NovelToon NovelToon
TamaSora (Friend With Benefits)

TamaSora (Friend With Benefits)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / One Night Stand / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Kantor / Office Romance
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Mima

"Cinta ini tak pernah punya nama... tapi juga tak pernah benar-benar pergi."

Sora tahu sejak awal, hubungannya dengan Tama tak akan berakhir bahagia. Sebagai atasannya, Tama tak pernah menjanjikan apa-apa—kecuali hari-hari penuh gairah.

Dan segalanya semakin kacau saat Tama tiba-tiba menggandeng wanita lain—Giselle, anak baru yang bahkan belum sebulan bergabung di tim mereka. Hancur dan merasa dikhianati, Sora memutuskan menjauh... tanpa tahu bahwa semuanya hanyalah sandiwara.

Tama punya misi. Dan hanya dengan mendekati Giselle, dia bisa menemukan kunci untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman dalam bayang-bayang.

Namun di tengah kebohongan dan intrik kantor, cinta yang selama ini ditekan mulai menuntut untuk diakui. Bisakah kebenaran menyatukan mereka kembali? Atau justru menghancurkan keduanya untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

(Flashback 1) Kissing lesson.

Flashback enam bulan yang lalu, awal dimulainya hubungan friend with benefits di antara Tama dan Sora.

“Lo lagi ngapain sih?” Sejak tadi Tama melihat Sora sedang bercermin dan hanya fokus pada bibirnya saja. Gadis itu manyun ke kiri, ke kanan dan membuat wajah ala-ala duck face. Membuat Tama jengah dan terdorong untuk bertanya apa yang sedang dia lakukan.

“Tam, lo udah pernah kissing kan? Rasanya apa? Caranya gimana?” Tiba-tiba perempuan itu menodong Tama dengan pertanyaan yang tidak masuk akal. Pertanyaan macam apa itu?

Tama yang tadinya hendak keluar dari ruangan, tiba-tiba menghentikan langkah. Kebetulan hanya ada mereka berdua di dalam sana. Sehingga Sora berani melontarkan pertanyaan vulgar itu secara gamblang.

“Lo… sakit?” Tama menempelkan punggung tangannya di kening perempuan itu. Perempuan yang sudah menjadi partner kerjanya selama empat tahun terakhir.

“Ih, gue serius, Tam. Lo kan udah sering gonta-ganti pacar. Pastinya udah sering kissing dong.”

“Trus? Lo, mau kissing emang?” Tama mengernyitkan dahi. Curiga. Setahunya si sableng ini belum punya gebetan.

“Gue udah dua puluh tujuh, tapi belum pernah kissing. Nyokap gue bilang, dia udah atur kencan buta buat gue besok. Barang kali gue lucky, bisa kissing sama itu orang.” Sora menjawab dengan santai sambil memoles bibirnya dengan lip tint berwarna merah muda. Dan coretan lip tint itu tiba-tiba megenai pipi karena Tama menoyor kepalanya dari belakang.

“Iiihhhhhhh! Apa-apaan sihhhh!” Sora yang kaget tentu saja berubah kesal.

“Sembarangan aja lo. Kalau dia punya penyakit gimana? Nggak boleh, Sora.” Tama mengabaikan kekesalan Sora, dan menarik satu kursi terdekat untuk duduk di sebelahnya. Dilihatnya Sora membersihkan lip tint di pipi dengan kapas yang barusan dia tetesi micellar water.

“Lo mau kissing?” Tama bertanya lagi, mengulangi pertanyaannya yang tadi.

“Kalau enak, gue mau.”

“Ya enak. Tapi kalau sama orang yang tepat. Kalau enggak, mau se cakep apapun dia, lo tetap nggak akan bisa menikmati. Intinya harus tepat di hati lo.”

Sora kemudian menepuk pipinya dengan loose powder berwarna natural. “Mana lah gue tau siapa yang tepat. Kalau ada yang tepat, udah dari dulu kali gue pacaran,” sahutnya enteng.

“Lo mau nyoba sama gue?”

“HAH!” Sora kaget mendengar penawaran itu. “Gila lo!”

“Ya coba aja dulu. Dari pada lo ciuman sama orang lain yang sama sekali nggak lo kenal. Mending sama gue. Lo udah kenal baik, sejak empat tahun yang lalu.”

