NovelToon NovelToon
Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romansa
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: PenulisGaje

Armand bukanlah tipe pria pemilih. Namun di umurnya yang sudah menginjak 40 tahun, Armand yang berstatus duda tak ingin lagi gegabah dalam memilih pasangan hidup. Tidak ingin kembali gagal dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk yang kedua kalinya, Armand hingga kini masih betah menjomblo.

Kriteria Armand dalam memilih pasangan tidaklah muluk-muluk. Perempuan berpenampilan seksi dan sangat cantik sekali pun tak lagi menarik di matanya. Bahkan tidak seperti salah seorang temannya yang kerap kali memamerkan bisa menaklukkan berbagai jenis wanita, Armand tetap tak bergeming dengan kesendiriannya.

Lalu, apakah Armand tetap menyandang status duda usai perceraiannya 6 tahun silam? Ataukah Armand akhirnya bisa menemukan pelabuhan terakhir, yang bisa mencintai Armand sepenuh hati serta mengobati trauma masa lalu akibat perceraiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenulisGaje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Malarindu

"Yo, Armand, lama nggak ketemu makin cuek aja. Sampai-sanpai kembali ke kota nggak ngasih tau kita semua."

Armand memutar kedua matanya malas. Suara yang terdengar dari belakang dan sangat ia hafal siapa pemiliknya itu membuat Armand tak merasa perlu lagi menoleh.

Begitu si pemilik suara dengan seenaknya duduk di hadapannya, Armand merasa sangat bersyukur karena beberapa orang yang tadi ditemuinya sudah pergi, orang yang membuatnya harus kembali ke kota dikarenakan mereka ingin membeli hasil panen dari perkebunannya. Bukannya apa, Armand hanya tidak ingin orang yang ingin membeli hasil perkebunannya itu merasa terganggu dengan segala ucapan tanpa filter dari seorang Fandy Aditya.

Tetapi, sebelah alis Armand naik kala melihat ternyata Fandy membawa Daffa turut serta bersamanya.

"Aku pikir udah betah jadi petani di sana, Man, sampai nggak ngasih kabar. Jangankan nelpon, ngirim pesan pun nggak. Malahan udah 2 hari kau ada di sini, kau juga nggak ngasih tau kami."

Ahh iya, sudah dua hari sudah terlewati rupanya...

Ketika diingatkan lagi akan dua hari yang berlalu, yang ternyata sangat sulit untuk Armand lewati, Armand kembali terbayang seraut wajah cantik nan menggemaskan serta suara yang terdengar lembut mendayu serasa berbisik merdu di telinganya.

Anissa Rahmah

Satu nama itu terucap dalam hati dan mendadak menyelimuti Armand dalam gumpalan-gumpalan rindu yang tak tertahankan.

Selama dua hari terakhir, dikarenakan si mungil tidak mempunyai ponsel yang bisa dihubungi, Armand selalu menanyakan kabar gadis itu melalui Lala. Bahkan saking rindunya, Armand pernah meminta agar Lala memberikan ponselnya kepada si mungil Armand bisa berbicara dengannya.

Namun sayangnya si mungil menolak. Dengan alasan malu, Armand akhirnya harus puas kala hanya mendapatkan kiriman foto dari Lala, yang diambilnya secara sembunyi-sembunyi.

"Kelamaan tinggal di desa ngebuat kau jadi bisu, Man." Fandy berdecak kesal. Jika Daffa malah anteng memanggil pelayan untuk memesan makanan, maka Fandy tak ingin melepaskan sahabatnya yang sangat sulit untuk diajak bersenang-senang itu. "Jangan-jangan kau bertemu dengan gadis desa yang cantik dan rupawan ya, Man? Makanya kami semua jadi terlupakan."

Armand mendengus. Tanpa mempedulikan Fandy yang kembali berdecak karena diabaikan, Armand menyeruput kopi kental yang berada dalam cangkirnya.

"Wahh... benar dong nih ya, tebakan aku." Fandy belum ingin melepaskan si kaku di hadapannya itu. "Coba cerita sama kita, gimana penampilannya? Bahenol dong pastinya. Dada sama bokongnya pasti montok dan kenyal dong ya?"

