Berdalih Child Free, Aiden menutupi fakta dirinya yang mengalami hipogonadisme.
Namun pada malam itu, gairah seksualnya tiba-tiba memuncak ketika dirinya mencoba sebuah obat perangsang yang ia buat sendiri.
Aiden menarik Gryas, dokter yang tengah dekat dengannya.
"Tenang saja, kau tidak akan hamil. Karena aku tidak ingin punya anak. Jadi ku mohon bantu aku."
Namun yang namanya kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Gryas, ternyata hamil setelah melewatkan malam panas dengan Aiden beberapa kali. Ia pun pergi meninggalkan Aiden karena tahu kalau Aiden tak menginginkan anak.
4 tahun berlalu, Anak itu tumbuh menjadi bocah yang cerdas namun tengah sakit.
"Mom, apa Allo tida atan hidup lama."
"Tidak sayang, Arlo akan hidup panjang. Mommy akan berusaha mencari donor yang sesuai. Mommy janji."
Akankah Arlo selamat dari penyakitnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa Benih 13
Sebenarnya, di awal Aiden tidak tahu apa profesi Hendrik. Pasalnya Hendrik seperti orang yang santai dan banyak waktu luang. Namun saat Hendrik membawanya ke rumah untuk di kenalkan dengan istri dan anaknya, Aiden baru tahu bahwa Hendrik memiliki klinik sendiri. Dia ternyata seroang psikiater.
Bukan hanya itu, Hendrik juga bekerja di rumah sakit meski hanya satu pekan sekali.
Dengan Henrik, Aiden memang merasa nyaman untuk bicara. Mungkin karena Hendrik memang sudah biasa dalam membersamai orang-orang yang berjuang dalam kesehatan mentalnya.
"Aku mengalami mimpi yang beruang. Mimpi itu aneh, Hend. Haah entahlah. Aku menjadi kesulitan untuk tidur setiap kali mimpi itu datang."
"Hmmm, apa kau bisa menceritakan mimpi mu secara detail? Aah tidak, aku tidak akan memaksamu. Ceritakan ketika kau sudah siap, oke?"
Aiden reflek menganggukkan kepalanya. Memang benar, seolah dirinya belum mampu untuk bercerita semuanya.
Pada akhirnya Hendrik mengajak Aiden berbicara tentang hal lain. Satu hal yang diketahui Hendrik adalah, Aiden selalu antusias jika menyangkut tentang pekerjaannya.
Pria itu selalu berapi-api dengan apa yang dia kerjakan.
"Jadi kau akan kembali mengajar? Jangan terlalu kejam kepada pada mahasiswa mu?"
"Eiii mana ada. Aku melakukannya sesuai standar. Tapi awal mengajar itu sangat membosankan karena semuanya hanya bicara omong kosong."
Hendrik terkekeh geli dengan jawaban Aiden. Untuk masalah pekerjaan Aiden benar-benar toleran. Cerita tentang bagaimana gila nya pria itu pun sudah didengar oleh Hendrik dari berbagai informasi.
"Sudah mulai larut, aku harus kembali. Jika ingin bicara, hubungi saja aku. mengerti."
"Ya, terimakasih Hend. Senang rasanya ada yang diajak bicara."
"Sebenarnya banyak yang ingin bicara dengan mu, Aiden. Hanya saja kamu yang sangat gila kerja sampai-sampai tak ada waktu untuk hanya sekedar say helo dengan teman."
Hahahaha
Kali ini giliran Aiden yang tertawa. Memang jika sudah bekerja dia seketika berubah menjadi individu yang benar-benar penyendiri dan tidak suka diganggu. Ia hanya ingin fokus dengan apa yang ia kerjakan dan tak ingin melihat ke kanan dan ke kiri.
Itulah mengapa dia mendapat julukan profesor gila. Karena gila kerja dan berakhir menjadi seperti gila sungguhan karena tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang lain di luar pekerjaannya.
"Aku sangat suka bekerja, dan itu membuat ku seolah hidup, Hend. Karena pekerjaan ku ini, aku benar-benar bisa hidup."
"Mungkin kau tidak akan bicara demikian jika memiliki orang yang berharga. Keluarga mungin?"
Degh!
Aiden langsung tersentak dengan ucapan Hendrik. Keluarga, adalah sebuah kata yang tidak pernah dia pikirkan selama ini setelah Gryas pergi darinya.
Saat itu mungkin memang iya dia ingin memiliki sebuah keluarga kecil. Keinginannya untuk menikahi Gryas dan hidup bersama dengan wanita itu menjadi sebuah tujuannya. Akan tetapi semua sirna ketika wanita yang ia cintai itu pergi meninggalkannya begitu saja.
"Entahlah, Hend. Ku rasa aku tidak pernah menginginkan itu. Hidup seperti ini sudah cukup baik untuk ku."
