NovelToon NovelToon
Wanita Istimewa

Wanita Istimewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Mafia / Single Mom / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Berkisah mengenai Misha seorang istri yang baru saja melahirkan anaknya namun sayangnya anak yang baru lahir secara prematur itu tak selamat. Radit, suami Misha terlibat dalam lingkaran peredaran obat terlarang dan diburu oleh polisi. Demi pengorbanan atas nama seorang istri ia rela dipenjara menggantikan Radit. 7 tahun berlalu dan Misha bebas setelah mendapat remisi ia mencari Radit namun rupanya Radit sudah pindah ke Jakarta. Misha menyusul namun di sana ia malah menemukan sesuatu yang menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Vonis 20 Tahun Penjara

Tiba-tiba, suara tembakan terdengar dari kejauhan. Radit segera melepaskan pelukannya. Ia menatap Misha dengan tatapan penuh penyesalan. "Misha... aku harus pergi. Mereka akan segera sampai di sini. Aku tidak mau kamu terlibat."

"Mau ke mana, Mas? Aku ikut!"

"Tidak, Misha! Kamu harus kembali ke jalan. Berpura-puralah tidak tahu apa-apa. Jangan pernah kembali ke sini."

Misha menggelengkan kepalanya. "Aku tidak akan meninggalkanmu, Mas! Tidak setelah semua yang kita lalui!"

Namun Radit sudah mengambil keputusan. Ia mengecup kening Misha untuk terakhir kalinya, lalu berbalik dan berlari semakin dalam ke dalam hutan. Misha hanya bisa berdiri di sana, di bawah guyuran hujan yang semakin deras, menatap punggung suaminya yang menghilang ditelan kegelapan. Ia berteriak memanggil nama Radit, namun suaranya tenggelam dalam deru angin. Di sanalah Misha menyadari, hidupnya yang sudah hancur kini harus menanggung beban dosa yang tak pernah ia lakukan.

Tepat saat Radit menghilang di balik pepohonan lebat, suara langkah kaki dan senter-senter polisi mulai mendekat. Misha masih terpaku di tempatnya, menatap ke arah terakhir kali ia melihat punggung suaminya. Pikirannya kosong, tubuhnya menggigil, bukan karena dinginnya hujan, melainkan karena syok yang mendalam.

"Jangan bergerak! Angkat tanganmu!"

Sinar senter yang terang benderang menyilaukan mata Misha. Dua orang polisi berseragam lengkap berdiri di depannya, menodongkan senjata. Misha tidak melawan. Ia bahkan tidak beranjak. Air mata dan air hujan membasahi wajahnya. Ia hanya menatap mereka dengan tatapan nanar.

"Kamu ditangkap atas dugaan keterlibatan dalam sindikat peredaran narkotika," ujar salah seorang polisi dengan suara tegas.

Misha tidak bereaksi. Tangannya diborgol, dan ia digiring menuju mobil polisi yang sudah menunggu di jalan. Tubuhnya terasa lemas, seperti boneka tanpa jiwa. Ia hanya menuruti setiap perintah, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia membiarkan dirinya didudukkan di kursi belakang mobil, diapit oleh dua polisi.

Di dalam mobil, seorang polisi menoleh ke arahnya. "Kenapa kamu ikut lari? Bukankah seharusnya kamu menyerahkan diri?"

Misha menoleh, menatap polisi itu. "Aku hanya ingin menemaninya. Aku tahu dia tidak bermaksud jahat."

Polisi itu mengerutkan kening. "Dia pelaku kriminal, Nona. Jangan dibela."

"Dia suamiku," jawab Misha lirih, namun tatapannya tegas. "Dia adalah orang yang sama yang aku nikahi."

Tiba-tiba, Misha mengangkat kepalanya. Ia menatap polisi yang duduk di sebelahnya. "Tolong... tolong jangan kejar dia."

Polisi itu terkejut. "Apa maksudmu?"

"Dia sudah cukup menderita," Misha melanjutkan, suaranya bergetar. "Anak kami baru saja meninggal. Dia... dia butuh waktu. Tolong, jangan kejar dia."

Kedua polisi di dalam mobil itu saling berpandangan. Mereka syok. Permintaan Misha benar-benar di luar dugaan. Bagaimana bisa seorang istri yang baru saja dikhianati suaminya, dan kini harus menghadapi kenyataan pahit akibat perbuatan suaminya, justru meminta agar suaminya tidak dikejar?

Polisi yang duduk di depan, seorang perwira, menoleh ke belakang. "Nona, suamimu adalah buronan. Kami harus menangkapnya."

"Aku tahu," jawab Misha, air mata kembali membasahi pipinya. "Aku tahu dia bersalah. Tapi aku mohon, berikan dia kesempatan. Biarkan dia merasakan hidup normal, walaupun hanya sebentar. Dia kehilangan segalanya... dia bahkan belum sempat memeluk putranya."

****

Suasana di dalam mobil menjadi hening. Hujan di luar semakin deras, menambah suasana melankolis. Misha tidak lagi peduli dengan nasibnya sendiri. Ia hanya ingin suaminya bisa lepas dari belenggu ini. Ia ingin Radit mendapatkan kesempatan untuk memulai hidup baru.