Sora langsung geleng-geleng kepala. “Mana ada orang temenan ciuman, Tam. Jangan ngasal lo.”

“Ya kita. Itu juga kalau lo mau. Pokoknya gue nggak mau dengar lo ciuman sama laki-laki sembarangan. Gue kepret lo!” Tama lagi-lagi menoyor kepala Sora dari samping. Untung saja perempuan itu sudah selesai berdandan.

Merasa ultimatumnya sudah cukup keras, Tama beranjak lagi dari kursi dan berniat ingin pergi. Namun, tiba-tiba Sora menahan tangannya.

“Eh, lo nggak lagi punya pacar kan tapinya?” Sepertinya dia tiba-tiba berubah pikiran.

“Kenapa memangnya?”

“Kalau gue terima tawaran lo, gue nggak bakal nyium pacar orang kan? Ntar gue dikira pelakor!”

Senyum di wajah Tama muncul. Mau tapi gengsi. Sora banget memang.

“Nggak. Gue lagi jomblo.”

“Ya udah, mau. Tapi ngajarin doang loh ya?!”

***

Jujur, berteman selama empat tahun sebagai rekan kerja yang absurd, tentu saja membuat Tama sedikit berdebar saat Sora menerima penawarannya. Padahal tadi dia hanya bercanda. Dia hanya tidak ingin perempuan itu kissing dengan sembarangan orang. Dia melarang bukan karena ‘pas’ atau ‘tidak pas’, tapi karena resikonya terlalu besar. Bisa berujung di kasur. Dan Tama tidak menginginkan Sora terjebak.

Lantas, apakah itu berarti dia berharap perempuan itu terjebak bersamanya saja? Entahlah. Sora itu perfect. Cerdas, aktif, lugas, dan cantik tentunya. Hanya saja pertemanan mereka yang sudah terlalu lama, membuat Tama merasa tidak pantas untuk menaruh rasa yang berbeda.

Mereka sudah terlalu nyaman seperti ini. Berteman akrab, lebih leluasa ngapa-ngapain ketimbang ada hubungan spesial yang lain. Tapi… entah kenapa Tama kepikiran untuk menawarkan diri jadi partner ciuman pertama wanita itu. Padahal tidak seharusnya dia coba-coba.

“Ayo.” Dia mengetuk board kubikel Sora saat jam kerja selesai. Perempuan itu sedang beres-beres perlengkapannya.

“Jadi?” tanya perempuan itu balik. Seakan tidak percaya.

“Jadi lah. Lo mau kan? Atau nggak jadi aja nih?”

“Lo nggak penyakitan kan?”

“Brengsek lo. Enggak lah! Ayo cepetan! Gue kunci nih ruangan,” ancam Tama setelah yang lain sudah keluar. Kembali, hanya tertinggal mereka berdua.

“Ish tungguin, Tam!” Sora cepat-cepat berdiri hendak membawa tasnya. Namun Tama benaran sudah mengunci pintu ruangan. Dari dalam.

“Loh?” Wanita itu kebingungan.

Tama berbalik. Tangannya memanjang mematikan satu lampu, sehingga hanya satu yang tersisa, di sudut ruangan. Membuat ruangan itu tidak terlalu terang, tidak gelap juga.

“Kita belajarnya di sini aja.” Laki-laki itu melepas kembali ransel dan meletakkan benda itu di sembarang meja.

“Serius? Ada cctv, Tama! Jangan nekat.”

“Gue tau blind spot-nya.” Tama menarik pergelangan tangan Sora dan membawa perempuan itu ke pojok ruangan, persis di bawah cctv. Blind spot.

Punggung perempuan itu membentur pelan tembok ruangan karena Tama memang membuat posisinya demikian. Oke, belum ada debaran sama sekali.

“Lo mau kissing yang gimana? Nempel doang? Atau yang deep kiss? Atau french kiss?” tanya Tama, seperti sudah sangat ahli.

“Itu apa? Gue nggak tau. Menurut lo, harus yang mana dulu kalau masih pemula kayak gue?" Sora juga menjawab dengan polosnya.

“Oke. Lo… lo pegang pinggang gue.” Tama menunjuk pinggangnya. Sora dengan baik menurut. Namun saat posisi mereka menjadi sangat dekat, jantungnya melonjak kecil. Dia dan Tama belum pernah sedekat ini.

