NovelToon NovelToon
Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Spiritual / Mafia / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:601
Nilai: 5
Nama Author: Eireyynezkim

Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.

Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.

Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.

Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.

Mampukah Eireen melewati ini semua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Laki-laki, Tinggi Besar, Tampan, Mata Panda

Satu jam sebelum resepsi diselenggarakan.

Eireen sudah memakai gaun cantik warna burgundy. Tatanan rambutnya juga menawan, tergelung dengan hiasan pita emas putih dengan tiga permata.

Namun, wajahnya tampak cemas, melihat telepon genggam. 'Astaga, dimana laki-laki ini? Kenapa sampai sekarang tidak aktif juga nomornya?'

Ia tunggu-tunggu, sampai akhirnya mendekati waktu. Ia putuskan untuk berangkat ke gedung resepsi Aslan dan Zeya.

Ia mengemudikan mobil sendiri, dari salon tadi. Sesekali, ia melihat layar telepon genggam, berharap Xav segera mengaktifkan nomornya.

Sayang, yang muncul justru pesan dari Zeya.

"Dimana? Kau jangan-jangan hanya membual ya kemarin itu?"

"Sok-sok an mau bawa orang yang lebih dari suamiku. Tapi malah tidak datang-datang juga.Takut ya? Atau malu?"

Eireen mencengkram kemudinya. Ia menghembuskan napas panjang, sebelum kemudian, menekan layar telepon genggam, agar ia bisa mengirim pesan suara kepada Zeya.

"Siapa yang tidak datang, hah? Ini aku sedang perjalanan ke sana. Bersiaplah saja, untuk berlutut di kakiku nanti!"

Zeya membalas dengan pesan suara juga. "Oh ya? Baiklah, akan aku tunggu kau di sini. Sampai tidak datang, awas kau ya!"

Eireen tidak membalas lagi, malas. Ya walau ia kesal, karena dalam kondisi begitu, Xav juga belum mengaktifkan nomornya. "Dimana sih dia?"

Pikirannya semakin negatif. Ia menduga, jika Xav mungkin tidak akan menepati janji.

"Kalau sungguhan dia tidak datang, aku harus punya plan B. Ya, aku tidak bisa membiarkan harga diriku diinjak-injak di resepsi itu. Tapi apa?"

Eireen terus berpikir, sambil mengemudikan mobilnya. "Apa aku acak-acak saja ya, resepsinya?"

Ia pun pusing sendiri. Sebenarnya bisa saja, ia obrak-abrik resepsi itu. Tapi, bukan itu kemenangan yang dia mau.

Lantas, telepon genggamnya berbunyi. Kali ini, sebuah panggilan dari Joey.

"Ehm, ada apa?" tanya Eireen setelah menekan tombol loudspeaker.

"Yakin tidak butuh bantuan? Aku bisa menemanimu hadir di resepsi itu. Mudahlah, aku bisa pura-pura jadi pemilik perusahaan, tampangku mendukung."

"Masalahnya, aku bukan cuma pamer pasangan kaya, tapi juga mau buat mereka berlutut."

"Maksudnya? Kau mau mengajak siapa, sampai mereka berlutut padamu?"

Eireen hampir keceplosan menyebut nama Xav. Ia kesal bukan main, kemudian berkelit, "Ya ada saja. Ck. Kau tidak bisa. Waktu itu kan mereka tahunya kau security!"

"Ah... iya sih. Kau memang keterlaluan. Bisa-bisanya menyebut kami security!"

"Sorry. Habisnya aku sudah kesal, mau cepat-cepat mengusir mereka."

"Hmm. Lantas, pasanganmu itu, hadir sungguhan tidak? Kalau tidak

"Pasti!" Eireen menyela, dalam hati, ia mengomel. 'Awas saja kalau dia tidak hadir!'

"Yakin?" tanya Joey lagi. Laki-laki itu seperti bisa merasakan kegelisahan Eireen.

"Yakin, tenang saja. Apa yang tidak bisa diselesaikan Eireen bukan?"

"Baiklah, tapi kalau ada apa-apa, segera hubungi aku. Hari ini, aku libur."

"Tumben? Bukannya ada misi ya?"

"Batal. Sepertinya ada masalah dengan klien."

