Tolong berhentilah menebar pesona hanya mata terpejam bisa kurasakan, jangan biarkan cahayamu membutakan banyak hati
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angguni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasannya
Terdengar langkah kaki mendekat ke kamar. Bisa dipastikan itu suamiku yang menyebalkan. Aku menarik napas panjang.
"Desi, ayo makan".
Aku tak membuka suara. Aku hanya berdiri dan menggendong mochi keruang makan. Aku melihat Bobby sibuk menyendok nasi dan mengambilkan lauk pauk untukku. Masakannya tampak menggoda, tapi tidak akan berhasil untukku. Aku masih saja diam.
"Sayang, ayo makan".Bobby tersenyum hangat ke arahku. Kubalas dengan senyum Devil ku. Hah, dia pikir aku akan luluh? No way!
Meooww.... meooww....
" Apa, moc? kau lapar? Baiklah.... ini makan ".
Kuletakkan piring pemberian Bobby tadi yang penuh dengan lauk-pauk kebawah untuk kucing pintar ini.Bobby menatap kecewa ke arahku, sangat jelas.
" Kenapa? 'tanyaku sok polos.
"Apa kamu gak bisa ngehargain aku sedikit? Setidaknya, coba dulu, sedikit saja".Suaranya terdengar sangat dingin. Aku tahu itu.
" Kamu kan yang ngajarin untuk gak perlu menghargai usaha orang lain. Ada yang salah sama sikapku. Dia tak mampu menjawab apa pun, hanya menatapku tak percaya.
"Desi! Jaga bicaramu! "
"Kenapa? Aku berbicara sesuai keinginanku. Seperti yang biasa kamu lakukan dulu... tanpa peduli bagaimana perasaanku! "
Nada suara kami semakin meninggi. Bobby terlihat meredam emosinya tapi tidak cukup sampai di sini. Aku belum puas. Katakanlah aku jahat, aku tidak peduli. Aku hanya ingin memberi lelaki egois ini pelajaran. Dia tidak bisa seenaknya saja mempermainkan perasaanku.
Bobby masih diam.
"Kamu memintaku untuk belajar mencintai diriku sendiri, kan? dan aku sudah berhasil, bahkan aku sudah sangat mencintai diriku sampai tak ada lagi tempat untuk lelaki egois sepertimu! "
"Desi, bukan yang seperti ini maksudku, sayang", nada suaranya kembali merendah.
Aku tidak suka ini. Aku memancing kemarahannya, bukan malah jadi melow begini.
" Lalu apa! "
"" Aku... "
"Sudahlah, Bobby! aku muak! "
Aku berdiri dan bergegas ke kamar. Hancurlah sudah makan malam pertama kami.
Aku melepas jilbab lebar berwarna biru muda ini. Kepalaku sakit sekali. Aku berbaring sambil memijit pelan dahiku.Terlalu banyak beban yang memenuhi kepalaku beberapa hari ini. bukan ini yang ku mau sebenarnya.
Suara langkah kaki mendekat. Aku sudah malas berdebat. Kuputuskan untuk pura pura tidur. Bobby mengusap lembut rambutku, sangat lembut dan terkesan hati hati.
"Sayang, maafkan aku. Seharusnya kamu tahu alasanku bersikap tak acuh padamu dulu. Bangunlah...., aku tahu kamu belum tidur. Biar ku jelaskan semuanya, Desi! "
Aku bingung harus bangun dan ketahuan bohong lagi, atau terus pura pura tidur?
"Ayolah, sayang, bangun! aty, kamu mau aku cium, baru bangun? hmmmm? "
Aku terlonjak mendengar kata kata Bobby. Spontan terduduk menghadapnya. Ku lihat dia mengulum senyum. Haaahhh, menguji imamku!
"Dengar.... aku tahu aku mengagumkan. Jangan malu mengakui itu".
Aku mengalihkan pandangan ke buket bunga di atas nakas hanya untuk menyembunyikan pipi tomat ku.
Bobby menangkup kan ke dua tangannya ke pipiku untuk membuatku menatap lurus ke matanya. Mataku terkunci pada manik hitam Bobby. Baru kali ini aku bertatapan langsung dengannya. Selama ini, dia selalu membuang muka atau menunduk setiap kami berhadapan.
"Desi, kau hanya perlu mendengar penjelasanku. Jangan menyela sepatah kata pun.... dan tolong redakan emosimu".Dia menarik napas panjang sebelum memulai lagi kata katanya.
" Kau perlu tahu, aku mencintaimu. Tak perlu kau ragukan lagi hal itu. Bahkan, sejak kita masih sangat kecil untuk mengenal cinta. Maaf untuk ketakacuhanku dulu. Aku hanya membuat jarak untuk kita. Bukan karena membencimu apalagi jijik dengan sikapmu. Aku hanya ingin menjagamu, bukankah lebih baik begitu? Aku menahan diri untuk tidak berdekatan denganmu karena.... "Dia menggantung kalimatnya, membuat kadar kepo ku naik tiga tingkat sekaligus.
" Karena aku tahu, setelah lulus SMA, kamu akan menjadi milikku seutuhnya. Tanpa pacaran yang hanya akan menimbulkan zina.... yang tentu saja tidak pernah kuharapkan ".