NovelToon NovelToon
Back In Time (Reinkarnasi Selir Kejam)

Back In Time (Reinkarnasi Selir Kejam)

Status: tamat
Genre:Romantis / Fantasi / TimeTravel / Petualangan / Tamat / Fantasi Timur / Reinkarnasi / Time Travel / Transmigrasi ke Dalam Novel / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.5M
Nilai: 5
Nama Author: Lyana Mentari

Fiksi-Fantasy

Berkisah tentang dokter muda yang ambisius mengabdikan diri untuk kesehatan anak-anak.

Marissa Darwanti, karena sebuah kecelakaan tragis di malam yang penting. Membuatnya harus berpetualang ke dalam novel berjudul Back In Time, karya sang sahabat.

Antara nyata dan tidak, entah ini mimpi atau memang jiwa Risa merasuk ke dalam raga seorang selir, dari dinasti antah-berantah di dalam novel itu. Menjadikannya seorang selir jahat, yang haus akan cinta dan kekuasaan, Selir Agung Wu Li Mei.

Akankah Risa mampu bertahan dan menjalani hidup sebagai Wu Li Mei? Atau ia bisa terbangun sebagai Marissa suatu hari nanti?



Slow update teman-teman, up hari Senin dan Kamis yaa! Terima kasih, dukung novel ini terus ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyana Mentari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sehari bersama Zhou Ming Hao

Wu Li Mei mengajak sang putra dan kedua dayangnya untuk mampir di salah satu pondok yang menjual berbagai olahan makanan rumahan. Makanannya sederhana, tapi tempat ini cukup bersih dari sekian banyak tempat lainnya.

"Terima kasih." ucap Wu Li Mei saat pelayan selesai menata makanan di meja.

"Terima kasih kembali, Nyonya." pelayan itu pergi sambil memeluk nampan yang tadi ia bawa, sang selir memberinya sekeping uang logam untuk makanan yang ia pesan.

Wu Li Mei menatap semringah hidangan yang tampak menggugah selera di hadapannya. "Selamat makan."

"Selamat makan, Yang Mulia." balas Dayang Yi dan Lu Yan.

Wu Li Mei mengambil sumpit, meletakkan beberapa lauk di mangkuk milik Ming Hao, sebelum akhirnya mengambi untuk dirinya sendiri.

"Emmh, ikan ini sangat lezat, coba lah." tawar Wu Li Mei pada kedua dayang yang duduk tepat di hadapannya.

"Iya, Yang Mulia. Ini sungguh lezat."

"Telur ini juga sangat lezat, Yang Mulia." Dayang Yi mengambil sebutir telur puyuh untuk diletakkan di mangkuk Wu Li Mei.

Sang selir menyantapnya dengan senang hati, ia mengangguk dan tersenyum. "Ya, ini lezat sekali."

Wu Li Mei mengulurkan tangannya hendak mengambil ikan, tapi tangannya berhenti di udara. Ia menoleh menatap Zhou Ming Hao.

"Ada apa?" tanyanya. "Apa kau tidak menyukai makananmu?" makanan di mangkuk sang putra belum tersentuh sama sekali.

"Apa dia punya alergi?" tanya Wu Li Mei pada Dayang Yi.

Dayang Yi mengerutkan kening, "Alergi?"

"Emm, beberapa makanan yang membuat sakit jika memakannya."

Dayang Yi menggeleng ragu, "Sepertinya tidak, Yang Mulia."

"Lalu? Mengapa kau tidak memakan makananmu?" tanya Wu Li Mei lagi. "Tanganmu sakit?"

Zhou Ming Hao menggeleng.

"Gigimu sakit?"

Zhou Ming Hao kembali menggeleng.

"Oh! Astaga!" Wu Li Mei menepuk dahinya sendiri. "Tentu saja, bodohnya aku." wanita itu mengambil lengan hanfunya yang menjuntai, ia meraih pipi sang putra, dan membersihkan luka di sudut bibirnya.