"Daff, carikan satu rumah buatku." pertanyaan Fandy dianggap Armand angin lalu. Tak peduli jika sahabatnya itu mencebik layaknya anak kecil yang sedang merajuk, Armand memfokuskan perhatiannya ke arah Daffa yang duduk tepat di hadapannya. "Nggak usah bertingkat, tapi rumahnya harus luas. Halaman depan sama belakangnya juga harus luas. Kira-kira bisa buat ditanam bunga sama sayuran."

Daffa mengerjap berulang kali. Pasalnya, semenjak Armand bercerai, sahabatnya itu telah bertekad tidak ingin lagi membeli rumah di kota. Bahkan rumah yang dulu ditinggalinya bersama mantan istrinya diberikan begitu saja kepada wanita yang ingin sekali Daffa lenyapkan dari muka bumi itu.

Sekarang, entah ada angin apa, tiba-tiba saja Armand membeli rumah di kota.

"Hmm... mencurigakan." Daffa berucap dalam hati seraya tersenyum tipis.

Awalnya Daffa hanya ingin menjadi pendengar saja. Tetapi, karena Armand sendiri menunjukkan gelagat yang mencurigakan seperti ini, Daffa kan jadi kepo juga akhirnya.

"Nah... nah, ada angin apa nih, tiba-tiba juragan Armand pengen beli rumah? Mau boyong si gadis desa bahenol ke kota, kah?" Fandy tak ingin tak ingin diikutsertakan dalam pembicaraan kedua sahabatnya. Ditambah lagi gelagat Armand yang mencurigakan, membikin jiwa kepo Fandy meronta-ronta. "Eh, kau belum bilang, si bahenol itu masih gadis apa udah janda? Bagusnya sih janda aja ya, Man, soalnya pastinya lebih berpengalaman dan 'goyangannya' pasti mantep banget."

"Otakmu itu perlu dicuci pakai cairan pembersih, Fan. Mana tuh otak isinya cuma sampah semua lagi. Nggak ada yang bermutu, soalnya otak sama selangkanganmu udah jadi satu kesatuan." akhirnya Armand mau juga meladeni omongan Fandy yang selalu membutuhkan kesabaran ekstra itu.

Bukannya kesal mendengar perkataan Armand tersebut, Fandy justru malah terkekeh. "Stok perempuan di dunia banyak banget, Man. Sayang kalau sampai di sia-siakan. Mereka bersedia menyediakan 'goa' yang bisa aku masuki, maka sebagai lelaki yang suka keluar masuk 'goa', nggak mungkin aku menyia-nyiakannya." Fandy tersenyum bangga di akhir kalimatnya.

"Kalau kena penyakit, baru tau rasa kau, Fan."

"Aku ini 'pemain' ulung, sebelum meniduri seorang perempuan, khususnya yang udah berpengalaman, aku akan memastikan kalau dia sehat dan nggak punya penyakit."

"Bisa aja suatu hari nanti kau lengah."

"Nggak mungkin."

"Ck... terlalu percaya diri biasanya malah ngebuat kau lengah, Fan." Armand berdecak sambil menggelengkan kepala.

"Ya harus percaya diri." Fandy tak ingin kalah berdebat. Sambil membusungkan dada ia menambahkan, "Dalam hubungan yang sama-sama saling menguntungkan begitu, kewaspadaan nggak boleh kendor. Sebisa mungkin sebelum 'menerobos' masuk, pastikan dulu nggak ada penyakit ataupun aroma yang nggak menyenangkan. Otakku memang selalu nggak bisa jauh dari selangkangan, tapi otakku masih bisa dipakai buat mikir tau."

"Mau yang dari bahan kayu seperti rumah yang dulu, atau sama seperti rumah orang kaya lainnya, Man?" gegas Daffa menyela. Omongan Fandy yang semakin ngawur dan bahkan suaranya bisa didengar pelanggan lainnya membuat Daffa malu sendiri jadinya.

Untungnya restoran yang berlokasi tidak terlalu jauh dari pusat kota itu tidak terlalu terlalu ramai pelanggannya. Hingga Daffa merasa sedikit lega.

