Hidup Arabella hancur ketika pamannya tega menjualnya pada Edward Frederick, seorang mafia berkedok Ceo yang terkenal kejam, dingin, dan arogan, hanya demi melunasi hutang akibat kebangkrutan perusahaan.
Dengan kaki kanan yang cacat karena kecelakaan di masa lalu, Arabella tak punya banyak pilihan selain pasrah menerima perlakuan sang suami yang lebih mirip penjara ketimbang pelindung.
Perlahan, keduanya terseret dalam permainan hati, di mana benci dan cinta tipis perbedaannya.
Mampukah Arabella bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Ataukah justru dia yang akan meluluhkan hati seorang Edward Frederick yang sekeras batu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Setelah mendengar pertanyaan Ara, Edward tersenyum sinis. Ia merasa menang. Ia tahu, Ara tidak punya pilihan lain selain menuruti semua perkataannya.
"Martha!" panggil Edward dengan nada tinggi.
Martha, kepala pelayan, segera datang menghampiri mereka dengan langkah cepat. Wajahnya tampak khawatir.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Martha dengan sopan.
"Urus wanita ini," perintah Edward dengan nada dingin, menunjuk Ara dengan dagunya. "Pastikan dia melakukan semua pekerjaan rumah tangga di mansion ini. Aku ingin dia tahu, tempatnya di sini hanyalah sebagai pembantu, bukan sebagai nyonya rumah."
Martha terkejut mendengar perintah Edward. Ia tidak menyangka, tuannya akan bertindak sekejam ini. Ia menatap Ara dengan tatapan kasihan.
"Tapi, Tuan..." ucap Martha ragu. "Nona Ara adalah calon istri Tuan. Tidak pantas jika beliau melakukan pekerjaan rumah tangga."
"Aku tidak peduli," potong Edward dengan nada membentak. "Lakukan saja apa yang aku perintahkan. Atau kau ingin kehilangan pekerjaanmu?"
Martha terdiam. Ia tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah Edward. Ia mengangguk lemah.
"Baik, Tuan," jawab Martha lirih.
Edward tersenyum puas. Ia menatap Ara dengan tatapan mengejek.
"Nikmati pekerjaan barumu, Nona," ucap Edward dengan nada sinis. "Aku yakin, kau akan sangat menikmatinya."
Ara hanya bisa menundukkan kepalanya, menahan air mata yang ingin keluar. Ia merasa sangat dipermalukan dan direndahkan.
Setelah Edward dan Martha pergi, Bobby menghampiri Ara dengan wajah prihatin.
"Maafkan Tuan Edward, Nona," ucap Bobby dengan nada menyesal. "Beliau memang orang yang keras kepala."
Ara menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa," jawab Ara lirih. "Aku sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini."
Bobby terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia merasa kasihan pada Ara. Ia tahu, wanita ini pasti sangat menderita.
"Nona harus kuat," ucap Bobby akhirnya. "Jangan biarkan Tuan Edward merendahkan Nona."
Ara mengangguk lemah. Ia mencoba tersenyum, meskipun hatinya hancur berkeping-keping.
**
Martha datang menghampiri Ara di kamarnya. Wajah calon nyonya barunya tampak tidak enak.
"Maafkan saya, Nona," ucap Martha dengan nada menyesal. "Saya hanya menjalankan perintah Tuan Edward. Saya harus meminta Nona untuk membersihkan seluruh mansion ini."
Ara menghela napas panjang. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Ia mengangguk pasrah.
"Tidak apa-apa, Martha," jawab Ara lirih. "Aku akan melakukannya."
Martha merasa lega mendengar jawaban Ara. Ia membantu Ara untuk mengenakan pakaian pelayan dan memberikan alat-alat kebersihan.
"Jika Nona merasa kesulitan, jangan sungkan untuk meminta bantuan saya," ucap Martha dengan tulus.
Ara tersenyum tipis. "Terima kasih, Martha," jawab Ara. "Kau sangat baik padaku."
Ara mulai membersihkan mansion itu dengan susah payah. Ia menyapu, mengepel, membersihkan debu, dan melakukan semua pekerjaan rumah tangga lainnya. Ia merasa sangat lelah dan sakit di sekujur tubuhnya.
Sementara itu, Edward memperhatikan Ara lewat layar CCTV di ruang kerjanya. Ia tersenyum sinis melihat Ara kesulitan melakukan pekerjaan itu.
"Lihatlah wanita itu," ucap Edward dengan nada mengejek. "Dia pikir dia bisa menjadi nyonya rumah di sini? Dia hanya pantas menjadi pembantu."
Bobby yang berdiri di samping Edward hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia merasa kasihan pada Ara. Ia tidak mengerti, kenapa Edward begitu tega pada wanita itu.
"Tuan terlalu kejam pada Nona Ara," ucap Bobby dengan hati-hati. "Beliau adalah calon istri Tuan. Tidak seharusnya Tuan memperlakukannya seperti itu."
Edward menoleh ke arah Bobby dengan tatapan tajam. "Kau tidak mengerti apa-apa, Bobby," ucap Edward dengan nada dingin. "Aku melakukan ini untuk memberinya pelajaran. Aku ingin dia tahu, tempatnya di sini hanyalah sebagai pelayan."
Bobby terdiam. Ia tidak berani membantah perkataan Edward. Ia tahu, tuannya tidak akan mendengarkan nasihatnya.
Edward terus memperhatikan Ara lewat layar CCTV. Ia mencemooh pakaian lusuh dan gaya rambut kampungan Ara. Ia merasa jijik melihat wanita itu.
"Benar-benar bukan tipeku. Julia tetaplah yang terbaik," gumam Edward dengan nada jijik. "Aku tidak tahu, kenapa aku harus menikah dengan wanita seperti dia."
Bobby memutar bola matanya dengan malas.
"Dia yang memintaku mencarikan wanita, dan sekarang dia juga yang mengomel. Dasar tidak jelas!" Bobby menggerutu dalam hati.
si detektif kecil kayak Conan 😄😄😄..
badannya aja yg pitik ga sama isi kepala nya,,
dari pada uncle mu yg 1/2 ons
aihhh mau ngapain merek apa Edward mau ngetes lolipop nya Sam Jul Jul