Waren Wiratama, 25 tahun adalah seorang pencuri profesional di kehidupan modern. Dia dikhianati sahabatnya Reza, ketika mencuri berlian di sebuah museum langka. Ketika dia di habisi, ledakan itu memicu reaksi sebuah batu permata langka. Yang melemparkannya ke 1000 tahun sebelumnya. Kerajaan Suranegara. Waren berpindah ke tubuh seorang pemuda bodoh berusia 18 tahun. Bernama Wiratama, yang seluruh keluarganya dihabisi oleh kerajaan karena dituduh berkhianat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 12
Warren terlihat kesal, dia melihat para pembunuh bayaran yang sudah tergelak di tanah itu. Tidak ada barang berharga di tubuh mereka. Warren mendengus, satu orang terlepas. Itu artinya akan ada lain kali para pembunuh itu datang lagi.
Di tempat semua orang beristirahat, Santo terus saja melihat ke arah kepergian Warren.
"Sudah lama sekali, buang air atau melarikan diri orang itu!"
Santo mulai terlihat cemas. Namun Badrun segera menepis kekhawatiran Santo itu.
"Sudahlah! kenapa mengkhawatirkan orang bodohh seperti itu. Yang bicara pada semut yang makan daun. Kelakuannya jelas-jelas menunjukkan kalau dia memang tidak punya akal manusia biasa. Mana mungkin dia berpikir untuk kabur!" kata Badrun begitu percaya diri.
Selain dia sangat yakin kalau Warren tidak akan melarikan diri. Sebenarnya dia juga malas mencari keberadaan Warren. Dia sangat lelah, masih harus berjaga malam ini. Dia benar-benar tidak ingin berdiri. Apalagi sampai harus mencari keberadaan Wiratama.
"Ck, kalau kepala prajurit Arga bangun dan bertanya. Kita harus jawab apa? kalau sampai di bodohh itu belum kembali?" tanya Santo.
Setelah mendengar apa yang dikatakan Santo. Barulah Badrun berdiri dari duduknya.
"Iya juga" sahutnya kemudian.
Santo segera mengangguk.
"Ayo kita cari!" kata Santo.
Namun baru juga Badrun meraih cambuknya. Terdengar suara langkah kaki lari-lari dari semak.
"Akhirnya ketemu?" kata Warren seperti seseorang yang menemukan harta karun.
Merasa kesal, sudah membuatnya khawatir. Santo melayangkan cambuk ke arah tanah di depan Warren.
"Kamu itu apa yang dibuang sebenarnya? lama sekali!" omelnya.
"Aku lupa jalan pulang paman. Jangan marah padaku, ibu...."
Warren kembali berlagak seperti orang bodohh. Lalu kembali ke dekat ibunya. Membuat nyonya Wulandari dan yang lain terbangun.
"Eh, Wira! ada apa?" tanya nyonya Wulandari yang langsung mengusap lengan Warren yang terlihat ketakutan.
"Paman itu, marah padaku!" jawab Warren yang menunjuk ke arah Santo.
"Sudah Santo, sudah. Nanti kepala prajurit Arga bangun. Kita yang ditegurnya karena sudah membuat orang bodohh itu menangis!" kata Badrun mengingatkan Santo.
"Lagipula dia itu pria, kenapa cengeng sekali!" kesal Santo lagi.
"Kamu lupa? dia kak bodohh! badannya saja yang besar. Otaknya masih seperti anak lima tahun. Istirahat saja, ayo!" ajak Badrun tidak mau memperpanjang masalah malam ini.
Masalahnya pagi juga masih beberapa jam lagi. Kalau mereka membaut keributan, hanya akan buang-buang tenaga dan waktu saja.
Sementara itu, Wulandari dengan lembut bertanya pada Wira.
"Kamu darimana nak?" tanya Wulandari.
"Buang air. Tapi lupa jalan pulang, paman itu marah. Tidak seru, tidak suka juga"
Nyonya Wulandari mengusap lembut kepala Wira.
"Tidak apa-apa. Mereka sudah kesana, sekarang kamu tidur ya. Sudah larut!" kata nyonya Wulandari menuntun Wira untuk menjadikan pangkuannya sebagai alas kepalanya tidur.
"Ibu, aku tidur"
"Iya nak, tidurlah" kata Wulandari membelai kepala anaknya itu sambil bersandar di batang pohon yang cukup besar.
Sementara itu Sariman yang melarikan diri dari dalam hutan dalam keadaan terluka. Masih berusaha untuk pergi menjauh dari tempat itu sebisa mungkin.
