NovelToon NovelToon
Penjinak Hati Duda Hot

Penjinak Hati Duda Hot

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Selingkuh
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

“Sadarlah, Kamu itu kunikahi semata-mata karena aku ingin mendapatkan keturunan bukan karena cinta! Janganlah menganggap kamu itu wanita yang paling berharga di hidupku! Jadi mulai detik ini kamu bukan lagi istriku! Pulanglah ke kampung halamanmu!”

Ucapan itu bagaikan petir di siang bolong menghancurkan dunianya Citra.

“Ya Allah takdir apa yang telah Engkau tetapkan dan gariskan untukku? Disaat diriku kehilangan calon buah hatiku disaat itu pula suamiku yang doyan nikah begitu tega menceraikan diriku.”

Citra meratapi nasibnya yang begitu malang diceraikan oleh suaminya disaat baru saja kehilangan calon anak kembarnya.

Semakin diperparah ketika suaminya tanpa belas kasih tidak mau membantu membayar biaya pengobatannya selama di rawat di rumah sakit.

Akankah Citra mampu menghadapi ujian yang bertubi-tubi menghampiri kehidupannya yang begitu malang ataukah akan semakin terpuruk dalam jurang putus asa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 12

Keduanya sudah sama-sama berada di ambang kejayaan dan kebahagiaan yang selama ini Inara kejar.

Semua perasaan euforia, kemenangan, hasrat, dan harapan seolah berpadu dalam satu momen yang tak ingin ia lepaskan. Namun, tiba-tiba suara nyaring terdengar.

Tok… tok… tok…

Ketukan itu terdengar semakin keras dan nyaring, memecah seluruh suasana.

Tok! Tok! Tok!

“Brengsek! Siapa sih yang berani-beraninya mengganggu?! Apa dia nggak tahu kalau kami sedang menikmati kebersamaan yang paling sempurna?” geram batin Inara.

Dia menahan nafasnya, menahan emosi agar tidak terlihat oleh Ardhanza calon suaminya, calon masa depannya.

Ardhanza memejamkan matanya rapat-rapat, rahangnya mengeras, napasnya terdengar berat. Frustasi menyergapnya dikarenakan kegiatannya terusik, tepat di detik paling ia butuhkan untuk melampiaskan seluruh tekanan yang selama ini menumpuk karena pekerjaan.

“SIAPA lagi sih!?” desisnya rendah namun penuh kemarahan, melepaskan pelukan Inara dari punggungnya.

Ia hampir kehilangan kendali, bukan hanya karena kedekatan mereka yang terhenti, tetapi karena rasa letih, tekanan pekerjaan, dan beban emosi yang seharusnya terobati yaitu kini malah semakin menyulut amarahnya yang selama ini terpendam.

“Argh!! Kenapa juga orang itu nggak sadar kalau aku sedang nggak mau diganggu sedikit pun!” hardiknya, suara bercampur geraman keras.

Ardhanza bersiap bangkit dari posisi menindih tubuhnya Inara, namun Inara sigap mencegahnya. Pelukannya mengerat posesif, cemas, dan terobsesi.

“Abang sayang nggak usah diladeni siapapun yang mengetuk pintu,” ucapnya manja, setengah memohon, setengah menuntut.

“Pasti cuma orang iseng atau nggak penting. Tolong jangan biarkan semua ini gagal lagi, apa Abang nggak ingin dibahagiakan? Aku lagi pengen sama Abang.” bujuknya Inara dengan manja yang semakin menempel di tubuh atletisnya Ardhanza.

Tubuh polosan keduanya semakin menempel bak cicak yang menempel di dinding.

“Aku nggak boleh kehilangan kesempatan emas ini, apalagi sudah seringkali kami melakukannya tapi selalu tidak berhasil dikarenakan banyak hal,” Inara membatin.

Matanya berkilat murka, seolah dia lebih takut kehilangan momen ini dibanding kehilangan harga dirinya sebagai perempuan. Namun ketukan itu semakin brutal tak terkendali.

“Abang jangan pergi dulu. Biarin saja,” bisiknya penuh manipulasi, suaranya nyaris memohon tapi juga memerintah.

Namun Ardhanza menunduk, napasnya berat, wajahnya dipenuhi kekesalan yang hampir meledak.

DUG! DUG! DUG!

Bagaikan pukulan palu ke dinding kesabaran Ardhanza semakin menipis setipis tissue dibagi lima.

“Sial!! Kalau aku tahu orang yang telah mengusik ketenanganku, aku akan hancurkan kehidupannya!” geram Ardhanza yang akhirnya bangkit dari posisi di atas tubuhnya Inara sembari menyambar pakaiannya dan memakainya cepat-cepat dengan asal-asalan.

