Ketika Ling Xi menjadi putri yang tak dianggap di keluarga, lalu tersakiti dengan laki-laki yang dicintai, apalagi yang harus dia perbuat kalau bukan bangkit? Terlebih Ling mendapatkan ruang ajaib sebagai balas budi dari seekor ular yang pernah dia tolong sewaktu kecil. Dia pergunakan itu untuk membalas dan juga melindungi dirinya.
Pada suatu moment dimana Ling sudah bisa membuang rasa cintanya pada Jian Li, Ling Xi terpaksa mengikuti sayembara menikahi Kaisar kejam tidak kenal ampun. Salah sedikit, habislah nyawa. Dan ketika Ling Xi mengambil sayembara itu, justru Jian Li datang lagi kepadanya membawa segenap penyesalan.
Apakah Ling akan terus bersama Kaisar, atau malah kembali ke pelukan laki-laki yang sudah banyak menyakitinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Proyek Selanjutnya
Kediaman Jian Li.
Jian Li sedang memanah di papan permainan sambil mendengarkan tangan kanannya berbicara. Ini tentang informasi hasil perintah tempo hari, ketika ia memerintahkan menemui Bi Hua demi menanyakan pertukaran pelayan yang disebut-sebut Ling Xi. Juga tentang perintah Jian Li sewaktu makam malam kemarin untuk mengikuti gerak-gerik Ling Xi setelah makan malam bubar.
"Tuan Muda mahkota, ternyata Bi Hua sudah meninggal dunia. Kita tidak bisa mendapatkan kesaksian darinya."
Tuk!
Panah menancap tepat pada titik tengah papan sasaran.
"Kalau begitu, aku sendiri yang akan memastikannya. Dalam waktu dekat ini aku akan menghabiskan waktu bersama Xiu Ying, agar aku yakin bahwa dia lah dewi penolong ku saat kecil."
"Baik tuan. Untuk informasi tentang apa yang diperbuat nona Ling Xi semalam, ia ke kamar hanya mengambil sup Aprikot dan buah tangan yang hendak dititipkan pada Tuan Ling Yuan. Sepertinya ia sedang bergerak waspada dari orang-orang kediaman Ling."
Jian Li terdiam. Ia bergumam dalam hati, Semoga saja selama ini aku tidak salah. Aku tidak bisa membayangkan jika targetku ternyata tertukar.
Jian Li merasa khawatir dengan dosa-dosa nya pada Ling Xi jika benar bidikannya tentang penolongnya ternyata keliru.
...***...
Istana Nanshu.
Tuan Ling Yuan, seorang menteri terhormat, tinggal di kediaman pribadinya yang terpisah dari istana. Selain demi ketenangan dan privasi, rumah itu adalah warisan keluarga yang amat bersejarah, sehingga ia tidak mungkin meninggalkannya begitu saja.
Semalam, usai menjenguk seorang rekan menteri yang sedang sakit, Tuan Ling Yuan kembali ke Istana untuk menjalani rutinitas bangsawannya. Di sana ia terkejut melihat rekan yang baru saja dijenguknya, kini tampak segar bugar.
"Ling Yuan," panggilnya. Ling Yuan menoleh, menyapa, namun merasa heran. Semalam rekannya itu masih terbaring lemah, tetapi kini ia terlihat sangat sehat.
"Kau sudah pulih. Syukurlah," kata Ling Yuan.
"Ya, setelah makan sup aprikot yang kau bawakan, badanku perlahan terasa ringan dan nyaman. Padahal sebelumnya, apa pun yang ku makan selalu ku muntahkan kembali. Dari mana kau dapat sup itu? Atau kau yang memasaknya sendiri?"
"Itu dari putriku," jawab Ling Yuan sedikit ragu. Ia mengira rekannya tidak akan menyukainya, bahkan sempat berpikir sup itu akan dimuntahkan kembali, mengingat kondisi rekannya yang sulit menerima makanan.
"Oh, putrimu ya. Yang mana? Apakah Xiu Ying yang cerdas dan berbakat itu, yang pernah kau ajak kemari?" Hanya Xiu Ying yang pernah ia ajak ke Istana Nanshu saat kedua putrinya dewasa. Sedangkan Ling Xi, hanya sekali, itu pun saat ia masih kecil dan ibunya masih hidup.
Ling Yuan menggeleng pelan, "Bukan, tapi Ling Xi, putri kandungku."
"Ling Xi, ya. Bagaimana kabarnya? Sudah lama sekali aku tidak melihatnya. Terakhir bertemu saat ia masih kecil. Pasti sekarang sudah tumbuh menjadi gadis cantik, tak jauh berbeda dengan Xiu Ying. Aku ada hadiah untuknya, sebagai ucapan terima kasih karena sup aprikotnya yang lezat itu telah membuatku pulih."
