NovelToon NovelToon
First Love

First Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bulbin

Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.

Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21. Tawaran dari orang kaya

Seorang gadis berseragam putih abu-abu, berdiri di depan sebuah kantor dengan pintu kaca besar di hadapannya. Dia melepas helm dan memberikannya pada pria berjaket hijau lalu melangkah pergi setelah membayar.

Bener kok ini alamatnya, tapi nama lengkapnya siapa? Duh, Ibu kasih tulisan nggak lengkap gini.

Dia menoleh kanan kiri, mencari seseorang yang bisa ditanya. Saat yang bersamaan, seorang pria tegap dengan pakaian satpam, mendekat tatkala melihat seorang gadis dengan dua kardus di tangan, tengah kebingungan di depan pintu.

"Maaf, Dik. Cari siapa ya?"

Gadis itu menoleh, tersenyum, lalu menanyakan letak kantor dari pelanggannya.

"Pak siapa tadi? Maaf, saya kurang jelas." Satpam itu kembali bertanya, "Dik Nayna, tadi cari siapa?" imbuhnya setelah melirik name tag di seragam tamunya.

"Kantornya Pak Wisnu, Pak. Ini saya mau nganter pesanan beliau." Nayna meletakkan dua kardus di lantai karena tangannya terasa pegal.

Setelah diberi arahan, Nayna masuk dan menuju meja resepsionis. Di sana, dia diminta untuk menunggu sebentar.

"Dik, silakan menuju ruangan di sebelah sana ya, beliau meminta Anda datang ke ruangannya," ujar wanita anggun dengan lesung pipi yang menarik.

Nayna manut, tak berpikir macam-macam, meski dalam hatinya sempat terbersit pertanyaan 'kok ke ruangannya segala? Bukannya dititipin di sini aja bisa, ya?'

Namun dia tetap melangkah, meski banyak pasang mata yang terus mengawasi. Terlebih pakaian yang melekat di tubuhnya, begitu mencolok dibanding jas dan kemeja rapi yang terkesan intelek.

Di depan sebuah pintu kaca yang buram, Nayna berdiri mematung setelah mengetuknya beberapa kali. Tak lama, terdengar suara yang memintanya masuk. Dengan sedikit gemetar, dia masuk dan pandangannya langsung menyapu ruangan yang luas, minimalis dan terbilang cukup nyaman. Seorang pria terlihat duduk di kursi hitam, terlihat serius dengan berbagai kertas dan tumpukan map di atas mejanya. Dia mengalihkan pandangan dari layar laptop, untuk menatap tamu yang baru saja menutup pintu.

Nayna mencoba tenang, lalu mengatakan tujuan kedatangannya ke sana. Tanpa ragu, gadis itu meletakkan dua kardus di atas meja lain dan menyerahkan sebuah nota.

"Hm, kamu temannya Aksara, kan?"

Deg!

Nayna menatap pria itu dengan kening berkerut. Entah mengapa, sekitar seakan mematung. Sementara pria di hadapannya menatap tajam ke arah Nayna yang masih berdiri di depan meja.

"Tak perlu takut, saya tidak akan ikut campur urusan asmara kalian. Hanya saja, saya butuh bantuanmu untuk beberapa hal." Laki-laki itu mempersilakan Nayna duduk, sedangkan dia menuju salah satu sudut ruang dan kembali dengan dua cangkir minuman. Dia mempersilakan tamunya minum, kemudian menantikan jawaban dari gadis SMA di hadapannya.

"Maaf, saya memang teman Aksara, Pak. Tapi bantuan apa yang Anda maksud?"

Suasana kembali tegang, mereka saling diam. Tak lama berselang, kembali terdengar suara tegas mengisi keheningan.

"Aksara adalah anak saya dan saya sudah lama mencari tahu tentangmu. Karena Aksa semakin sulit diatur setelah masuk SMA. Saya juga tahu namamu dari beberapa tulisan yang ada di kamar Aksa, termasuk soal pertemuan kalian setelah lama berpisah. Saya hanya minta tolong, bantu saya menasehati dia agar tak berlaku sesuka hatinya lagi. Terutama, sikap kepada kami sebagai orang tuanya. Saya hampir hilang akal menasehati dia yang keras kepala. Tolong, Nayna," ujar Wisnu dengan suara penuh harap. Berulang kali, dia menoleh ke arah dinding, menatap sebuah foto berbingkai kayu dengan wajah Aksara terpampang di sana.

Gusti, kenapa mataku baru lihat sekarang?

Nayna mengikuti arah pandang pria itu dan kembali berpura-pura tetap tenang. Dia menunduk, mempermainkan kuku jari dan gelang hitam di tangan. Entah mengapa, pikirannya tiba-tiba kusut, sementara di depannya ada seorang ayah yang menunggu kepastian untuk kebaikan anaknya.

"Bagaimana, Nayna? Saya akan bayar berapa pun yang kamu minta. Asalkan Aksara kembali menjadi anak yang mudah diatur." Wisnu menyesap minuman, sembari terus mengawasi gerak gerik tamunya.

Mendengar itu, Nayna seketika merasa direndahkan. Terlebih, sikap pak Wisnu yang angkuh di matanya. Dengan tegas, Nayna menjawab.

"Maaf, saya bukan perempuan bayaran, Pak. Dan saya juga tidak ada hubungan apa pun dengan anak Anda, selain teman satu kelas. Selebihnya, kami tak saling kenal." Nayna meraih uang pembayaran keripik di atas meja, lalu berdiri dan kembali berkata, "terima kasih atas pesanan Anda. Saya terima uangnya, Pak. Saya pamit. Terima kasih."