Inara menggertakkan giginya dalam hati, amarahnya membuncah. “Siapapun kamu demi apapun, jangan pernah merusak kebahagiaanku lagi. Aku akan buat perhitungan dengannya.”

Sementara itu Ardhanza, dengan suara penuh bara dan napas yang memburu, mengumpat keras.

“Kalau orang itu masih mengetuk sekali lagi sumpah akan kubuat dia menyesal!” ketusnya sambil berjalan ke arah pintu.

Inara mencakar lembut punggung Ardhanza, menahan amarahnya yang semakin membuncah di dadanya.

“Ini sudah kebangetan siapa pun itu, ini sangat keterlaluan!” umpatnya.

Dalam hati Inara mendidih menahan gejolak amarahnya,” Astaga! Bulshit!! Siapa pun kau, dasar pengacau! Kenapa harus sekarang? Kenapa pas lagi enak-enaknya? Sial! Kujengkang juga kalau nanti! Kesabarannya hancur, tapi wajahnya tetap ia tahan agar terlihat manis di depan Ardhanza.

Ketukan berikutnya membuat Ardhanza akhirnya kesabarannya hilang juga sepenuhnya.

“Apa-apaan ini!?” bentaknya sambil bangkit setengah badan.

Dengan langkah besar dan aura yang pekat khas CEO kejam dan bengis akhirnya terlihat juga dari raut wajahnya, Ardhanza membuka pintu ruangan kerjanya dengan ekspresi membara tatapan tajam, wajahnya memerah menahan amarah yang sudah di ubun-ubunnya.

Inara tidak memakai pakaiannya hanya memakai handuk kimono, karena sengaja ingin memperlihatkan kepada orang yang telah mengusik ketenangan dan kebahagiaan serta kenyamanannya bersama calon suaminya, kalau dia barusan melakukan kegiatan intim.

Hampir sekujur tubuhnya penuh dengan kissmark tanda cinta dan buah bibir dari Ardhanza sang duda keren tajir melintir tujuh turunan tujuh tanjakan tujuh belokan tujuh tikungan.

Begitu pintu terbuka, ia tertegun sejenak menatap orang yang berdiri di depannya.

“Bang, maaf aku butuh bicara,” ucap seorang wanita.

Ardhanza menurunkan bahunya, kemarahannya sedikit mereda meski tetap tampak tak senang. “Azizah kamu!?”

Inara melihat perempuan yang berdiri di ambang pintu yaitu calon adik iparnya sendiri adik pertamanya yaitu Ardilla. Dalam hatinya mengomel, mendumel, mengumpat saking kesalnya.

Di belakang Ardhanza, Inara membeku sesaat sebelum menunduk, menyembunyikan amarah yang mendidih di kepalanya.

Inara menatap jengah Ardila, “Oh, jadi ini biangnya pengganggu? Ardila! Kenapa si adik ini harus datang pas momen emas begini!? Tahu diri sedikit kek!”

Wajah Ardila tampak polos dan tidak menyadari apa yang baru ia ganggu.

Sedangkan Ardhanza masih menahan diri agar tidak meledak pada adik kandungnya.

Inara senyumnya lembut di permukaan, namun matanya menyala penuh kutukan.

“Oh Tuhan kenapa ini orang selalu saja muncul disaat aku menjalankan rencanaku!? Sedari awal aku mendekati Abang Ardhanza pasti dia yang paling sering muncul mengacaukan rencanaku,” batinnya Inara.

Ardila tertawa puas dalam hati seraya diam-diam memperhatikan gerak gerik Inara.”Haha! Aku pastikan rencanamu nggak akan pernah berjalan mulus, selama aku masih hidup. Meski Kamu kelak menjadi istri kakakku, tapi aku berjanji perjalananmu nggak bakalan semulus jalan tol tanpa hambatan.”

Ardhila tersenyum tipis, puas. Arti senyuman yang hanya terlihat oleh dirinya sendiri. Matanya mengamati gerak-gerik Inara layaknya predator yang menunggu momen paling tepat untuk menyerang mangsanya.

“Hahaha! Lihat saja, Inara. Kamu pikir aku nggak tau rencanamu itu. Karena aku yakin kamu sudah menanamkan pengaruh buruk di kehidupan kakakku selama kamu hadir di dalam hidupnya, kak Ardhanza berubah total. Tetapi, janjiku selama aku masih bernafas, kamu nggak akan pernah hidup tenang sebagai calon istri kakakku. Inara itu ular berkepala tiga. Aku yakin banget kalau dia memakai hal-hal yang berbau mistis,” batinnya dingin.