"Baiklah. Selamat istirahat kalau begitu. Bersiap saja, nanti malam, aku traktir makan enak." Eireen pura-pura semangat, biar tidak ketahuan sedang pusing sendiri.

Joey pun mengakhiri panggilan setelah berbasa-basi sedikit. Sementara, Eireen mencoba menghubungi Xav lagi. Nahas, belum aktif juga.

"Huh." Eireen menghembuskan napas. "Tidak. Dia pasti datang. Ya, aku yakin, dia akan datang. Toh dia hutang banyak hal padaku, termasuk nyawa kan? Ya, dia pasti datang. Tenang, Eir. Tenang."

Tidak berselang lama, telepon genggamnya berbunyi lagi. Kali ini, panggilan dari Jimmy.

Eireen mengernyit. Tidak biasanya, Jimmy menghubunginya dulu begitu. "Tumben telepon? Mimpi?"

"Heh. Aku itu cuma bosan saja, tidak jadi ada misi ini. Kalau kau mau buat kekacauan, jangan lupa hubungi aku!"

"Kekacauan apa coba? Kau pikir, aku tukang rusuh apa? Dasar!"

"Ya bagaimana ya. Aku saja tidak yakin, orang yang kau rahasiakan itu datang. Atau bahkan, mungkin kau hanya mengada-ada saja?"

"Enak saja! Aku sungguhan punya pasangan ke resepsi itu ya. Dan dia, bukan orang sembarangan, asal kau tahu saja!"

"Siapa? Kau saja tidak mau menyebut namanya. Bukannya, kalau kau bangga-banggakan begitu, kau akan semakin mudah menyebut namanya? Ya kecuali, hanya halayanmu semata."

"Ih dasar menyebalkan. Suka-suka aku dong mau sebut namanya atau tidak. Yang penting dia ada, NYATA. Kau dengar?"

"Aku sih tidak percaya. Mana sini aku mau bicara dengan di ---"

"Ah terserahlah!" Eireen yang kesal sekali dengan Jimmy pun menyela kasar. "Jangan hubungi aku lagi, kau membuatku darah tinggi saja! Bye!"

Jimmy mengumpat di ujung sambungan telepon. Laki-laki itu masih mau bicara, tapi Eireen seenaknya saja mengakhiri panggilan itu.

"Kenapa?" tanya Bos Kalan, karena Jimmy berisik sekali.

"Si Eireen, entah dia mau datang ke resepsi pengkhianat itu dengan siapa. Aku yakin, dia pasti tidak punya pasangan Bos, makanya sok rahasia segala! Mau dipermalukan lagi dia?"

"Oh... kau marah-marah begini karena mengkhawatirkannya?"

"Tidak! Siapa? Ah sudahlah, lebih baik aku tidur!" Jimmy keluar dari ruang komando, meninggalkan Bos Kalan yang geleng-geleng kepala melihat.

'Dasar, padahal peduli, kenapa pura-pura tidak sama sekali?'

Sementara itu, sepanjang perjalanan, Eireen berusaha mensugesti dirinya. Tapi, lama-lama ia mulai gelisah lagi, karena Xav tetap tidak ada kabar juga.

Lebih-lebih saat sudah sampai di gedung, dimana resepsi pernikahan Zeya dan Aslan terselenggara.

Gedungnya sama mewahnya dengan gedung yang ia sewa dulu, parkirannya luas. Beberapa orang yang ia kenal terlihat turun dari mobil mereka.

Eireen sengaja tidak langsung turun. Ia mengamati, sambil menunggu Xav datang.

Mengingat, akan terasa aneh, kalau ia dan kekasih datang sendiri-sendiri. Pikirnya begitu.

"Ck. Dimana sih?" ucap Eireen sambil terus mencoba menghubungi nomor Xav.

"Katanya langsung ketemu di sana. Ini malah tidak terlihat juga batang hidungnya." Gadis itu mengomel sendiri.

Menit demi menit terlewati, Xav tetap tidak menunjukkan tanda-tanda. Justru Zeya yang mengirimkan pesan.

[Mana? Kok belum kelihatan juga batang hidungmu itu? Dasar tukang halu. Takut malu juga kau, hah? Sampai tidak datang begini?]

