"Kamu jadilah ayah dari anakku," ucap Dinia pada stafnya Taran.
🍁🍁🍁
Dinia Kenan, Direktur dari DW Fashion menolak untuk menikah. Hingga dia tanpa sengaja menemukan bayi lelaki yang terbuang. Dinia putuskan membesarkan bayi lelaki itu yang dia beri nama Ditrian.
Dinia mengakui kalau Ditrian adalah anak kandungnya karena tak ingin terpisah dengan anak itu. Hingga waktu berlalu, orang-orang mulai curiga dengan status Dinia yang seorang wanita lajang.
Saingan bisnisnya pun memanfaatkan masalah itu sebagai skandal untuk menghancurkan bisnis Dinia. Untuk menjawab rasa penasaran itu, Dinia meminta salah satu staf kepercayaannya menjadi ayah dari anaknya, Ditrian. Pria bernama Taran yang masa lalunya menjadi misteri.
Meski demi itu semua, Dinia harus pura-pura menikah dengan Taran. Terlebih Taran sangat menyayangi Ditrian seperti anak kandungnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elara-murako, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. pelukan yang membuat salah tingkah
"Taran, Nona Dinia hilang," lapor Sanchez.
"Bagaimana mungkin? Bukannya dia bersama kalian di pesta itu?" Taran yang tengah memindahkan Ditrian ke kamar terkejut luar biasa.
Kamar Ditrian bernuansa putih, penuh dengan mainan. Bahkan ada perosotan dan ayunan kecil sehingga lantainya harus dilapis dengan busa agar anak itu tidak cendera. Foto-foto Ditrian dengan Dinia terpajang di sana. Sedang lelaki yang menjadi ayah anak itu, entah di mana. Jejaknya benar Dinia hilangkan, menurut Taran.
"Kami menunggu di parkiran. Hanya hingga acara selesai, Nona tidak keluar juga," jelas Sanchez.
"Sudah coba kalian cari?"
"Seluruh personel sedang menyisir sekitar halaman tempat pameran. Kami juga bertanya pada petugas keamanan di sini."
Taran pastikan Ditrian sudah terlelap. Kemudian dia lari sekuat tenaga ke parkiran. Mobilnya melesat di jalanan menuju tempat Dinia hilang. Tiba di sana, benar sudah sepi semuanya. Taran mencoba menelepon Dinia, tetap tidak ada jawaban.
"Bagaimana dengan toilet?"
"Tidak ada. Di dalam dan luar ruangan." Sanchez sampai bingung. Entah bagaimana cara Dinia bisa melarikan diri.
Taran berpikir cukup lama. Sanchez pikir lelaki itu bisa membantu karena selama beberapa bulan ini sepertinya Dinia lebih dekat dengan Taran. Hanya pria itu yang hampir selalu bersama Dinia di manapun.
Akhirnya Taran punya ide. Dia yakin orang ini pasti tahu banyak tentang Nonanya. Taran beranikan diri menelepon salah satu Nyonya Kenan. Ibu dari Dinia, Drabia Kenan.
"Apa yang bisa aku bantu."
"Mohon maaf, Nyonya. Sepertinya kami melakukan kesalahan fatal. Kami kehilangan Nona Dinia. Menurut saya dengan keamanan berlapis, mustahil jika Nona Diculik. Saya curiga beliau melarikan diri," jelas Taran.
"Sejak kecil dia memang pandai melakukan itu," jawab Bia sambil terkekeh.
"Nyonya, bisakah Anda memberikan petunjuk? Ke mana kami bisa mencari Nona?" Taran berharap bisa mendapatkan jawaban.
"Kalau kabur begitu, dia pasti ingin sendiri. Aku yakin dia akan tenang dan pulang sendiri. Biarkan saja. Kalian kembali ke apartemennya dan jaga cucuku. Jangan sampai lengah," pesan Bia.
"Baik, Nyonya Kenan. Terimakasih atas jawaban Anda."
Taran menyampaikan pesan dari Nyonya besarnya itu. Seluruh staf kembali ke apartemen. Sebagian karena lepas dari jam kerja, Taran izinkan pulang.
Petugas penjaga shift berikutnya hadir. Hanya Taran yang masih di sana menunggu wanita itu. Jam tiga kali berdentang. Artinya tiga jam sudah Taran menunggu di ruang tamu dengan perasaan khawatir.
"Apa benar dia akan pulang?" Taran mengusap kening.
Seluruh ruangan di apartemen itu sudah gelap. Meski mengantuk, tetap saja Taran tahan. Dia harus memastikan Dinia baik-baik saja.
Pintu terbuka. Taran bangun dari posisi duduk. Dinia kembali, dengan tampilan yang sama seperti saat wanita itu pergi ke pesta.
Lelaki itu menunduk hormat. "Nona, saya mohon ampun. Ini tidak sopan, tapi... ke mana Anda pergi sebenarnya?"