"Awh!" pekik Zhou Ming Hao.

"Apa ibu menyakitimu, maaf, ibu akan lebih lembut." Wu Li Mei dengan telaten membersihkan luka di sudut bibir dan pelipis sang putra. Dayang Yi dan Lu Yan menyaksikan itu tak kalah heran, mereka bahkan menghentikan acara makan mereka.

Wu Li Mei menatap sang putra, ia mengambil lengan baju yang lain untuk menyeka keringat bercampur debu pada wajah Zhou Ming Hao. "Apa aku perlu memanggil Tabib Zhong, luka seperti ini biasanya akan hilang dalam beberapa hari. Tapi, jika tidak diobati, mungkin lukanya akan semakin parah." gerutu Wu Li Mei.

Zhou Ming Hao meraih tangan Wu Li Mei perlahan, menggenggam tangan halus sang ibu yang bertengger di pipinya. "Aku baik-baik saja, bu."

"Ya, tentu kau baik-baik saja. Kau baru saja mengalahkan pemuda baju merah ibu telak, ibu bangga padamu."

Sebelah telapak tangan Wu Li Mei kini berpindah membingkai sisi yang lain di wajah sang putra. "Tapi ingat, jangan membahayakan dirimu sendiri. Kalau kau ketahuan, kau akan mendapat masalah."

"Sekarang makan makananmu." titahnya. "Atau kau ingin ibu menyuapimu?"

Zhou Ming Hao menggeleng, ia tersenyum simpul. "Aku bisa makan sendiri."

"Baiklah."

"Ayo, lanjutkan Dayang Yi, Xiao Lu." titah Wu Li Mei.

Kedua dayang itu saling tatap dan akhirnya tersenyum, mereka sangat bahagia karena sang selir agung akhirnya berubah. Wu Li Mei menjadi lebih penyayang dan hangat.

...****************...

"Bu," panggil Zhou Ming Hao.

Wu Li Mei menoleh, "Ya?"

"Apa.....Ibu akan segera kembali?" tanya putra mahkota ragu-ragu.

Wu Li Mei tampak berpikir, "Ku rasa aku akan kembali saat senja."

Dayang Yi dan Lu Yan mengangguk, "Baik, Yang Mulia."

"Ada apa, Xiao Ming?"

"Apa Ibu bersedia menemaniku?"

"Kemana?

"Sebuah tempat yang indah."

"Dimana?"

Zhou Ming Hao tersenyum cerah, ia menatap sang ibu penuh antusias. "Sebuah bukit di dekat istana, tempatku berlatih pedang." jawabnya. "Aku ingin melihat senja bersamamu, Ibu."

Wu Li Mei mengerjap, bukit di dekat istana, itu artinya ia harus mendaki. Sejujurnya Wu Li Mei sudah cukup lelah setelah berkeliling pasar, tapi melihat tatapan penuh dampa sang putra, wanita itu jadi tidak tega.

Wu Li Mei menatap kedua dayangnya, "Apa kalian masih punya cukup tenaga untuk mendaki bukit?"

Dayang Yi mengangguk, begitu pun Lu Yan. "Kami akan ikut kemana pun, Yang Mulia pergi." jawab Dayang Yi.

"Baiklah, ayo!"

Wu Li Mei mengikuti Zhou Ming Hao yang memandunya menuju bukit di dekat istana. Perjalanannya cukup melelahkan, Li Mei pikir ia akan mendaki bukit yang tinggi, tapi ia salah. Bukit ini landai dan banyak pohon rimbun. Bukit ini pun sepertinya cukup terawat, melihat kondisi jalan yang baik dan banyak tanaman herbal.

"Apa ini adalah kebun istana?" tanya Wu Li Mei, ia melihat banyak sekali tanaman herbal di tanam disini. Seperti jahe, kunyit, temulawak, kumis kucing, dan masih banyak lagi. Tepat di sebelah ladang herbal, ada tanaman sayuran seperti tomat, cabai, mentimun, kentang, dan berbagai jenis sayur lainnya.