Ia kemudian mengubah ekspresinya seolah sikapnya sungguh profesional sebelum berbicara lantang.

“Abang, aku sudah menemui sekretaris kakak, Alice dan Dirga. Katanya kakak ada pertemuan dengan pihak pengelola rumah sakit pemerintah mengenai kerja sama penyediaan fasilitas kesehatan di sana. Lagian Pak Herman sudah menunggu kakak sedari tadi,” jelas Ardhila sambil berjalan masuk lebih dalam ke ruangan kerja yang cukup mewah itu.

Begitu langkahnya berhenti, matanya menangkap kondisi ruangan kerja sang kakak yaitu pakaian berserakan, dasi dan kemeja di lantai marmer, bantal sofa acak-acakan. Tidak sulit menebak apa yang barusan terjadi di dalam sana.

Tatapannya melebar tajam ke arah Inara Irena Handono yang baru saja menutupi tubuhnya dengan handuk kimono.

“Kakak, apa yang barusan kalian lakukan itu lebih baik dilakukan di apartemen. Atau setidaknya di kamar presidential suite hotel kita, fasilitasnya cukup bagus dan tentunya sangat lengkap dibandingkan dengan ruangan yang seharusnya dipakai kerja,” ucap Ardhila, tenang tapi penuh sindiran halus di setiap kata yang terucap.

Ardhila merasakan banyak perubahan yang dialami dan dilakukan oleh Ardhanza, sikapnya kasar, cuek dan ketegasannya terkesan arogan.

Inara langsung merasakan jantungnya terbakar. Ucapan perempuan yang usianya jauh lebih muda itu menusuk harga dirinya.

Inara mengepalkan tangannya dengan kuat-kuat, “Kurang ajar! Anak kecil sok mulia! Kalau bukan adiknya Ardhanza, udah kutampar mulutnya dari tadi!” umpat Inara dalam hati.

Ardhanza mengusap wajahnya dengan kasar terlihat sangat jelas ia kesal, apalagi ia sedang di puncak kenikmatan sebelum semuanya buyar karena ketukan pintu.

“Brengsek! Kenapa dia harus masuk pas lagi enak-enaknya!?“ gerutu batin Ardhanza.

Ia akhirnya menoleh pada Inara, suaranya berat menahan emosi yang tertahan.

“Masuk dan cepat ganti pakaian. Kamu tunggu aku di apartemen. Malam ini aku menginap di sana.” titahnya Ardhanza yang tersenyum lembut ke arah Inara sedangkan ke arah Ardhila, Ardhanza menatapnya dengan tajam.

Inara benar-benar ingin membanting sesuatu. Tapi wajahnya harus tetap lembut, manja, penuh senyum penurut dan aktingnya harus sempurna di depan umum.

“Baik, Abang. Aku akan mengikuti apapun yang Abang inginkan,” jawabnya sambil memungut pakaiannya dan melangkah menuju kamar.

Tapi langkahnya terhenti ketika Ardhila kembali membuka mulutnya.

“Kakak kayaknya lupa kalau sudah punya anak kembar. Jaylani dan Jianira si kembar itu butuh perhatian ekstra dari Kakak. Apalagi pengasuhnya baru mulai bekerja minggu depan,” sambung Ardhila, seolah mengingatkan, padahal jelas-jelas menyindir.

Langkah Inara langsung membeku. Telapak tangannya mengepal di balik handuk kimono putih yang dipakainya.

“Bangst! Dua bocah itu bahkan bukan darahku, tapi kenapa hidupku harus ikut berantakan karena mereka?” sumpah batinnya.

Ardhanza menggertakkan rahangnya,” Kalau Ardhila bukan adikku, sudah kubungkam mulutnya sejak tadi. Selalu ikut campur, selalu sok tahu,” geramnya.

Sementara Ardhila hanya berdiri santai memperhatikan interaksi keduanya.

“Silahkan saja kesal, dua-duanya kalau perlu karena tujuanku adalah agar kalian berpisah dan gagal menikah. Justru semakin kalian terganggu, semakin aku puas dengan rencana dan niatku ini,” Ardhila membatin.

Tiga orang itu berdiri di ruangan yang sama, tapi medan perang sebenarnya ada di dalam kepala masing-masing.

Mereka tidak beradu kata secara langsung, tapi umpatan batin dan sindiran halus sudah lebih dari cukup untuk menyalakan bara perang yang tak terlihat.

Ardhila mungkin terlihat puas karena berhasil mengusik suasana panas di ruangan itu. Namun jauh di balik sorot tajam matanya, ada suara hati yang tidak pernah ia ungkapkan pada siapa pun.

