NovelToon NovelToon
Jiwa Maling Anak Haram

Jiwa Maling Anak Haram

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Reinkarnasi / Balas Dendam
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Reza Sulistiyo, penipu ulung Mati karena di racun,
Jiwanya tidak diterima langit dan bumi
Jiwanya masuk ke Reza Baskara
Anak keluarga baskara dari hasil perselingkuhan
Reza Baskara mati dengan putus asa
Reza Sulistiyo masuk ke tubuh Reza Baskara
Bagaimana si Raja maling ini membalas dendam terhadap orang-orang yang menyakiti Reza Baskara

ini murni hanya fanatasi, jika tidak masuk akal mohon dimaklum

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19 ANCAMAN KISMIN

Melihat kartu truf Kismin yang tak terduga—para aktivis HAM yang haus publisitas—Galih menghela napas, kekalahan tersirat di sudut bibirnya. Dia mengangguk, kepalanya sedikit dimiringkan, seolah baru saja menelan pil pahit.

"Baiklah, sekarang kamu boleh pergi," ucapnya, suaranya tetap dingin namun ada nada pasrah,

"dan jangan balik lagi ke rumah ini." Galih tahu betul, berurusan dengan aktivis adalah neraka di siang bolong yang lebih ia hindari daripada kebangkrutan.

"Terima kasih, Tuan," sahut Kismin, suaranya terdengar terlalu normal untuk seseorang yang baru saja lolos dari jurang neraka. Senyum tipis, nyaris tak terlihat di balik wajah babak belurnya, merekah.

"Tapi..." ia menjeda, keberaniannya kini melesat tinggi seiring turunnya ancaman. "Kata anakku, aku harus mendapatkan kompensasi, karena aku adalah korban fitnah dari anak-anak Anda."

Permintaan itu meluncur dengan santai, seperti Kismin sedang memesan kopi. Motornya hancur, wajahnya sudah tak berbentuk seperti peta jalan yang kusut, dan ia baru saja dijadikan samsak hidup. Tentu saja, ia berhak atas kompensasi. Lagipula, harga sebuah wajah babak belur di pasar gelap pasti lumayan tinggi.

"Jangan kurang ajar kamu!" bentak Riko, nadanya melengking. Tangannya mengepal, nyaris saja melayang ke wajah Kismin yang sudah babak belur, seolah ia masih punya stok pukulan gratis untuk hari itu.

"Hentikan," Galih berseru, mengangkat tangan, menghentikan niat Riko. Ia sudah terlalu lelah untuk melihat drama kekerasan lagi. "Berapa yang kamu minta?" tanya Galih, suaranya dipenuhi kekesalan yang mendalam. Ia ingin sekali segera mengakhiri sirkus ini.

"Lima puluh juta saja, Tuan," ucap Kismin, nadanya begitu santai seolah sedang menawar harga cabai di pasar. "Maka urusan ini dianggap selesai." Sebuah angka yang, di telinga Galih, terasa seperti Kismin meminta sepotong hatinya.

"Rubah tua juga orang ini," pikir Reza, matanya menyipit curiga menatap Kismin. Rencana kekacauan kecilnya mendadak jadi skema pemerasan yang jauh lebih besar.

"Gila! Kamu sepeser pun tidak akan mendapatkan uang!" Riko meludahkannya dengan geram, menatap Kismin seolah ia adalah kotoran di sepatu mahalnya.

"Oke, tidak masalah kalau saya tidak dapat kompensasi," ucap Kismin, nadanya datar namun setiap kata terasa seperti tikaman.

"Uang lima puluh juta itu tidak sebanding dengan kerugian yang sudah saya terima. Bagaimanapun juga, kekacauan ini semua bermula dari niat Tuan Dimas dan Non Vanaya yang ingin mencelakai Den Reza."

Seketika itu juga, semua mata melotot ke arah Kismin. Dia adalah pegawai Galih yang pertama—dan mungkin satu-satunya—yang berani memanggil Reza dengan sebutan 'Den'. Sebuah gelar yang biasanya hanya diperuntukkan bagi bangsawan atau anak majikan kesayangan, bukan untuk anak yang selama ini dianggap aib keluarga.

"Dengar baik-baik!" Riko membentak, urat lehernya menonjol. "Kami tidak akan memberikan uang apa pun pada Anda!" Suaranya bergetar, lebih karena kemarahan yang membara daripada rasa takut.

"Baiklah kalau begitu," Kismin memulai, suaranya tenang, namun tiap kata adalah palu godam. "Dari segi apapun, saya berhak menerima kompensasi." Ia jeda, membiarkan kalimat itu meresap. "Serikat buruh sudah anak saya kondisikan, aktivis HAM siap membantu." Kismin menatap Galih lurus-lurus, senyum simpul di bibirnya yang bengkak. "Keluarga Baskara adalah lahan empuk untuk diperas para aktivis HAM." Ia menegaskan, seolah sedang memberikan resep kue.