Dinia terdiam. Dia menatap Taran. Wanita itu maju beberapa langkah. Lengannya mengulur dan memeluk lelaki itu.
"Taran, sakit sekali rasanya hatiku. Aku mau bilang kalau aku mencintai dia. Tapi, dia sudah punya istri. Dan aku takut, aku tidak ingin dikhianati, tidak ingin sakit. Kenapa lelaki begitu, Taran? Kenapa menunggu saja dia tidak mau dan memilih meninggalkan aku?" Air mata kembali mengalir dari mata Dinia.
Benar, meski dia sudah puas menangis di pantai seharian tadi, Dinia kembali merasa lemah saat melihat Taran. Sedang stafnya itu terdiam lama. Dia bingung harus melakukan apa.
Akhirnya Taran hanya diam, membiarkan tangisan Dinia berakhir sendiri. Tak lama perempuan itu melepas pelukan dan mengusap air mata.
"Kamu kenapa gak dorong aku tadi?" omel Dinia tiba-tiba.
"Maksud Nona bagaimana?" Jelas Taran jadi bingung.
"Kenapa kamu biarin aku meluk kamu? Dasar genit! Dipeluk cewek malah diam saja!" Dinia mengalihkan pandangan lalu berjalan pergi.
Mata Taran berkedip. Dia mengusap kening. "Kenapa malah jadi aku yang salah?" batin lelaki itu.
Pagi harinya Dinia sarapan sambil menyuapi Ditrian. Dia sama sekali tidak menanyai Taran hari ini. Malah terkesan seperti menghindar. Saat Ditrian mendekati Taran pun, Dinia pura-pura makan dengan lahap. Bahkan dia abaikan permintaan Ditrian agar duduk di mobil yang sama dengan Taran.
"Apa kamu buat Nona kesal tadi malam?" tanya Goul, staf lain di sana.
"Aku juga tidak paham." Taran menyandarkan kepala ke kaca mobil. Setiap kali pergi ke luar, ada dua mobil yang menyertai Dinia. Satu yang dia naiki dan kedua berisi staf serta petugas keamanan.
"Kenapa kamu tidak tanyakan saja?
"Apa kamu bercanda? Kalau aku tanyakan, dia malah semakin marah. Lebih baik aku diam saja." Taran menolak.
Kedua mobil itu berhenti di kediaman Dira Kenan. Rumah itu halamannya luas dan asri. Memiliki dua lantai, tapi sangat besar dan megah. Designnya mirip rumah tua di Amerika. Namun, di dalam penuh dengan nuansa modern.
"Hari ini seluruh keluarga Tuan Dira Kenan kumpul?" tanya Taran penasaran.
"Setahuku begitu. Aku ingin melihat langsung kedua Kakak Nona," bisik Sanchez dan langsung diiyakan Goul.
"Pak, bukannya Anda sudah lama bekerja dengan Nona Dinia?" Taran heran.
"Iya. Tapi kedua Kakaknya tinggal di luar negeri. Tuan Dira pun jarang ke Heren. Hanya Nona Dinia yang fokus bisnis di sini," jelas Sanchez.
Tak lama sebuah mobil sedan hitam menepi. Seorang pria turun dari sana. Pakaiannya terlihat santai. "Itu Divan Kenan? Dia tampan, ya?"
Tak lama mobil lain ikut menepi. "Putra keduanya lebih tampan," bisik Goul.
"Kenapa kita di sini malah bergosip?" Taran menggelengkan kepala.
Kedua pria itu masuk ke dalam rumah. Tidak ada satu pun staf yang diizinkan masuk ke dalam ruang keluarga. Bahkan yang berjaga di tengah ruangan hanya satu staf khusus. Taran yang memperoleh hak itu.
Sedang di ruang keluarga, tidak sekaku di luar sana. "Jadi begitu keputusan Kakek," jelas Dira.
"Apa itu tidak terlalu buru-buru?" Divan terlihat tak sanggup.
"Hei, bodoh! Bukannya sudah sejak lama Kakek bilang kamu akan jadi Chairman selanjutnya menggantikan, Om. Jadi tidak buru-buru," omel Dinia. Dia berteriak hingga Ditrian kaget dan menatapnya takut.
Divan menggetok kepala adiknya. "Kalau bicara yang sopan. Mulutmu itu masih belum bisa dijaga! Lihat anakmu sampai ketakutan begitu!" omel Divan.
"Itu keputusan yang tepat, Pa. Om sudah waktunya untuk istirahat. Beliau pasti ingin bermain dengan cucunya," saran Dio.
"Kamu pasti ngomong begitu karena bukan kamu yang ditunjuk!" omel Divan sambil memelototi adik pertamanya.
"Kalian bisa diam gak? Papa belum selesai bicara!" Sekali Papa membentak, ketiga anak itu langsung diam seribu bahasa.
🍁🍁🍁