[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nero Alzeth
Setelah berhasil menyelamatkan gadis bernama Elina dari tangan para bandit…
Rio menatap gadis itu yang masih terikat, lalu perlahan berlutut dan melepaskan tali-tali kasar yang melilit tubuhnya.
"Tenang saja... kamu sudah aman sekarang," ucap Rio pelan, disertai senyum lembut.
Elina yang masih terguncang hanya bisa memandang wajah penyelamatnya. Wajah itu terlihat tenang… tapi di balik ketenangan itu, ada sorot mata yang menyimpan luka dan kelelahan.
Tanpa banyak bicara, Rio langsung mengangkat tubuh Elina dengan satu tangan.
"Pegangan yang kuat, ya..." bisiknya.
Dalam sekejap, Rio mengaktifkan Teleport Assassin.
Tubuh mereka lenyap, seperti larut ke dalam bayang-bayang dan angin.
Selama perjalanan kilat itu, Elina tak bersuara. Ia hanya terus menatap wajah Rio dari jarak dekat, wajah yang terasa lebih terang dari cahaya mana mana pun, meski diselimuti kegelapan jubah dan misteri.
Beberapa detik kemudian…
Mereka muncul di depan gerbang kota kecil, tempat seorang pria tua, ayah Elina masih berdiri dengan wajah cemas.
"Elina!!" teriak sang ayah, matanya membelalak saat melihat putrinya berada di pelukan seorang anak laki-laki berpakaian hitam.
Rio perlahan menurunkan Elina ke tanah. Dan seketika itu juga, gadis itu berlari memeluk ayahnya erat-erat, air matanya tak terbendung.
“Terima kasih... siapa pun kamu… aku tak tahu bagaimana harus membalasnya,” ucap sang ayah dengan suara bergetar.
Rio hanya menunduk sedikit. “Aku… cuma kebetulan lewat.”
Ia berbalik, hendak melangkah pergi tanpa banyak kata.
Namun suara lembut Elina menahannya.
“A-Anu... nama abang siapa?” tanyanya pelan, pipinya sedikit memerah.
Rio berhenti.
Ia menoleh perlahan dengan tatapan datar. “Jangan panggil aku abang… kita seumuran.”
Elina terkejut sebentar, lalu tertawa kecil sambil menunduk malu. “Ehh... maaf. Aku kira kamu lebih tua… soalnya kamu... keren~,” bisiknya, memainkan jari-jarinya.
Rio diam sejenak. “Nama kamu siapa?” tanya Elina lagi.
Rio tidak langsung menjawab. Ia hanya menunduk sebentar, lalu kembali melangkah.
Dengan suara tenang, ia berkata:
“Namaku... Kane. Eh, salah... Namaku Rio Akagami.”
Elina terpaku. Ia menatap punggung Rio yang menjauh, topeng hitam kembali menutupi wajah anak itu, tapi sosoknya tak akan bisa ia lupakan.
Dengan semangat yang tiba-tiba muncul, Elina berteriak:
“KALAU KITA UDAH UMUR 15… TEMUILAH AKU DI AKADEMI VELTRANA!!”
Rio tak menoleh. Ia hanya melambaikan satu tangan ke belakang, dan terus berjalan.
Elina menatap langit, memeluk dadanya yang berdebar.
“Cowok yang kusuka…” bisiknya dalam hati.
Sementara itu, Rio melangkah menyusuri jalan kota yang mulai disinari cahaya senja. Namun di balik ketenangannya…
Seseorang membuntutinya dari jauh.
Seorang petualang yang sebelumnya menolak membantu ayah Elina, kini mengintai dari balik semak dan bayang-bayang hutan.
Rio, yang berjalan perlahan di hutan, tiba-tiba berhenti. Angin yang bertiup kini terasa dingin… menusuk.
"Aku tahu kamu di belakangku," ucap Rio datar, tanpa menoleh.
Sunyi.
Kemudian ia menambahkan, “Keluarlah.”
Petualang itu muncul dari balik pohon dengan tangan terangkat, wajahnya santai tapi penuh niat tersembunyi.