"Dia bukan orang jahat, Pak," bisik Misha, suaranya penuh keputusasaan. "Dia hanya terperosok. Tolong... biarkan dia pergi."

Perwira polisi itu menghela napas panjang. "Nona, kamu tidak bisa menutupi kesalahan orang lain. Sekalipun dia suamimu, hukum harus ditegakkan."

Misha menundukkan kepalanya, membiarkan air matanya jatuh membasahi bajunya. Ia tahu permintaannya sia-sia. Namun, setidaknya ia sudah mencoba. Dalam hatinya, Misha berharap Radit bisa lari sejauh mungkin. Ia berharap, di suatu tempat di luar sana, Radit bisa menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tidak bisa mereka miliki bersama.

Mobil terus melaju, membelah kegelapan malam. Misha menyadari, hidupnya yang sudah hancur kini harus menanggung beban dosa yang tak pernah ia lakukan. Ia membiarkan dirinya hanyut dalam kegelapan, sama seperti suaminya yang menghilang di balik hutan.

****

Dua bulan telah berlalu sejak Misha ditangkap. Setiap hari ia lewati dengan penuh kekosongan di dalam sel tahanan. Proses persidangan di Pengadilan Negeri Padang berjalan panjang dan berliku. Berita tentang Misha dan suaminya, Radit, yang menjadi buronan, menyebar luas. Media massa ramai memberitakannya, seolah menambah beban penderitaan yang sudah Misha pikul.

Misha duduk di kursi terdakwa dengan tatapan kosong. Ia mengenakan kemeja putih dan rok hitam. Rambutnya diikat rapi, namun wajahnya nampak pucat dan lelah. Di sampingnya, seorang pengacara muda berjuang keras membela dirinya. Namun, Misha tahu, semua itu sia-sia. Bukti-bukti yang diajukan jaksa penuntut umum terlalu kuat. Semua barang bukti yang ditemukan polisi, mulai dari mobil hingga rumah, terbukti dibeli dari hasil penjualan obat-obatan terlarang.

Ruang sidang terasa sangat hening. Hakim ketua membacakan vonis dengan suara lantang dan jelas. "Saudari Misha Kurnia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta dalam peredaran narkotika. Oleh karena itu, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 20 tahun."

Suara palu hakim berbunyi, menggema di seluruh ruangan. Vonis 20 tahun penjara. Sebuah hukuman yang sangat berat. Misha tidak bergeming. Ia tidak menangis, tidak pula meronta. Ia hanya menunduk, menerima vonis itu dengan pasrah. Pikirannya melayang, mengingat kembali semua kenangan pahit yang ia lalui.

Pengacaranya langsung menghampiri Misha. "Kita akan ajukan banding, Misha. Ini tidak adil! Kamu tidak bersalah!"

Misha mengangkat kepalanya, menatap pengacaranya. "Tidak usah, Pak. Terima kasih atas bantuan Bapak. Biarkan saja seperti ini."

"Tapi Misha! Kamu bisa bebas! Kita punya banyak bukti yang bisa meringankanmu!" sang pengacara bersikeras.

"Bebas apanya, Pak?" Misha tersenyum pahit. "Hati saya sudah dipenjara jauh sebelum vonis ini dijatuhkan. Biarkan saja semuanya berakhir. Saya sudah lelah."

*****

Di luar gedung pengadilan, wartawan sudah menunggu. Mereka berteriak, berusaha mendapatkan pernyataan dari Misha. Namun, Misha tetap diam. Ia berjalan dengan langkah gontai menuju mobil tahanan. Sorot kamera dan pertanyaan-pertanyaan itu terasa seperti ribuan jarum yang menusuknya.

Di dalam mobil tahanan, Misha duduk sendiri. Ia menatap ke luar jendela, melihat jalanan yang ramai. Orang-orang berjalan, tertawa, dan menjalani hidup mereka dengan normal. Mereka tidak tahu, ada sebuah kehidupan yang hancur di balik jeruji besi ini. Ia memejamkan mata, membiarkan air mata yang sejak tadi ia tahan, kini tumpah membasahi pipinya.

Ia tidak menyesali keputusannya untuk tidak membantah. Sejak awal, ia sudah tahu konsekuensinya. Ia memilih untuk menanggung semua beban ini sendirian, demi memberikan kesempatan bagi Radit. Ia berharap, di suatu tempat di luar sana, Radit bisa memulai hidup baru. Menjadi orang yang lebih baik.

Sementara itu, Radit menghilang tanpa jejak. Polisi sudah mengerahkan segala upaya untuk mencarinya, namun hasilnya nihil. Ia bagai ditelan bumi. Tidak ada yang tahu di mana ia berada. Ada yang bilang ia sudah keluar dari Padang, ada juga yang bilang ia masih bersembunyi di hutan. Namun yang pasti, ia tidak pernah muncul lagi. Ia memilih jalan yang sama sekali berbeda dengan Misha. Ia memilih lari dari tanggung jawab, sementara Misha, sang istri, memilih untuk menanggung semua beban itu sendirian.

Misha menghapus air matanya. Ia sadar, kini ia harus memulai babak baru dalam hidupnya. Babak di mana ia harus berjuang untuk dirinya sendiri. Babak di mana ia harus menjalani hukuman untuk sebuah kesalahan yang tidak pernah ia perbuat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!