“Andai Kak Ardhanza tahu kalau aku bukannya benci pernikahannya Kakak bahkan ketika menikah dengan Mbak Luna, aku nggak pernah seperti ini padahal mereka itu menikah tanpa cinta hingga berpisah. Aku bukan nggak mau melihat Kakak bahagia. Aku cuma nggak mau Kakak terjebak dengan perempuan yang hanya mengejar harta dan nama besar keluarga kami ya Allah.”

Sorot matanya kembali mengarah pada Inara yang tengah menghilang ke dalam kamar dengan senyum palsu yang terpaksa ia pertahankan.

“Kenapa harus perempuan seperti Inara, Kak? Bukankah Kakak pantas mendapatkan yang lebih baik? Perempuan yang lembut, tulus, dan benar-benar mencintai Kakak bukan hanya kekayaan Dewantara Group.”

Ardhila memperhatikan kakaknya yang begitu perhatian dan penuh kelembutan terhadap Inara dengan membantu Inara memakai jam tangannya.

“Nggak masalah perempuan kampung dari desa sekalipun yang paling penting perempuan itu menyayangi keponakan kembar kami dan dia wanita baik-baik,”

Ardhila menghela nafasnya dengan perlahan-lahan, ia berpura-pura merapikan map laporan di tangannya kemudian duduk di depan meja kerja Ardhanza.

“Kak, selama Mama dan Papa nggak ada di dunia ini, aku cuma mau pastikan Kakak nggak dikhianati, nggak dimanfaatkan. Aku capek lihat Kakak dihancurkan cinta yang salah.”

Ardhila memainkan map yang baru saja diletakkan di atas meja.

“Dulu dengan Mbak Luna ketika kakak mulai membuka hati kakak, Mbak Luna malah menjauh dan memilih selingkuh dengan pria lain. Aku cuma ingin Kakak bahagia, tapi nggak harus dengan perempuan lucknut seperti dia. Pengennya sama perempuan yang baik-baik bukan tipe yang seperti dia.”

Namun bibirnya tetap angkuh, suaranya tetap tenang, ekspresinya tetap sinis.

Karena menjadi lemah bukan pilihan untuknya.

“Kalau harus jadi orang yang paling Kakak benci demi menyelamatkan Kakak, aku akan tetap melakukannya demi kebahagiaan kita bersama,”

Dan dalam hati terdalamnya, kalimat itu menggema dan mengaung.

“Lebih baik Kakak membenciku seumur hidupku daripada Kakak terluka sekali lagi.”

1
Aqella Lindi
tetap d tguya thor semangat💪
Aqella Lindi
jgn lama2 ya thor nti lupa ceritany
Dew666
🍒🍒🍒🍒🍒
Evi Lusiana
dasar laki² gila lo yg nyakitin,nyerai in tp msih jg mo ngganggu hidupny dasr gak waras
Evi Lusiana
sungguh kluarga ardian yg toxic itu pst dpt balasan tlh menyakiti mendholimi mnsia ber akhlak baik sprti citra
Evi Lusiana
menggelikan satu kluarga toxic tunggu sj karma kalian
Dew666
💥💥💥💥💥
Dew666
💃💃💃💃💃
Sastri Dalila
😅😅😅 semangat Citra
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Dew666
🔥🔥🔥🔥🔥
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
Adrian tabur tuai pasti ada .ingat apa yg kamu tuai itu yg akan kamu dpt, dasar mantan suami iblis
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
Bagus Citra.. usah di balas dgn kejahatan pd org yg tlh berbuat jahat kpd kamu.
Sastri Dalila
👍👍👍
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
semoga bener Citra itu anak pak Ridho yg hilang. aduhhh Citra terima saja pekerjaan yg ditawarkan semoga kehidupan kamu berubah dgn lbh baik lagi.
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
rose pasti akan menerima nasib yg sama seperti Citra, jgn terlalu sombong kerna karma itu ada. apa yg dituai itu yg kamu dpt begitu juga dgn ibu serta sdra Andrian yg sudah menyakiti hati dan mental Cutra
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
siapa yg dtg ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ditebak kira-kira siapa???
total 1 replies
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
ayuh Citra ga usah peduli dgn kata2 pedas dari keluarga mantan sok percaya diri bgt mereka.
Zie Zie
cerita yg menarik mencetuskan emosi yg berbagai
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak kakak sudah mampir ditunggu updatenya yah 😘🙏🏻🥰
total 1 replies
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
kk mampir di sini thor
itu suami kayak bagaimana ya ga ada perasaan dan hati nurani kpd istrinya yg baru saja keguguran.
Soraya
lanjut thor
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak sudah mampir kakak 🙏🏻😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!