Pernikahan sudah di depan mata. Gaun, cincin, dan undangan sudah dipersiapkan. Namun, Carla Aurora malah membatalkan pernikahan secara sepihak. Tanpa alasan yang jelas, dia meninggalkan tunangannya—Esson Barnard.
Setelah lima tahun kehilangan jejak Carla, Esson pun menikah dengan wanita lain. Akan tetapi, tak lama setelah itu dia kembali bertemu Carla dan dihadapkan dengan fakta yang mencengangkan. Fakta yang berhubungan dengan adik kesayangannya—Alvero Barnard.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehadiran Esson
Suasana makan malam di rumah Esson serasa lebih senyap dari biasanya. Meski dalam beberapa hari ini Esson memang lebih banyak diam, tetapi malam ini benar-benar membisu. Bahkan, senyum pun tak terkulum di bibirnya meski Tessa sudah berusaha keras mencairkan suasana.
"Bagaimana perkembangan proyek dengan Tuan Zayn?" tanya Tessa.
Ia sengaja membahas perihal pekerjaan. Karena ketika membahas hal lain, Esson sama sekali tak menunjukkan tanggapan baik. Bahkan saat memperbincangkan kehamilannya, Esson hanya menyahut satu dua kata. Padahal biasanya sangat antusias.
"Sudah deal."
Cukup dua kata, itu pun tanpa senyum atau sekadar menoleh. Jawaban Esson benar-benar dingin dan datar.
Gerakan tangan Tessa untuk menyuap makanannya sampai terhenti. Sakit dan sesak rasanya. Ia seperti orang asing yang tak ada artinya di mata Esson.
"Ada yang tertarik dengan properti kita di Bandung, besok pergilah ke sana!"
Di tengah hening, Esson memberikan perintah tegas kepada Vero. Kilatan tajam tersirat dalam lirikannya, melukiskan emosi yang sulit diluapkan.
"Aku, Kak? Tapi ...."
"Sekali-kali seriuslah dalam bekerja! Aku di sini sibuk. Apa gunanya kamu jika tidak mau diajak bekerja sama!"
Sembari menjawab, Esson bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan makanan yang masih tersisa setengah, juga meninggalkan Vero dan Tessa yang menatap tak percaya.
Esson tahu sikapnya salah. Tak seharusnya ia berbuat demikian terhadap adik dan istrinya. Namun, suasana hati benar-benar kacau. Esson tak bisa mengendalikan diri untuk tidak emosi.
Sepeninggalan Esson, Vero tak ada niatan lagi untuk menghabiskan makan malamnya. Hidangan-hidangan yang lezat mendadak terasa hambar. Pasalnya ia tahu apa yang membuat Esson berubah drastis, pasti karena Carla yang kini hadir kembali.
"Haruskah aku jujur pada Kak Esson? Tapi ... udah berlalu lima tahun, apa dia masih bisa maafin aku?" batin Vero. Bimbang hatinya memikirkan semua masalah yang telah terjadi. Antara jujur atau tetap menjadikannya sebuah rahasia.
Vero terlalu pengecut untuk mengakui semuanya, terlalu takut menghadapi kemarahan Esson yang entah akan sebesar apa. Walaupun niatnya sudah bulat untuk mengejar Carla dan menjadikan dia sebagai wanitanya, tetapi masih ada keraguan untuk mengungkap semuanya di hadapan sang kakak.
"Apa kamu tahu masalah apa yang sedang dihadapi Esson?"
Pikiran Vero buyar seketika, tercuri oleh suara Tessa yang sedang mengajukan pertanyaan padanya.
"Kayaknya ... nggak ada masalah apa-apa, Mbak. Ya ... ya, seputar kerjaan aja. Lagi numpuk gitu," jawab Vero agak gelagapan.
Tak mungkin ia jujur dan mengatakan bahwa Carla telah kembali, khawatirnya ada perang dunia ketiga yang tak bisa dihindari.
"Sikap Esson jauh berubah. Aku sudah berkali-kali mengajaknya bicara, tapi dia tetap tidak mengatakan apa pun, tapi semakin hari semakin diam. Ekspresinya selalu dingin dan datar. Aku tidak tahu salahku di mana, kenapa Esson sampai mengabaikanku seperti ini."
Mendengar keluh kesah Tessa, jauh di dalam hati Vero ada perasaan iba yang sangat mendalam. Ia bisa mengerti bagaimana sedihnya perasaan Tessa. Sebagai wanita yang sedang mengandung anak Esson, bahkan selama ini sudah mengorbankan karier demi mendalami perannya sebagai seorang istri, pasti sangat menyesakkan ketika lelaki yang diperjuangkan malah bersikap sangat dingin.
