NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12

Pagi itu, mentari belum sepenuhnya naik saat Monica sibuk di dapur. Telur dadar, tempe goreng, dan teh manis terasa hambar. Kedatangan Vania semalam membuatnya resah. Ia bertanya-tanya: haruskah ia cerita pada Teddy?

Ia mengaduk teh berulang kali, padahal gulanya sudah larut. Ponselnya berbunyi. Teddy.

"Monica, kamu di rumah?" suara Teddy pelan namun hangat.

"Iya. Ada apa, Pak Teddy?"

"Aku mau mampir sebentar. Bawa roti dari kota."

Monica gugup, "Oh, ya... silakan."

Sepuluh menit kemudian, Teddy sudah di depan pintu. Ia tampak santai, namun Monica tegang.

"Wah, kamu masak lagi. Padahal aku mau bawa sarapan," ucap Teddy, menyodorkan kantong berisi roti dan susu cokelat.

Monica tersenyum kecil, "Gak apa-apa. Kita bisa makan bareng."

Teddy duduk, menikmati aroma dapur. "Kamu kelihatan beda pagi ini. Kenapa? Gak enak badan?"

Monica ragu. Ia ingin cerita, tapi ada suara yang berkata: tunggu dulu. Jangan sampai terlihat ‘membela diri’ sebelum ada pertanyaan.

"Cuma capek aja. Banyak pikiran."

Teddy menatapnya tajam, "Ada yang datang ke rumah kamu semalam?"

Jantung Monica nyaris berhenti. Ia mencoba tenang, "Kok nanya gitu?"

"Karena kamu kelihatan resah. Dan… karena tadi pagi aku lihat mobil Vania keluar dari gang ini."

Monica menggertakkan gigi, mengangguk pelan, "Iya, dia datang. Ngobrol sebentar. Lebih tepatnya, mengintimidasi."

Wajah Teddy berubah, "Apa dia bilang sesuatu yang menyakitimu?"

"Dia cuma… mengingatkan aku kalau kamu pernah tergila-gila sama dia. Dan katanya kamu belum benar-benar lepas dari dia."

Teddy mendesah, meletakkan cangkirnya, "Monica, aku minta maaf. Harusnya aku tahu Vania gak akan tinggal diam. Tapi aku juga gak nyangka dia akan datang ke rumah kamu."

Monica menggeleng, "Aku bisa jaga diri, Pak Teddy. Cuma aku bingung… harus tetap bertahan, atau mundur sebelum semuanya lebih rumit?"

Teddy menatapnya dalam, "Kalau aku boleh jujur, aku butuh kamu di hidupku. Bukan karena kamu pengganti siapa-siapa. Tapi karena kamu satu-satunya yang bikin aku pengin sembuh dari masa lalu."

Kata-kata Teddy mengusap luka yang ditorehkan Vania.

"Aku gak akan paksa kamu buat percaya, Mon," lanjut Teddy. "Tapi kalau kamu mau… ayo kita jalanin pelan-pelan. Kita buktikan bahwa cinta gak perlu pamer, cukup dibangun dengan sabar."

Monica menunduk, mengangguk pelan, "Aku gak janji bakal jadi yang sempurna. Tapi aku mau mencoba."

Teddy tersenyum. Pagi itu, mereka sarapan dengan hati yang mulai menerima: untuk melangkah ke depan, terkadang harus berdamai dengan bayang-bayang masa lalu.

Siang itu, Teddy kembali ke rumahnya. Ia sempat ke pasar, namun pikirannya tertambat pada Monica dan Vania. Begitu masuk rumah, ia mendapati amplop putih tertempel di pintu. Tak ada nama pengirim, hanya tulisan tangannya:

Untuk: Teddy Indra Wijaya – Pribadi dan Rahasia

Ia membuka amplop itu. Di dalamnya ada kertas terlipat rapi, diketik rapi dengan font formal. Ketika Teddy membacanya, darahnya terasa berhenti mengalir:

Pak Teddy,

Kami mohon pertimbangan Bapak untuk kembali ke Jakarta secepatnya. Ada masalah administratif yang melibatkan nama Bapak dalam proses tender yayasan milik almarhum istri Bapak. Jika tidak diselesaikan dalam waktu 14 hari, maka status Bapak bisa terancam sebagai pihak yang dianggap lalai dan memicu gugatan hukum.

Harap segera menghubungi nomor di bawah ini.

Hormat kami, Tim Kuasa Hukum Yayasan Melati Harapan.

Teddy duduk, masih memegang surat itu. "Apa lagi ini…?" gumamnya.

Ia berusaha melupakan Jakarta, kehidupan lamanya, termasuk konflik di yayasan milik mendiang istrinya. Tapi masa lalu belum selesai.

Pikirannya tertuju pada Monica. Belum sempat cinta mereka menguat, masalah baru muncul. Bukan soal perasaan, tapi tanggung jawab yang bisa menyeretnya kembali ke masa lalu.

Ponselnya berdering. Nomor tak dikenal. Teddy ragu, tapi menjawab.

"Halo?"

"Pak Teddy, ini saya Dimas, dari tim hukum yayasan. Mohon maaf mengganggu. Kami harap Bapak bisa datang ke Jakarta minggu ini. Ada dokumen penting yang butuh tanda tangan langsung."

Teddy mengusap wajah, "Kenapa baru sekarang diberitahu?"

"Baru kemarin berkas audit dibuka. Nama Bapak muncul sebagai penanggung jawab final proyek renovasi gedung yayasan. Kalau tidak ditindaklanjuti, bisa panjang urusannya."

Teddy menatap kosong. Rumah yang tadinya tenang terasa sempit dan sesak.

"Baik. Saya usahakan datang."

Setelah menutup telepon, ia terdiam lama. Lalu mengambil kotak kecil berisi dokumen lama yang belum pernah ia buka lagi sejak pindah desa. Ia menelusuri satu per satu.

"Jadi ini yang belum selesai…" bisiknya.

Sore itu, ia pergi ke rumah Monica. Bukan untuk membawa kabar bahagia. Ia berdiri di depan pagar, membawa surat itu, dan hati yang ragu.

Monica membukakan pintu dengan senyum, namun rautnya berubah melihat wajah Teddy yang tegang.

"Ada apa, Pak Teddy?"

Teddy menghela napas, "Aku harus ke Jakarta. Minggu ini."

Monica menatapnya lekat, "Ada masalah?"

Teddy mengangguk, "Yayasan mendiang istriku. Ada urusan hukum yang belum selesai."

Monica menggenggam jemarinya, "Kamu akan kembali ke kehidupan lama itu?"

"Enggak. Aku cuma mau beresin, lalu kembali lagi ke sini."

"Tapi kamu yakin, setelah ketemu masa lalu, kamu gak akan berubah pikiran?"

Teddy menatap mata Monica, lalu menjawab lirih, "Aku gak bisa janji. Tapi satu hal yang pasti… aku akan pulang. Ke sini. Ke kamu."

Senja itu menggantungkan satu tanya besar: bisakah cinta yang baru tumbuh bertahan ketika masa lalu menuntut haknya kembali?

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!