Darah Eireen rasanya seperti mendidih membaca pesan yang meremehkannya begitu.

Gadis yang memakai dress burgundy itu menghembuskan napas kesal, sudah seperti banteng akan menyeruduk saja.

Segera ia kirim pesan suara kepada Zeya. "Aku sudah di depan!"

"Oh ya? Baiklah, aku tunggu kedatanganmu, dengan pasangan halumu!"

Eireen tidak membalas, emosinya sudah akan meledak rasanya. Tapi, ia coba menenangkan diri, melihat ke cermin, merapikan sebagian rambutnya yang menjuntai cantik di kanan kiri wajahnya.

"Ok, kau sudah cantik, jangan emosi, apapun yang terjadi, kau... tidak akan dipermalukan lagi! Dan mereka, yang akan bersimpuh kepadamu, Eir. Yakin, yakin, ya, kau harus yakin, baru semuanya akan teratasi!"

Eireen menghela napas dalam-dalam, sebelum kemudian mengambil tas kecil warna putih, selaras dengan warna sepatunya.

Gadis itu melihat sekali lagi telepon genggamnya, baru keluar, karena nomor Xav tetap tidak aktif juga.

Ia sudah bertekad, akan menghadapi apapun, entah Xav akan datang atau tidak. Jadi, ia putuskan keluar dari mobil, mulai berjalan dengan percaya diri, menuju ke pintu masuk, di mana resepsi itu digelar.

Beberapa kali ia menoleh ke belakang, siapa tahu, Xav muncul tiba-tiba. Tapi, harapannya berakhir sia-sia.

Bahkan, sampai Eireen melewati tim penerima tamu, laki-laki itu tidak terlihat juga batang hidungnya.

"Silakan masuk!" ucap seorang penerima tamu kepadanya.

Eireen tersenyum tipis. "Oh iya, sebentar lagi, mungkin pasanganku datang. Laki-laki, tinggi besar, tampan, matanya agak seperti panda kehitaman bagian bawahnya, tolong dipersilakan masuk nanti ya?"

"Baik."

Selesai menitip pesan, Eireen melanjutkan langkah, memasuki pintu ruangan yang sudah ramai orang.

'Sial, aku harus buat alasan, sampai dia datang! Kalau tidak datang?' Eireen berjalan sambil ketar-ketir hatinya.

Ia tidak fokus sama sekali. Lebih-lebih, saat orang-orang yang datang di gedung resepsinya dulu mulai melihat ke arahnya.

'Tenang, Eir. Tenang, argh, sial, dimana sih dia?!' batin Eireen kesal bukan kepalang, sambil wajahnya masih bisa pura-pura percaya diri dan tenang.

Selagi Eireen jalan melewati karpet, dengan kanan kiri pot bunga, Zeya, Anabia dan Aslan tampak menantinya di depan.

"Lihat, datang sendiri, kan? Memang tukang halu!'' kata Zeya mencemooh.

"Kan ibu sudah bilang, kau saja yang terlalu khawatir."

"Tapi dia masih terlihat sombong sekali begitu, Bu!"

Aslan pun ikut bicara. "Tenang, Sayang. Tinggal beberapa langkah lagi, dia akan kita permalukan!"

Zeya menyeringai, melihat sesuatu di atas atap, dimana beberapa langkah lagi, akan dilewati oleh Eireen. 'Ayo.. cepat jalan lewati itu... biar kau cepat masuk jebakan!'

Tiga langkah sebelum titik jebakan. Eireen mulai bisa melihat Zeya dan lainnya di depan.

Ia pun semakin tidak fokus karena terbawa emosi, makanya, ia tidak menyadari jebakan itu.

Dua langkah sebelum titik jebakan. Zeya dan Anabia sudah bersiap akan bersorak. Aslan pun sudah akan menekan tombol, agar sesuatu di atas bisa jatuh ke bawah, mengenai Eireen.

Namun, satu langkah sebelum titik jebakan, tangan Eireen tiba-tiba ditarik seseorang dari belakang.

SRET!

Tubuhnya tertarik juga, memutar, hingga berakhir di dekapan seseorang dengan tubuh tinggi besar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!