"Dari bahan kayu aja lah, Daff." Armand langsung menjawab pertanyaan tersebut. Kembali teringat akan rencana yang muncul begitu saja dalam hati selama dua hari terakhir, Armand kembali bersemangat dan tak lagi berniat mengomentari gaya hidup Fandy yang memusingkan itu. "Tapi harus yang modern ya, Daff. Ruang tengahnya dikasih atap skylight. Pokoknya biarpun dari bahan kayu tapi tetap harus modern. Khusus buat kamar tidur utama, dinding kamar mandinya full kaca, nggak boleh ada sekat yang menghalangi pandangan. Biar pun kita lagi ada di atas tempat tidur, kita bisa ngeliat langsung apa aja yang ada di kamar mandi itu."

Usai mendengar penjelasan Armand mengenai rumah seperti apa yang ingin dibelinya, baik Daffa dan juga Fandy langsung saling menatap. Melalui tatapan, mereka mempertanyakan akan rumah impian Armand yang tak biasa. Khususnya kamar tidur utama.

Hmm... ini sangat mencurigakan?

*****

"Mencurigakan ya, Man?"

"Apanya?"

"Kau, Man. Kau lah yang mencurigakan."

Jawaban tersebut seketika mengalihkan pandangan Armand yang semula ke layar ponselnya demi menatap sebuah foto yang dikirim oleh Lala ke arah depan, dimana Faris sedang duduk di sana.

Adanya sebuah meja berbentuk bundar dengan ukuran sedang justru mempermudah Armand untuk melihat ekspresi Faris yang tampak begitu serius saat membalas tatapannya.

Tak mempedulikan suasana kafe dimana mereka berkumpul malam ini yang cukup ramai, Armand tak sungkan membalas tatapan Faris yang jelas-jelas mengejar jawaban darinya. Meski pertanyaan tersebut belum terucap, sekiranya Armand bisa sedikit menebak mengenai jawaban seperti apa yang ingin didengar oleh sahabatnya itu.

"Mau nanya apa, Ris?" tanya Armand seraya mematikan layar ponselnya dan meletakkannya di atas meja. "Si mulut ember pasti udah ngomong yang macam-macam padamu." dengus Armand kesal.

"Kenapa tiba-tiba pengen beli rumah?" Faris tak membuang-buang waktu untuk bertanya. Ia bahkan mengabaikan kekesalan Armand saat membicarakan salah seorang sahabat mereka. "Jangan bilang kalau kau beli rumah cuma untuk dirimu sendiri. Kami semua, para sahabatmu tau, bahwa semenjak bercerai, kau lebih suka ngontrak rumah yang cuma punya satu kamar tidur aja."

"Memang bukan untukku semata." Armand menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang ia duduki. "Kalau cuma buat tinggal sendiri, untuk apa beli rumah segala. Toh aku juga nggak punya banyak urusan di sini. Selain bertemu dengan orang yang mau beli hasil panen dari perkebunanku, aku nggak punya kesibukan lain di sini selain ngurusin kafe yang kalian tau fungsinya untuk apa." ujar Armand. Ia sadar bahwa saat berbicara dengan Faris, dirinya tidak mungkin bisa terus mengelak.

Faris mengangguk mengerti. "Jadi, ada rencana untuk nikah lagi? Rumah itu buat istrimu nanti?" tanyanya penasaran.

Armand terdiam sejenak. Keningnya berkerut saat mencoba mencari jawaban atas pertanyaan Faris itu. Setelah kurang lebih 2 menit berlalu, jawaban yang keluar dari bibir Armand hanyalah, "Aku sendiri belum tau."

"Kok bisa nggak tau?" tanya Faris bingung.

"Umurnya masih sangat muda. Dia juga sepertinya masih punya cita-cita buat melanjutkan pendidikannya."

"Gadis dari desamu?" bak wartawan, Faris terus bertanya. Setelah melihat Armand mengangguk, si wartawan dadakan kembali meneruskan wawancaranya. "Berapa umurnya sampai kau ragu begitu?"

"17 tahun."

"HAH?! " saking terkejutnya dengan jawaban yang didengarnya, mulut Faris sampai terbuka lebar. Kedua mata duda beranak satu itu juga melotot dan tak mampu berkedip selama beberapa waktu.

Gila...

Faris benar-benar tak menyangka jika Armand menjatuhkan hati pada gadis yang umurnya masih begitu muda.