“Wah, kamu peka juga ya... bisa sadar aku ngikutin,” katanya.
Rio hanya menatapnya dingin.
“Kenapa kamu mengikutiku?” tanyanya tanpa basa-basi.
Petualang itu menyilangkan tangan, lalu berkata dengan nada curiga:
“Karena aku nggak percaya. Mana mungkin bocah kayak kamu bisa ngalahin lima bandit sendirian? Jangan-jangan... kamu penculiknya!”
Rio tak menunjukkan reaksi apa pun.
“Kalau begitu... kenapa tidak kau sendiri yang menyelamatkannya tadi?” balasnya dingin.
Petualang itu terdiam. Tak bisa menjawab.
Rio berjalan melewatinya.
“Jangan ikuti aku lagi… atau lain kali, aku anggap kau musuh.”
Aura dingin langsung menyelimuti tubuh Rio, membuat si petualang menelan ludah.
“T-Tunggu dulu… bocah ini... siapa sebenarnya…” gumamnya.
Namun tiba-tiba, petualang itu mencabut belatinya dan berteriak penuh emosi.
“DASAR BOCAH!! MATI AJA KAU!!”
Rio, yang hampir kehabisan mana setelah bertarung dan terlalu lama menggunakan Eyes of Light, tak sempat menghindar.
Crasshh!!
Belati itu menancap dari belakang, menembus tubuh kecil Rio.
“Ughh....!”
Darah menyembur dari mulutnya. Tubuhnya goyah.
Kaki Rio lemas. Napasnya berat.
“...Sial... terlalu ceroboh,” gumamnya dalam hati.
Wajahnya tetap tenang. Mata tajamnya menatap kosong ke tanah.
“Kau… menyerang dari belakang. Seperti pengecut,” ucap Rio pelan, dingin.
Petualang itu terdiam. Tangannya gemetar… ada rasa bersalah yang muncul tiba-tiba.
Rio terjatuh ke tanah. Topengnya terguling… darah menggenang.
Namun Rio belum mati.
Dalam hati, ada suara kecil yang berkata:
“Aku… belum selesai di dunia ini…”
Tiba-tiba… muncul seseorang dari balik pepohonan.
Seorang pemuda bertopeng, berdiri diam seperti bayangan. Auranya tajam, mengiris udara malam.
“Hey, kau… kenapa kau membunuh anak itu?” tanyanya dingin.
Petualang itu kaget.
“Siapa lo!?”
Pemuda itu melangkah pelan, nyaris tanpa suara, lalu berhenti di bawah cahaya bulan.
“Karena kau membunuh anak itu… aku akan membunuhmu juga.”
Ia menarik sesuatu dari balik jubahnya—benang hitam yang nyaris tak terlihat.
“Namaku… Nero Alzeth. Murid dari Akagami Zero.”
Petualang itu membelalak.
“SIAL… Ternyata KAU!!!”
Namun sebelum bisa bereaksi…
Shuuuttt!
Benang melesat tajam seperti cambuk maut.
Tubuh petualang itu terpotong. Tanpa sempat menjerit.
Darah membasahi tanah. Tubuhnya jatuh… membeku dalam diam.
Nero mendekati tubuh Rio yang terkapar.
Ia melihat wajah bocah itu, tubuh kecil yang hampir kehilangan nyawanya.
“Jadi… ini dia, Rio Akagami.”
Dengan tenang, Nero meletakkan telapak tangannya di dada Rio. Cahaya lembut muncul dari tangannya.
Skill: Light Pulse Heal.
Luka di tubuh Rio perlahan tertutup. Nafasnya kembali mengalir.
“Kau lebih tangguh dari yang kelihatan…” bisik Nero.
Tanpa berkata banyak, Nero mengangkat tubuh Rio. Langkahnya mantap menyusuri hutan, membawa bocah itu kembali ke kota.
Angin senja meniup dedaunan…
Dan di lengannya, Rio tertidur lemah, tak menyadari bahwa nyawanya baru saja diselamatkan…
…oleh seseorang yang suatu hari nanti...
akan menjadi rival terbesarnya.
lanjut