"Iya, Yang Mulia." Dayang Yi mengangguk, "Ini adalah kebun istana."

Wu Li Mei mengangguk-angguk, ia menyapa beberapa dayang dan penjaga yang bertugas merawat kebun. Matanya terus menelisik banyak tanaman disana.

"Awh!"

"Bu, hati-hati." Zhou Ming Hao sigap menangkap lengan sang ibu, menahannya untuk tidak tersungkur. "Apa Ibu lelah, ku rasa kita kembali saja."

Wu Li Mei memperbaiki letak sepatunya, "Tak apa, hanya tinggal sedikit lagi kan. Ibu masih sanggup." balas wanita itu.

Zhou Ming Hao tak melepas cekalan tangannya, menuntut sang ibu yang kesulitan dengan hanfu panjangnya.

"Kita sampai, Bu." ujar Zhou Ming Hao, ia memberi kode pada kedua dayang sang ibu untuk tetap di tempat.

Sang putra mahkota menarik tangan sang ibu untuk lebih mendekat, dari sini istana dan hiruk-pikuk penduduk dapat terlihat. Wu Li Mei tampak sangat mengagumi gunung yang berdiri gagah, dan sungai yang membelah pemukiman. Hamparan ladang yang luas dan hijau membuatnya tenang. Wu Li Mei menutup mata saat hembusan angin musin semi menerpanya, menerbangkan helaian rambut dan hanfu jingga yang ia kenakan.

"Tempat ini sangat indah, Xiao Ming." tuturnya.

Wu Li Mei menarik napas berulang kali, ia sangat menyukai udara bersih tempat ini. Jauh dari polusi dan pencemaran udara. Bahkan, kicauan burung masih bersahutan terdengar. Wu Li Mei dapat melihat dari kejauhan rombongan bangau yang terbang rendah di ladang petani.

Zhou Ming Hao meraih tangan halus sang ibu, menggenggamnya dengan kedua tangan. "Bu, aku ingin bertanya satu hal."

...****************...

Wu Li Mei membeku, mendengar pertanyaan sang putra tepat di depan matanya.

"Apa kau tulus menyayangiku?" ulang Ming Hao lagi.

"Apa maksudmu?" tanya Wu Li Mei tidak mengerti.

"Kali ini apa lagi yang kau rencanakan, Bu?" Zhou Ming Hao menatapnya dengan sorot. penuh luka. "Kau ingin menjadi Ibu Suri, saat aku naik tahta nanti?"

"Atau kau ingin menjadi permaisuri Dinasti Ming, menggeser Ibu Permaisuri?"

"Jawab, Bu!" Zhou Ming Hao mengguncang lengan sang ibu. "Apa lagi yang kau rencanakan?"

"Mengapa kau tidak pernah tulus menyayangiku?"

Wu Li Mei bungkam, ia membiarkan sang putra melepaskan beban di benaknya selama ini. Marissa tahu Wu Li Mei tidak pernah memberikan kasih sayang layaknya seorang ibu pada anak-anaknya, selir jahat itu hanya menatap pada cinta sang kaisar yang tak terbalas.

"Bu?"

"Aku anakmu, kan?"

"Mengapa kau tak pernah menyayangiku?"

"Apa yang kau rencanakan saat ini? Kau mendekatiku untuk membuat rencanamu berjalan lancar, kan?"

"Bu? Ibu ingin menjadi permaisuri?"

"Atau, Ibu ingin menjadi Ibu Suri?"

"Ibu akan membunuh Permaisuri Yang Jia Li?"

"Jawab, Bu. Jawab aku!" Zhou Ming Hao mengguncang bahu sang ibu, tatapannya jatuh pada iris hitam Wu Li Mei. Matanya sama tajam dengan mata sang ibu, Zhou Ming Hao dapat melihat dirinya sendiri dari iris jernih itu.

Wu Li Mei menggeleng, "Aku tak merencanakan apapun, Zhou Ming Hao."

