersama Bruno.
Bruno gelagapan mendengar pertanyaan bapak itu.
"Maaf Pak Lurah, bagaimana Pak Lurah bisa mengatakan kalo Bruno yang melakukannya?" tanya seorang bapak.
"Ini yang membuat saya tahu kalo Bruno yang melakukannya" kata Pak Lurah sambil menunjukkan sesuatu di dalam ponselnya Cia yang sedang dipegangnya.
Kemudian sebuah Video pun di putar oleh Pak Lurah dan di saksikan oleh semua yang ada di situ.
Dalam Video itu terpampang dengan jelas Bruno yang sedang melakukan aksinya. Bruno yang melihat video itupun membelalakkan matanya.
"Itu pasti Video editan Pak Lurah. Bukan saya pelakunya" Kata Bruno.
"Ini video asli Bruno. Diambil tepatnya semalam setelah magrib. Seperti yang kamu katakan tadi. Dan hoodie Juna itu kemaren sedang dicuci dan dijemur di luar tetapi sore harinya tiba-tiba hilang dari jemuran" kata Pak Lurah
"Keterlaluan kamu Bruno, berani-beraninya kamu menipu kami. Dengan menuduh Mas Juna yang melakukannya" kata seorang bapak.
Kemudian Mereka mulai mengerubungi Bruno dan memukulnya. Bruno tidak bisa berbuat apa-apa dengan serangan bapak-bapak itu. "Maaf Pak Lurah saya tidak bersalah" kata Bruno yang sudah dibuat biru-biru oleh bapak-bapak itu. Tangan patahnya belum pulih benar, sudah dipukul lagi sama warga.
"Apaan gak salah. jelas-jelas kamu salah. Kamu yang berbuat tapi menuduh orang lain. Pak Lurah ayo Bruno harus dihukum sesuai dengan peraturan di desa ini" kata seorang bapak lagi.
"Tidak, jangan Pak saya mohon. Jangan usir saya dari desa ini. Bagaimana dengan isteri dan anak saya" kata Bruno.
"Itu sudah merupakan peraturan di desa ini. Siapa pun yang melakukannya harus dihukum" Kata Pak Lurah.
"Iya Bruno, siapa suruh kamu melanggar peraturan yang ada di desa ini. Padahal kamu sudah tahu resikonya. Jadi mau tidak mau kamu harus mau menerima hukuman ini. Supaya tidak ada lagi yang melakukannya" Kata seorang bapak yang merupakan salah satu tetua di desa swadaya.
"Tetapi sebelum kamu pergi, kamu harus membersihkan dan memperbaiki icon kebanggaan desa kita itu dulu, baru setelah itu kamu dan keluarga kamu silahkan pergi dari desa ini" kata Pak Lurah lagi.
Bruno merasa tulang-tulangnya lemas semua dia terduduk di tanah meratapi nasibnya.
Juna yang melihat itu merasa kasihan. "Paman apa tidak bisa dikasih keringanan hukuman. Apakah harus pergi dari desa ini?" tanya Juna.
"Itu sudah merupakan peraturan yang disepakati bersama oleh semua warga dan tidak bisa di ganggu gugat. Kalo kita kasih keringanan maka ada peluang bagi yang lain untuk melakukan kesalahan yang sama" kata Pak Lurah.
Bruno menatap Juna dengan sorot mata yang sulit untuk dimengerti. Setelah keputusan itu semua warga yang ikut dalam pertemuan itu pun membubarkan diri.
"Saya yakin pasti Juragan Darmo ada kejadian ini" kata Juna.
"Saya juga tahu" kata Pak Lurah.
"Cia, Makasih ya sudah menyelamatkan saya dari masalah ini. Saya gak tahu kalo tadi kamu gak datang dan membawa video itu pasti saya sudah di depak dari desa " kata Juna.
"Iya sama-sama Mas Juna" jawab Cia.
"Ngomong-ngomong gimana kamu bisa dapatkan video pengrusakan itu?" tanya Pak Lurah.
"Semalam itu, abis magrib saya dan Ibu hendak menyiapkan bahan-bahan kue untuk hari ini tapi ternyata gula pasirnya habis, jadi saya disuruh ibu beli gula ke warungnya bu Linda. Waktu itulah saya melihat ada seseorang yang mengendap-endap di lapangan menuju ke icon kebanggaan desa itu. Dan saya pikir saya harus memvideo, siapa tahu nanti di butuhkan. Dan ternyata betul. Video ini sangat berguna" kata Cia.
"Sekali lagi makasih ya Cia untuk bantuannya" kata Juna.
"Iya Mas. Oh iya ini sebenarnya tadi saya ke sini mau anterin ini" kata Cia sambil menyodorkan sesuatu.
Juna menepuk jidatnya "jam tangan aku ternyata ketinggalan di rumahmu ya?" kata Juna.
"Iya kemaren waktu ngerujak kan Mas Juna melepaskan jam tangannya" kata Cia.
"Iya bener. Makasih ya sudah diantar. Saya Pikir jam tangan saya ini juga sudah hilang terjatuh dimana gitu. hehehe" kata Juna.
"Masih muda kok udah pikun sih Jun" kata Pak Lurah Hadi.
"Hehehehe iya nih Paman" kata Juna sambil menggaruk-garuk lehernya yang tidak gatal.
"Oh Ya Mas Juna jadi berangkat hari ini?" tanya Cia.
"Iya Cia, jadi. Ini udah mau siap-siap tapi karena ada masalah jadinya tertunda sedikit." kata Juna.
"Mas Juna pulang ke kota pake motornya?" tanya Cia.
"Iya. Kan waktu datang juga aku pake motor" jawab Juna. "Emangnya gak cape apa pake motor" tanya Cia.
"Enggak kok. Justru enak pake motor bisa sambil menikmati keindahan alam. Dan kalo cape bisa berhenti sejenak" kata Juna.
"Kalo Gitu hati-hati yah, Mas. Aku pamit ya. Pak Lurah saya permisi ya" pamit Cia.
Pak Lurah dan Juna pun menganggukkan kepalanya "Iya Cia, Makasih" Cia berjalan keluar dari halaman rumah Pak Lurah Hadi.
Pandangan mata Juna mengikuti kepergian Cia.
Pak Lurah menyadarinya dan berkata "Sepertinya sudah ada benih-benih cinta yang tumbuh di desa Swadaya ini" kata Pak Lurah Hadi.
"Hah. Paman bilang apa?" tanya Juna.
"Sepertinya sudah ada benih-benih cinta yang tumbuh di desa Swadaya ini" Pak Lurah Hadi mengulangi perkataannya.
"Apa sih Paman" kata Juna malu. Wajahnya berubah warna menjadi merah muda. Kulit wajahnya yang putih membuat perubahan warna itu sangat terlihat.
"Hahahha kayaknya ponakan Paman yang tampan ini sedang jatuh cinta dengan kembang desa Swadaya" kata Paman lagi.
"Paman jangan nyebar gosip ih" kata Juna lalu masuk ke dalam. "Aku mau siap-siap dulu" lanjutnya lagi. Pak Lurah Hadi cuma tersenyum melihat ponakannya yang malu-malu pus.
Bersambung yah....