“Ehm.” Tama berdehem sambil mengangkat kedua tangannya untuk merangkum wajah Sora. Dia juga mulai dilanda rasa gugup. “Kalau nggak suka, langsung lepas aja. Oke?”

“Oke.”

“Gue nggak akan ajarin langkah-langkahnya. Langsung praktek. Contoh apa yang gue lakukan ke lo. Udah, itu aja materinya. Kalau lo nyaman, lo bakalan bisa melakukan hal yang sama ke gue.”

Lagi-lagi Sora mengangguk. Aslinya dia sudah sangat berdebar di dada. Namun harus menahan diri demi pengalaman pertama yang mengesankan.

Debaran itu semakin menjadi saat wajah Tama mendekat. Sungguh, mereka belum pernah melakukan kontak mata yang sangat intens seperti ini. Walau suasananya sedikit remang, Sora bisa melihat iris kecoklatan milik Tama dengan sangat jelas.

Hingga akhirnya sentuhan pertama itupun terjadi. Bibir lembut Tama menempel di bibir Sora. Ra-rasanya lucu sekali. Kenyal dan tebal.

“Sampai di sini aman?” Tama bergumam dengan bibir yang masih menempel.

“Hm-m.”

“Oke, lanjut.” Laki-laki itu membuat celah di bibirnya untuk menyesap bibir Sora. Dan saat itu, Sora merasakan kelembaban serta rasa hangat dari dalam rongga mulut Tama. Rasanya aneh, tapi sekujur tubuhnya bereaksi. Merinding. Apalagi saat Tama menyesap semakin dalam dan kuat.

Debaran jantung Sora semakin memburu. Oh perasaan apa ini? Perutnya seperti diperas dan dikocok dalam waktu yang bersamaan. Rasa yang sama seperti setiap kali Tama mencubit tangannya, atau menarik rambutnya dengan usil, atau menjitak kepalanya seperti tadi. Apakah ini yang dinamakan kupu-kupu sedang beterbangan di dalam perut?

Tama menghentikan aksinya. “Masih aman?” tanyanya lagi, untuk yang kedua kalinya. Kali ini dia melepaskan bibir Sora agar perempuan itu bisa bernapas.

“H—hh—hh. A-aman.”

“Apa yang lo rasain?”

Sora mengerjap berkali-kali. “Kalau tadi perut gue mulas, darah gue naik ke atas kepala, apa itu berarti lo adalah orang yang tepat?”

Tama tersenyum miring. “Nah itu maksudnya. Apa ciuman gue membuat jantung lo berdetak kencang?”

Sora mengangguk.

“Bagus. Sekarang, coba balas ciuman gue.” Tama tiba-tiba menarik pinggang Sora sehingga tubuh mereka merapat. Lebih rapat dari yang tadi. Kali ini tanpa jarak.

“T-Tama.” Sora shock. Ini sih berpelukan!

“Apa?” Tanpa mengijinkan Sora menjawab pertanyannya, Tama langsung membekap bibir cerewet itu dengan satu sesapan kuat. Kali ini dia tidak bermain lembut lagi. Bahkan lidahnya langsung keluar menerobos rongga mulut Sora yang masih gelagapan. Dia ingin membuat perempuan itu membalas ciuman yang dia berikan.

“Hmph! T—“ Sora berusaha berbicara. Tapi Tama semakin menekan bibir mereka berdua. Sial sial! Apa yang harus dia lakukan? Satu-satunya cara adalah mengikuti ritme Tama agar dia tidak terpojok sendiri.

Tanpa keahlian apapun, perempuan itu mulai mengikuti teknik berciuman yang sejak tadi ditunjukkan oleh Tama. Dengan cara yang sangat canggung dan kaku, sampai terlihat bodoh sendiri. Namun dia ingin jadi ahli juga, sama seperti si kutu kupret ini.

Beberapa detik kemudian dia melepaskan diri, lalu membuang napas yang sejak tadi dia tahan.

“Lo nggak harus tahan napas, Ra. Rileks. Come on.”

Sora mengangguk. Lalu, entah dari mana datangnya keberanian itu, hingga dia yang terlebih dulu menempelkan bibirnya. Menarik rahang Tama dan berlanjut melilitkan tangannya di leher pria yang lebih tinggi darinya.