Dengan langkah mantap, Nayna keluar dari ruangan yang cukup membuatnya gerah, meskipun di dalam sana terpasang pendingin yang tak dapat mendinginkan kobaran di hatinya.

Dia pikir, dia siapa? Mentang-mentang kaya, seenak jidat bayar-bayar orang.

Nayna terus berjalan, mengabaikan orang-orang yang menatapnya penuh tanya sambil saling berbisik.

Sesampai di luar, Nayna memesan ojol dan berlalu pulang.

Sementara di dalam ruangan, Wisnu melempar satu dus pesanannya ke lantai. Wajah memerah dengan garis rahang yang menonjol, tangan terkepal kuat dengan tatapan masih tertinggal di pintu kaca yang kini tertutup rapat.

Miskin aja belagu!

Pria itu kembali ke meja kerja, mencoba konsentrasi dengan barisan kata dan angka di layar laptop, namun...

Argh!

Wisnu mengacak rambutnya dengan kesal. Terlebih saat dia mengingat beberapa kata terakhir yang Nayna ucapkan sebelum pergi, hatinya semakin panas.

*

Di rumahnya, Nayna langsung masuk kamar tanpa menghiraukan sang ayah yang duduk di teras dengan ponsel di tangan. Dia bahkan tak menjawab kala ibunya memanggil.

"Yah, anakmu kenapa?" bisik Siti yang mendaratkan tubuh di samping suaminya.

"Nggak tahu, balik sekolah kok gitu. Apa ngambek nggak dijemput mungkin. Tapi tadi bilang ada urusan, jadi nolak buat dijemput. Urusan apa ya, Bu? Ibu tahu?" Rahmat meletakkan gawainya di meja. Menatap sang istri dengan wajah menanti jawaban.

"Tadi emang udah pulang, Yah. Tapi dia pergi lagi nganter pesanannya Pak Wisnu. Ayah tahu kan? Hari minggu lalu, dia hubungi Ibu mau pesan keripik untuk acara kantornya gitu. Ya, Ibu setuju. Alhamdulillah banyak." Namun suara Siti terpotong dengan pertanyaan Rahmat. "Kenapa nggak nyuruh Ayah buat nganter, Bu? Ibu tahu siapa Pak Wisnu?"

"Pak Wisnu sendiri yang minta kalau pesanannya diantar Nayna, Yah. Dia bilang, putranya juga sekolah di tempat yang sama dengan Nayna. Jadi, Ibu nggak mikir macem-macem ... Astaghfirullah, apa iya, Yah?"

Siti menutup mulut, sementara matanya menatap ke arah suami dan melongok ke dalam rumah.

"Apaan, Bu?" Rahmat semakin mengerutkan keningnya.

"Jangan-jangan, anak kita mau dijodohin anaknya? Duh, Yah. Kita besanan sama orang kaya ... "

Belum selesai bicara, Rahmat membungkam mulut istrinya.

"Kalo ngomong sembarangan aja, Bu. Anak masih sekolah, udah ngebet punya mantu. Aduh! sing eling, Bu!"

Rahmat melepas tangannya karena Siti menggigit telapak tangan itu dengan wajah merah padam.

Dari arah kamar, Nayna hanya lamat-lamat mendengar suara orang tuanya yang entah membicarakan apa. Dalam benaknya, tiba-tiba terbersit sebuah pikiran yang cukup membuatnya membayangkan wajah seseorang.

Apa iya, sikap Aksara berubah karena aku? Tapi melihat perlakuan dan perkataan ayahnya bisa aja karena dia tertekan di rumah. Ah, dia kan dari dulu selalu jadi yang terbaik, anak emas guru, bahkan sampai sekarang. Sikapnya juga kurasa sama aja kaya dulu semasa SMP. Tetap angkuh, sama seperti ayahnya yang menilai semua dengan uang. Ah! Aku benci manusia macam itu. Sok berkuasa. Padahal jika Tuhan berkehendak untuk mengambil kembali, dia bisa apa? Dasar! orang-orang sombong yang merasa paling benar.

Nayna menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Wajah ayahnya muncul di sana dengan senyum indah yang merekah di bibir.

***

1
Dewi Ink
musuh bgt 😅😅
Dewi Ink
🤣🤣🤣
Alyanceyoumee
lah, jangan jadi matre Bu Siti. Pak wistu nyebelin.
Alyanceyoumee
ga suka!
Alyanceyoumee
bagus nay..
Alyanceyoumee
waduh, na... tiba-tiba saja ketemu sama camer.
Pandandut
nah ini baru gentle nih
Pandandut
jadi inget dulu jerit jerit pas jurit malam wkwkwk
Kutipan Halu
untuk ajaa ayahnya segera datang kalau nggk udah kena modus dua cowok itu2 tuh 😂
Iqueena
Hahah, anteng dulu ya Bu 🤣
Iqueena
Ya Allah, ada aja ujian mereka
Iqueena
Ayo diingat lagi Na
Iqueena
Sebentar sebentar, jadi bukan ortu kandung Nayna?
TokoFebri
yang kayak gini itu bacanya sedikit nyesek. Sandy cengengesan tapi sebenarnyaa hatinya raapuh.
TokoFebri: salam ke Sandy ya Thor. semangat. hihihi
total 2 replies
Yoona
siapa yang natap nanya dari jauh itu, penasaran 🤔🤔
Septi Utami
aku kok muak ya sama Melda!!!
Bulanbintang: Aku juga,😥
total 1 replies
Miu Nuha.
mau pinjem PR kok /Hey//Hey/
Miu Nuha.
pinisirin juga nih aku 🤔
Miu Nuha.
gara2 ketemu mantan
Miu Nuha.
jangan nakutin tooo /Sweat//Sweat/
Bulanbintang: Demi keselamatan sang anak,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!