Semula Faris benar-benar merasa senang saat mendengar cerita dari si mulut ember Fandy jika Armand telah mempunyai tambatan hati yang baru. Tapi kini, Faris tak tahu harus mengatakan apa. Bukannya tak senang atas keinginan Armand menjalin hubungan asmara lagi. Hanya saja, Faris benar-benar tak menyangka jika sahabatnya itu telah jatuh cinta kepada gadis yang terbilang masih remaja.

Melihat reaksi Faris yang terdiam dengan mulutnya menganga serta mata melotot, Armand hanya bisa menghela napas panjang.

Sebenarnya Armand sudah memperkirakan reaksi seperti apa yang akan duda satu anak itu tunjukkan. Walau sudah mempersiapkan diri, tetap saja Armand kembali merasa nelangsa.

Ini baru Faris yang mendengar semuda apa gadis yang tengah ia taksir, yang sepertinya harus menunggu sejenak agar Faris bisa menenangkan diri. Armand jadi tidak bisa membayangkan akan seheboh apa reaksi yang ditunjukkan oleh kedua sahabatnya yang lainnya.

Daffa mungkin tak akan bereaksi berlebihan. Tapi Fandy, Armand sudah bisa membayangkan telinganya pasti akan lelah mendengar kata-kata yang keluar dari bibir pria yang selalu ingin bersikap seperti remaja itu.

"Kau yakin kalau kau benar-benar jatuh cinta sama dia, Man?" Faris akhirnya kembali bersuara setelah bisa mengendalikan diri. "Benar-benar jatuh cinta atau hanya sekedar simpati mungkin?"

"Aku ini bukan anak kemarin sore, Ris." ucap Armand yang kembali menghela napas panjang. "Bahkan sama mantanku dulu, aku nggak pernah bersikap ataupun berkata konyol di depannya. Bersama gadis ini, aku bahkan ingin memberikan segala yang terbaik buatnya. Nggak hanya dari segi materi, juga perhatian dan kasih sayang yang selama ini nggak sepenuhnya bisa dia dapatkan." terang Armand mengenai apa yang ia rasakan.

"Anak korban broken home?"

"Bukan." Armand menggeleng.

"Lalu?"

"Dia anak yang di luar ikatan resmi. Mendiang ibunya adalah teman bermainku sewaktu kecil. Dia nggak tau siapa ayah kandungnya yang sebenarnya. Selain itu, keluarga dari pihak ibunya juga menolak keberadaannya."

Kali ini Faris yang menghela napas panjang. Ia tidak menyangka jika gadis yang disukai oleh sahabatnya itu ternyata memiliki latar belakang yang rumit begitu.

"Kalau pun aku benar-benar menikahinya suatu hari nanti, kami cuma bisa menggunakan wali hakim, kan?"

Faris mengangguk membenarkan. "Setau aku sih begitu. Tapi coba kau cari-cari tau dulu sebelum kau memantapkan hati untuk menikahinya."

"Hal itu bisa aku lakukan kapanpun. Tapi... " Armand menggantung perkataannya.

"Tapi apa?"

"Yang jadi masalahnya, aku belum tau seperti perasaan gadis itu terhadapku. Kami belum terlalu lama saling mengenal. Dan yang lebih utama, selain umurnya yang begitu muda itu, dia juga sudah dianggap seperti cucu sendiri oleh ibuku. Aku nggak tau gimana mesti jelasin sama beliau nanti."

"Yassalam... " Faris terkekeh geli. Ia tak menyangka nasib percintaan sahabatnya akan semenarik ini.

Melihat wajah Armand yang terlihat nelangsa, Faris sudah hendak membuka mulutnya untuk menggoda jika saja tidak dihentikan oleh adanya suara langkah yang mendekat.

"Wah... wah, nggak nyangka kita bakalan nggak sengaja ketemu lagi di sini. Dunia ternyata memang sempit ya."

Ya, dunia memang sempit.

Armand menggeram tertahan dalam hati. Armand juga tak menyangka jika dunia memang begitu sempit, yang saking sempitnya malah membuatnya harus kembali berhadapan dengan seseorang yang berasal dari masa lalunya. Masa lalu yang sangat sulit untuk Armand lupakan.

1
Ana Umi N
lanjut kak
y0urdr3amb0y
Wuih, penulisnya hebat banget dalam menggambarkan emosi.
Alucard
love your story, thor! Keep it up ❤️
PenulisGaje: makasih udah mau mampir dan baca cerita saya 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!