Benar, Sora bisa melakukan ini. Dia tidak ingin selamanya menjadi perawan yang belum pernah merasakan ciuman. Dan saat dia mulai menguasai tekniknya, juga sudah bisa melakukannya sambil bernapas normal, Sora tidak sungkan-sungkan untuk bersilat lidah dengan Tama.

Tama tidak tau kenapa tubuhnya sangat panas sekarang. Padahal ini bukan ciuman pertamanya. Sora bukan perempuan pertama yang membelit lidahnya dengan agresif seperti ini. Tapi kenapa rasanya sangat dahsyat? Melebihi yang sudah-sudah. Seluruh pembuluh darahnya seolah membesar dan mengencang akibat peredaran darah yang mendadak kocar-kacir tidak karuan.

“Sora….” Tama merasa kontrol dirinya sudah di ujung tanduk. Laki-laki itu menarik diri dan menatap Sora dengan dada yang naik turun tidak karuan.

“Ke—kenapah?” Perempuan itu juga tersengal.

“Ini udah kelewatan. Adik gue berdiri.” Tama menyugar rambutnya ke belakang. Gilaaaaa! Dia benar-benar ter*ngsang! Sampai-sampai celana kerjanya mengetat dan membuat adik kecilnya terasa sesak.

“A—adik kecil lo?” Sora otomatis menundukkan kepalanya ke bawah dan shit! Matanya ternoda. Ada sesuatu yang menonjol di dalam celana kerja Tama, dan itu sangat jelas!

“Lo… ter*ngsang sama gue?” Sora bertanya karena tidak percaya.

“Memangnya lo enggak?”

Ditanya balik, Sora otomatis kebingungan. “Gue… menikmati sih. Kayak pengen lagi, pengen lagi. Apa itu karena gue terangsang?” tanyanya polos.

“Kalau lo basah, itu artinya lo ter*ngsang. Sama kayak gue.” Dengan dagunya Tama menunjuk ke arah rok span yang Sora kenakan. Tanpa perlu diperjelas, perempuan itu sudah pasti paham apa maksud dari ucapan dan sorot mata Tama.

“Kayaknya basah sih. Masak sih gue ter*ngsang sama lo, Tam?” tanyanya semakin tidak percaya.

“Kenapa? Lo nggak suka?”

“Ya… kan kita udah temenan lama. Dan bakalan ketemu tiap hari. Lo… nggak akan canggung sama gue?”

“Tergantung lo gimana. Gue justru senang semisal kita bisa kayak gini tiap hari. Nggak harus cari cewek lain. Sama lo aja.”

Satu hantaman keras mengenai lengan kekar Tama.

“Duh! Sakit!! Lo!” Tama balas menarik pipi Sora yang sedikit berisi. Kini berganti perempuan itu yang meringis kesakitan. Sebenarnya tidak sakit sih, tapi ya gitu… jantungnya sedikit berdebar.

“Udah belum ngajarinnya?” Sora kembali mengingatkan tentang pelajaran mereka.

“Hari ini cukup. Kalau lanjut lagi, gue takut kita bakal bablas ke tahap yang selanjutnya.” Tama menarik tangan Sora lagi. Dia sudah memutuskan untuk keluar dari ruangan penuh nafsu ini.

“Tahap apa memangnya?”

“Having s*x. Mau lo?”

***

1
Jeng Ining
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/ ada yg kebakaran tp gada apinya
Jeng Ining
nah ini dpt bgt feelnya tnpa typo nama, kita kek masuk beneran diantara mreka, terimakasih Kak, mdh²an ga cm updte 1 bab ya 🙏😁✌️
Asri setyo Prihatin
Luar biasa
Mama Mima
Terima kasih masukannya, Kakk. Padahal aku udah double check teruss. Ada aja yang kelolosan. Heuu... 🙏🏻🥹
Jeng Ining
terimakasih udh suguhin cerita keren kak🙏🥰
Jeng Ining
cerita bagus, penggambarannya mudah dicerna begini🫰😍🥰, sayang kak banyak typo nama, lbh baik direvisi atw paling engga ke depannya lbh teliti lg, mhn maaf klo komennya kurg berkenan, mdh²an makin sukses di NT🙏☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!