"Nanti aku coba ngomong ya, Mbak, sama Kak Esson. Agar dia ... nggak mencampur-adukkan urusan pribadi dengan urusan kerja. Aku yakin berubahnya Kak Esson bukan karena kesalahan Mbak Tessa, karena di kantor pun ... akhir-akhir ini Kak Esson juga kayak gitu," ucap Vero sambil berusaha tersenyum, mencoba meyakinkan Tessa untuk tetap berpikiran baik.
"Bukan karena wanita lain, kan?"
Pertanyaan yang wajar dan tidak mendadak, tetapi sontak membuat Vero tersedak ludahnya sendiri.
"Esson terlalu jauh di atasku. Dalam hubungan ini ... ketakutanku hanya satu ... kehilangan dia karena cinta yang lain," lanjut Tessa.
Sejenak pikirannya menerawang. Bukan pada wanita asing di luar sana, melainkan pada Carla. Jujur, dialah ketakutan terbesar Tessa. Takut Carla kembali dan mencuri lagi cinta Esson.
"Itu nggak mungkin, Mbak. Kak Esson tipe lelaki yang setia, dia nggak gampang tertarik dengan wanita lain apalagi sampai jatuh cinta. Jadi Mbak Tessa tenang aja, nggak mungkin Kak Esson berkhianat."
Ludah Tessa hanya tersangkut di tenggorokan saat mendengar ucapan Vero. Sekilas kalimat barusan memang menenangkan. Namun, yang tertangkap dalam pikiran Tessa justru arti yang lain. Tidak mudah berpaling, tidak mudah jatuh cinta, artinya ... kehadirannya selama ini belum tentu mampu menggantikan posisi Carla.
"Lanjutkan makanmu, Vero! Aku mau istirahat."
Dengan raut wajah yang datar, Tessa pamit dan bangkit, meninggalkan Vero sendirian di meja makan.
Sembari mengaduk-aduk makanan di piringnya, Vero mende-sah panjang. Tessa ... Esson, mereka sedang tidak baik-baik saja. Padahal, Esson sekadar berjumpa sekilas dengan Carla. Bagaimana jika nanti dirinya membawa Carla sebagai calon istri?
"Perjuanganku nggak akan mudah. Tapi, apa pun itu akan tetap kuhadapi. Kak Esson, maafkan aku. Dulu aku nggak sengaja telah menodai Mbak Carla, dan sekarang aku benar-benar jatuh cinta padanya," batin Vero.
Lantas bibirnya sedikit mengulum senyum saat mengingat tadi siang, di mana dia dan Carla bisa duduk dalam satu meja meski hanya beberapa menit. Sialnya, bayangan yang menyenangkan itu perlahan lenyap setelah mengingat perintah dari Esson.
Ahh, besok dia harus terbang ke Bandung dan entah sampai berapa hari. Makin lama dia di saja, makin lama pula waktu yang terjeda untuk bersua dengan Carla.
______
Di luar, senja masih memamerkan keanggunannya. Sinar jingganya yang menenangkan, setenang hati Carla saat ini. Pekerjaan di hotel berjalan lancar dan kelar lebih awal. Tak ada pula kehadiran Vero yang selalu mengusik dengan sikapnya yang menyebalkan.
"Mandi dan tidur. Ah, nikmat sekali hari ini. Bisa tidur lebih awal tanpa memikirkan kerjaan atau beban yang lain," batin Carla ketika memasuki lift apartemen. Tak sabar rasanya untuk segera tiba di huniannya, lantas membersihkan diri dan bermanja dengan ranjang.
Bibir Carla yang ranum mengulas senyum tipis saat lift sudah berhenti di lantai apartemennya. Lantas, ia keluar dengan langkah yang semangat. Carla merasa sangat tenang saat sudah berada di area apartemen. Pasalnya keamanan di tempat tersebut sangat terjamin, jadi tak mungkin ada peluang untuk bertemu Vero ataupun Esson.
Namun, ketenangan Carla serta kepercayaannya terhadap keamanan apartemen lenyap seketika saat ia baru saja membuka pintu. Seseorang tiba-tiba mendorongnya dari belakang dengan kuat, kemudian turut melesak memasuki apartemennya.
"Hei—"
Teriakan Carla terhenti sebelum kalimat terucap seutuhnya. Suaranya mendadak tertahan di tenggorokan, luar biasa terkejutnya saat tersadar siapa yang telah berbuat kurang ajar padanya.
Esson. Dengan wajah yang tak bersahabat serta tatapan yang tajam dan penuh kekecewaan, berdiri tepat di hadapan Carla dan memegang erat kedua lengannya.
Bersambung...
Carla kenapa? beres2 barang?
Penderitaan Carla sungguh sungguh menyakitkan 🥲🥲🤗🤗
Jadi untuk apa memperdalam kisah yng sdh lewat ikhlas kan aja Son , cerita mu dngn Carla sdh selesai 😠😠🤣