Senyum tipis terukir di wajah Ling Yuan, terselip rasa bangga pada Ling Xi. Ia menyesal tidak menyisakan sedikit pun sup itu untuknya. Ah, nanti ia akan meminta Ling Xi memasakkannya lagi. Ling Yuan penasaran akan rasa dan khasiatnya, karena saat sup itu diuji keamanannya di kediaman, bukan ia yang mencicipinya.
Tuan Ling Yuan menerima hadiah-hadiah itu dengan ucapan terima kasih yang tulus. Setelah waktu pulang tiba, ia membawa hadiah-hadiah itu ke dalam keretanya.
Di dalam kereta kuda, pikiran Ling Yuan dipenuhi kebingungan. Bagaimana caranya ia memberikan hadiah-hadiah ini, sementara semalam ia hendak menghukum Ling Xi karena keributan yang dibuatnya?
Ya, benar. Semalam, saat ia pulang dari menjenguk, ia disambut oleh laporan kekacauan di kediamannya. Wajah istri dan putri tiri bengkak karena sengatan lebah.
Kesaksian para pengawal dan pelayan simpang siur dan tak jelas. Namun yang pasti Ling Yuan sangat marah pada Ling Xi. Berdasarkan cerita Luo dan Xiu Ying, Ling Xi telah membawa dupa aromatik misterius yang membuat mereka berdua batuk-batuk. Padahal, ia sudah berusaha mengajari Ling Xi tentang kebenaran dan kemajuan, namun Ling Xi malah bertindak tidak tahu diri dengan menyiksa ibu dan kakaknya seperti ini.
Malam itu juga, Ling Yuan langsung mendatangi kamar Ling Xi untuk menginterogasinya. Ling Xi yang sudah menduga ayahnya akan marah besar karena hasutan ibu tirinya, bersembunyi untuk mengantisipasi hal tersebut.
Benar saja, sang ayah datang memanggil-manggil Ling Xi, ditemani Nyonya Luo. Dari tempat persembunyiannya, Ling Xi meniupkan bubuk ngantuk menggunakan benda mirip sedotan. Tak lama rasa kantuk pun menyerang Ling Yuan.
"Aku mengantuk sekali. Anak itu pasti akan kuhukum besok saat kutemukan," gumam Tuan Ling Yuan.
"Tapi, apa kau tidak khawatir Xi'er tidak ada di kamar malam-malam begini?" Nyonya Luo mendesak, ingin segera menemukan dan menghukum Ling Xi malam itu juga karena kekesalannya yang memuncak.
"Aku sangat ingin terlelap," jawab Tuan Ling Yuan, bahkan dirinya hendak merebahkan diri di ranjang Ling Xi. Nyonya Luo segera mencegahnya.
"Sayang, jika kau mengantuk, mari ke kamar kita. Jangan tidur di sini, nanti Xi'er tidak ada tempat untuk beristirahat."
Akhirnya keduanya pergi menuju kamar mereka. Ling Xi menghela napas lega lalu keluar dari persembunyiannya begitu sang ayah dan ibu tirinya benar-benar sudah tidak terlihat. Dalam hati ia bergumam, setidaknya malam ini aman dari hukuman.
Paginya, Ling Yuan sebenarnya berencana mencari Ling Xi untuk meminta pertanggungjawaban. Tetapi karena tidur terlalu nyenyak, ia bangun kesiangan dan terburu-buru pergi ke istana bahkan tanpa sarapan.
Itulah yang terjadi malam sampai tadi pagi di kediaman.
Dan kini,
Tuan Ling Yuan bingung, apakah harus memberikan hadiah dan apresiasi dulu atau ia memberi hukuman terlebih dahulu. Sementara sang ayah dilanda kebingungan, Ling Xi yang jadi penyebab kebingungannya, justru berada di ruang Fengyun. Dengan tangan bertolak pinggang, ia mengamati lahan yang sedang diukur oleh para teman hewannya.
Tampaknya dia sedang merencanakan proyek baru.
Setelah sibuk mengatur lahan, Ling Xi memilih untuk bersantai sejenak sambil membaca buku petunjuk. Ia tertegun takjub saat membaca petunjuk Ruang Fengyun yang menjelaskan bahwa segala hal bisa dilakukan di sana, tetapi penggunaannya tetap dibatasi. Hal ini menegaskan bahwa tidak boleh ada eksploitasi berlebihan terhadap sesuatu.
Pembatasan tersebut meliputi batas penggunaan, masa berlaku, serta bisa atau tidaknya suatu hal dilakukan. Jika semua hal bisa dilakukan, sudah pasti ia akan meminta rasa sakit hatinya dihilangkan begitu saja.
"Aku harus memikirkan cara menghadapi Ayah nanti. Kali ini, aku tidak bisa lagi menghindarinya. Berpikirlah, Ling Xi, ayo fokus." Ling Xi memejamkan mata, kedua jari telunjuknya menekan kening. Beberapa saat kemudian,
"Aha! Aku ada ide."
.
.
Bersambung.
keselamatan rakyat dan pengawal
juga penting
pilihan bijak
/Determined//Determined//Determined/
Luka api
pasti panas dan sakit