"Ya untuk saat ini lakukan lah yang kamu inginkan, Aiden. Ah iya, besok kamu belum mulai mengajar kan? Apa kau mau ikut aku ke Nijmegen? Kau tahu kan kalau aku juga bekerja di rumah sakit. Besok adalah jadwal ku untuk bekerja. Di sana juga ada cabang dari kampus yang mana kau akan kerja di sana. Ya sekedar untuk melihat-lihat. Bagiamana?"
Aiden terdiam sejenak dan tengah berpikir. Apa yang dikerjakan para tukang di sini belum selesai. Tapi tawaran dari Hendrik juga bukan hal yang buruk.
"Aku memikirkannya, Hend. Besok akan ku beri kabar, ikut tidaknya aku."
"Baiklah, kabari aku sebelum pukul 07.00."
Siip
Hendrik melenggang pergi. Dan Aiden kembali sendiri. Tapi kesendirian itu tidak pernah jadi masalah bagi Aiden karena selama ini dia memang seperti itu.
Pagi harinya, Hendrik pergi sendiri ke Nijmegen karena Aiden berkata bahwa dia tidak bisa ikut. Dua hari ini finishing dari mini lab yang dia buat, jadi dirinya tetap harus ada di tempat agar semuanya sempurna sesuai yang diinginkannya.
Hendrik pun tak ingin memaksa. Padahal dia ingin menunjukkan banyak hal kepada Aiden di Nijmegen.Tapi mungkin ini belum lah waktunya.
Pria itu terlalu tertutup, harus sangat perlahan untuk membuka hati dan juga pikirannya.
"Selamat pagi Dokter, astaga setiap kali melihat Anda saya merasa Anda semakin cantik."
"Cih, Anda selalu bicara omong kosong setiap datang kemari, Dokter Hendrik."
Hahahah
Tawa dua orang itu saling bersautan. Meski berbeda spesialisasi dalam menangani pasien, mereka termasuk cocok dalam mengobrol. Semua itu karena Hendrik beberapa kali bertandang ke Indonesia.
Tepat sekali, orang yang saat ini tengah disapa oleh Hendrik adalah Gryas. Awalnya hendrik terkejut ketika Gryas berkata bahwa dirinya asli Indonesia. Pasalnya wajah yang dimilki Gryas tidak nampak seperti wajah orang asia.
Akan tetapi setelah banyak mengobrol, Hendrik pun tahu kalau Gryas berasal dari keturunan campuran. Kakeknya masih memiliki darah eropa sehingga wajah Gryas pun banyak mengambil gennya.
"Bagaimana kabar si kecil?"
"Baik, tapi ya begitu. Tetap harus terus berharap ada donor. Aku sedikit lelah menunggu nya. Tapi donor hanya satu-satunya harapan Arlo untuk bia menjalani hidupnya nanti, Hend."
"Semangat Gry, aku yakin hal itu akan datang. Tuhan punya banyak tangan, dan aku yakin salah satu tangannya akan mengulur kepadamu. Berkata memang mudah ya, tapi sungguh aku berharap kamu tetap semangat demi anak mu."
Gryas mengangguk, bicara dengan Hendrik selalu membuatnya merasa seolah memiliki ketenangan. Mungkin karena bidang Hendrik.
Sebenarnya, Gryas pun sempat berkonsultasi dengan Hendrik ketika penyakit Arlo semakin parah. Dari hepatitis C menjadi Sirosis Hati, dan sebuah ucapan dari Lars mengatakan bahwa Arlo butuh donor, Gryas sempat down.
Gryas mendapat saran agar bertemu dengan Hendrik. Dan saat itu lah dia dan Hendrik dekat. Banyak bantuan yang Gryas dapatkan dari Hendrik.
Mulai dari sebuah ketenangan, hingga semangat yang kembali dan menerima keadaan. Meskipun sebenarnya hati terdalam Gryas masih belum bisa sepenuhnya menerima kondisi putranya tersebut.
"Nanti kita bicara lagi. Pasien ku sudah menunggu ku pasti."
"Ck, sudah berlagak paling sibuk saja kamu, Hend. Pasien ku pun banyak di sini."
Hahaha
Hendrik menuju ke ruangannya pun dengan Gryas. Dia segera menuju ke pos nya berada. Hari ini dia sedikit lega karena tak banyak pasien yang datang. Tapi itu bukan berarti Gryas menjadi santai.
Drtttzzzz
Gryas langsung menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya. Terlebih itu dari Tante Fleur, pengasuh yang menjaga Arlo.
"Ada apa, Tante?"
"Arlo, Arlo pingsan Gry. Aku sekarang sedang berada di perjalanan menuju ke rumah sakit."
Degh!
TBC
eh kok ada Brisia disini, Brisia apa Gryas kak? hehe
Arlo masih cadek jadi makin gemesin