"Anda mungkin bisa menolak memberikan uang kompensasi kepada saya," lanjut Kismin, memberi Galih secercah ilusi pilihan. "Tapi nanti Anda akan berurusan dengan aktivis HAM. Dan Anda tahu sendiri, jika mereka sudah turun tangan, tuntutan mereka akan jatuh 10 kali lipat." Kismin menyelesaikan kalimatnya dengan nada peringatan, seolah ancaman itu adalah penawaran diskon yang tidak bisa ditolak.

Entah siapa yang mengajarkan rentetan kalimat itu pada Kismin, yang jelas, cara dia menyebutkan kata "kompensasi" saja masih belepotan, terdengar lebih mirip mengunyah permen karet.

"Yah... waktu adalah uang, Yah," ucap Reza, nadanya mendadak berubah bijaksana seperti motivator dadakan.

"Uang lima puluh juta itu akan Ayah hasilkan dengan hitungan jam. Bayangkan kalau Ayah menghadapi aktivis HAM yang omongannya muter-muter—berapa banyak waktu yang Ayah buang?" Reza berhenti sejenak, menatap Galih dengan sorot penuh perhatian palsu.

"Dan yang lebih penting, kesehatan Ayah. Ayah harus sehat, bagaimanapun nasib keluarga Baskara ada di tangan Ayah." Reza mengakhiri sarannya dengan senyum penuh arti, padahal dalam hati dia sedang mencari muka pada Galih. Bukankah lebih mudah menghancurkan seseorang jika sudah berada sangat dekat?

Galih sebenarnya enggan menerima usulan dari Reza. Menyerah pada Kismin berarti dirinya akan dicap pecundang oleh seluruh anggota keluarganya, yang pasti akan mengadakan pesta syukuran diam-diam. Tapi, apa yang diucapkan Reza adalah kenyataan pahit yang harus ditelan. Bukan tidak mampu menghadapi aktivis HAM atau serikat buruh—Galih punya uang untuk menyewa pasukan pengacara sekalipun—namun itu akan menguras banyak tenaga dan, yang lebih penting, membuang waktu berharganya yang bisa digunakan untuk menghasilkan lebih banyak uang. Lagipula, beradu argumen dengan orang-orang berprinsip adalah hal terakhir yang Galih inginkan dalam hidupnya.

"Baiklah, akan kuberikan sekarang," ucap Galih, nada suaranya seperti hakim yang terpaksa menjatuhkan vonis ringan.

"Tapi ingat, kalau kamu berulah, aku tak akan segan menghilangkan seluruh keluarga kamu." Ancaman itu meluncur dengan ringan, seolah 'menghilangkan' adalah sinonim dari 'mengajak liburan ke antah berantah'. Bagaimanapun juga, Galih masih punya sisa-sisa rasa kasihan—seperti remah-remah di dasar toples. Kismin adalah pegawai setia sejak zaman Darman, ayahnya Galih, dan meskipun hanya pekerja rendahan, ia banyak memberi kontribusi terhadap keluarga Baskara.

"AYAH!" suara Riko meninggi, nyaris pecah. "Jangan dengarkan usulan Reza! Aku nggak terima!" Ia membentak, seolah itu akan membuat kenyataan berubah.

"Oke, kalau kamu tidak terima," Galih membalas, nadanya tenang namun dingin. "Sekarang kamu urus itu aktivis HAM dan serikat buruh. Tapi ingat, jangan pernah meminta Ayah mengeluarkan uang." Sebuah tantangan yang disampaikannya dengan seringai tipis, tahu betul seperti apa respons Riko nantinya.

Riko terdiam. Wajahnya yang biasa pongah kini memucat. Hidupnya selama ini hanya habis untuk foya-foya. Mendapat jabatan manajer saja karena dia putra keluarga Baskara, bukan karena kompetensinya. Sekarang dia harus menghadapi aktivis HAM dan serikat buruh? Sama sekali tidak ada dalam bayangannya. Pikirannya kosong melompong.

"Ya Ayah 'kan yang urus, masa aku," Riko berucap manja, seolah menghadapi aktivis HAM adalah tugas remeh-temeh yang biasa diserahkan pada pembantu.

"Sudah, Dim! Kalau kamu nggak bisa urus," potong Dimas, nadanya datar, seolah Riko baru saja mengeluh tentang susahnya membuka bungkus permen.

Kemudian Galih, tanpa berkata-kata lagi, mengambil ponselnya. Jemarinya dengan cepat menari di layar, mentransfer uang yang diminta Kismin. Ia menghela napas, menerima kenyataan bahwa terkadang, harga kedamaian—meskipun palsu—adalah membayar pemerasan.

1
Agus Rubianto
keren
Aryanti endah
Luar biasa
SOPYAN KAMALGrab
pernah tidak kalian bersemangat bukan karena ingin di akui... tapi karena ingin mengahiri
adelina rossa
lanjut kak semangat
adelina rossa
lanjut kak
Nandi Ni
selera bacaan itu relatif,ini cerita yg menarik bagiku
SOPYAN KAMALGrab
jangn lupa kritik...tapi kasih bintang 5...kita saling membantu kalau tidak suka langsung komen pedas tapi tetap kasih bintang 5
adelina rossa
hadir kak...seru nih
FLA
yeah balas kan apa yg udah mereka lakukan
FLA
wah cerita baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!