"Bohong!" tolak sang putra mahkota. "Katakan saja yang sebenarnya, apa motifmu mendekatiku? Kau tak pernah menyayangiku, kau tak pernah melihatku, lalu mengapa kau bersikap seolah aku anakmu?!"

"Mengapa kau meminta tabib untuk memberiku susu di malam hari? Mengapa kau memerintahkan dayangku untuk memberikan banyak makanan sehat dan buah padaku?"

"Mengapa kau memberiku wewangian yang menenangkan?"

"Mengapa kau memberiku obat agar aku bisa tidur?"

"Mengapa kau meminta Guru Zhang untu--"

"KARENA KAU ANAKKU!." teriak Wu Li Mei. "Aku tak punya rencana apapun, aku hanya ingin menebus semua kesalahanku padamu."

"Aku tahu kau tak akan bisa mempercayai ini." Wu Li Mei membelai pipi sang putra, "Semua ibu menyayangi anaknya dengan setulus hati."

"Ibu mungkin adalah ibu paling buruk di dunia, tapi ibu sungguh menyayangimu."

Wu Li Mei menggenggam tangan Zhou Ming Hao erat. "Maafkan ibu, sayang. Biarkan ibu memperbaiki kesalahan ibu padamu."

Zhou Ming Hao tak mampu menahan perih di matanya, sang putra mahkota berlari pergi dengan berderai air mata. Ia tak mau menangis di hadapan sang ibu, ia akan terlihat lemah dan tak berdaya. Tanpa memberi salam atau kesempatan untuk Wu Li Mei mengejar, Zhou Ming Hao berlari kembali ke paviliunnya.

"Yang Mulia? Anda baik-baik saja?" tanya Dayang Yi khawatir, ia tak bisa mendengar percakapan selir dan putranya karena jarak mereka yang jauh. Tapi, Dayang Yi tahu mereka sedang tidak baik-baik saja.

Wu Li Mei mengangguk, "Aku baik-baik saja, Dayang Yi."

"Kita sebaiknya kembali saja, Yang Mulia. Hari sudah senja." ujar Lu Yan.

"Ya."

Dayang Yi dan Lu Yan menuntun sang selir untuk kembali pulang, Wu Li Mei tampak pucat karena kelelahan, dan di akhir ia harus bertengkar dengan Putra Mahkota Zhou Ming Hao.

Beberapa saat yang lalu, mereka menjadi ibu dan anak yang penuh kasih. Saling bercerita dan melempar tawa.

1
Retno Nining
Luar biasa
Tiena Ismiati
peran utama booodoh
Tiena Ismiati
bodoh
Tiena Ismiati
peran utamanya bodoh
Tiena Ismiati
bodoh bodoh bodoh wu li
Tiena Ismiati
bodoh wu li mei
Maureen Aliha Srikandi
wahh akhirnya kaisar ada di pihak wu li mei
#ayu.kurniaa_
.
Jio
Luar biasa
Anna Susiana
semangat...selir wu li mei untuk membalaskan kejahatan ketidakadilan yg terjadi padamu dan anakmu
Berlian Nusantara dan Dinda Saraswati
iya sama
Anonymous
Qok rasa2nya kaisar peran nya bodoh banget. Masa kaisar mau bicara takut di dengar tengok kanan kiri wkwkwk konyol
Anonymous
ok
Ulfa Indah Putri
ancoorrrr ini gimana siii,kenapa banyak yg di skip, awal nya ok masi di maklumi, tapi semakin kesini kek nya emang terus-terusan di skip de, ke kurang jadinya, banyak masala konflik yg belum selesai tapi kok tiba2 ber alih lagi ya, astaghfirullah tho thor
Anonymous
ok
Win Wiwin
kisah pngeran dan putri thor lanjut
Juliatni andiani Andiani
Luar biasa
Theresia Sri
lanjut tor
Rini Puspitayani
seperti disinetron kisahx kalah mulu engga asik
missyy
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!