"Siall! ternyata benar! Wiratama hanya berpura-pura bodohh. Aku harus memberitahukan hal ini pada Gusti prabu. Uhukk... uhukk!"
Brukk
Sariman kembali terjatuh ke tanah. Dia batuk darahh, dia benar-benar terluka parah.
"Tidak bisa! aku tidak boleh matii disini. Aku harus memberitahukan hal ini pada Gusti prabu Darmawangsa" gumamnya meski dia bahkan tidak bisa bergerak sama sekali dari tempat itu.
Sariman masih ingat bagaimana, dia meremehkan Wiratama. Dan pada akhirnya dia dibuat terperangah sendiri. Karena kehebatan pemuda itu bahkan dengan tangan kosong. Jurus-jurus yang diperlukan oleh Wiratama itu bahkan jurus yang hanya dikuasai oleh praktis ilmu kanuragan ranah di atas ranah 9 fana. Itu mengerikan.
Satu tendangan saja bisa membuat orang lain tewas. Satu pukulan tangannya bisa merusak semua akar beladiri seseorang. Sariman sendiri merasa seluruh akar beladirinya rusak. Jika dia masih paksakan berlari. Mungkin dia akan lumpuh.
"A... ku harus pergi ke istana...."
Brakk
Kepala Sariman membentur tanah dengan cukup kuat. Pria itu tak sadarkan diri. Dia tidak mampu terus sadar apalagi pergi.
Dan sebenarnya, Warren memang sengaja membiarkannya lolos. Jika Warren mau, mungkin setelah Sariman meloloskan diri, dia bisa mengejar dan menghabisi Sariman. Tapi, setelah dipikir-pikir lagi. Dia perlu mengetahui, siapa yang ingin di mati. Oleh karena itu, dia sengaja membiarkan Sariman lolos untuk mengadu pada tuannya. Dengan demikian, tuannya akan mengirimkan para pembunuh lagi. Jika terus tidak berhasil, bukan tidak mustahil tuannya itu akan datang sendiri untuk menghabisi Warren. Maka, Warren akan tahu, sebenarnya siapa dalang dibalik orang-orang yang ingin menghabisinya.
Pagi menjelang, semua rombongan sudah kembali berjalan. Saat itu di hutan, mereka tidak sengaja melihat sebuah pohon buah. Itu adalah buah mangga. Tapi, pohonnya tinggi sekali. Namun terlihat dari bawah, banyak sekali yang sudah matang.
"Pegang pedangku, Santo. Aku ini ahli dalam memanjat" kata Simin.
Warren melihat apa yang dilakukan oleh para prajurit itu. Sementara kepala prajurit Arga memang sedang pergi untuk urusan pribadinya. Apalagi, kalau bukan buang air. Makanya mereka beristirahat di bawah pohon mangga itu.
"Hei, ambilkan untukku juga?" kata Santo.
"Tenang saja. Aku tentu saja akan ambilkan untuk kita berempat" kata Simin.
Sudah pasti prajurit yang memang selalu mementingkan urusan para prajurit saja itu tidak akan membagi buah itu pada para tahanan pengasingan.
"Ibu, aku mau mangga itu?" tunjuk Ajeng ke arah mangga yang warnanya kekuningan.
Ratna melihat ke arah Santo. Dia ingin meminta pada prajurit itu. Tapi, Santo yang dilihat oleh Ratna seperti tahu, wanita itu akan bicara apa.
"Apa? mau minta bagian? mimpi saja. Kami kan tidak punya kewajiban untuk membagi apapun dengan kalian. Lagipula, katanya adik ipar bodohh mu itu bisa bicara pada binatang kan? itu ada monyet di pohon yang tinggi itu. Suruh dia bicara pada monyet itu untuk mengambilkan mangga di dahan yang tinggi ha ha ha!"
"Ha ha ha" Badrun ikut tertawa.
Bahkan Simin yang ada di atas pohon di dahan yang rendah juga tertawa.
"Ha ha ha"
Ajeng langsung memeluk ibunya. Wajahnya terlihat sedih. Warren yang melihat itu mendengus kesal.
'Orang-orang ini. Bahkan pada anak kecil saja bisa jahat dan jahil seperti ini. Aku beri kalian pelajaran!' gumam Warren berdiri, sudah siap dengan apa yang akan dia lakukan untuk mengerjai para prajurit jahil tidak punya hati nurani itu.
***
Bersambung...
lanjutkan di tunggu up berikut nya