Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.
Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.
Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…
Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?
Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 : Pertemuan sebagai CEO
Langit masih redup lantaran belum ada tanda-tanda waktu matahari akan muncul, suasana dingin cukup terasa akibat kabut pagi yang masih menyelimuti bumi. Namun, ditengah sepinya lintasan, seorang gadis dengan jaket hitam berukuran besar menelan tubuh kecilnya yang sedang berjalan di tepi jembatan. Mengabaikan dunia luar, ia hanya fokus berjalan dengan sesekali menatap pada air sungai yang mengalir deras.
Udara pagi setidaknya memberikan sedikit kesejukan bagi indra penciumnya, suasana yang damai tanpa adanya suara bising dari kendaraan. Seraya menyaksikan lingkaran matahari yang perlahan menampakkan diri sepenuhnya, Liliana dengan wajah dasarnya yang sudah sangat cantik.
Genetik dari sang ayah lebih dominan hingga menghadirkan kulit seputih susu, dan bersih tanpa sedikitpun luka. Wajah mungilnya yang tepat, hidung yang mancung dengan tajam, mata yang membentuk dan bibir ranum miliknya. Jangan lupakan satu gingsul yang menambah kesan lucu saat ia tersenyum.
Begitu pun proporsi tubuhnya yang ideal, siapapun tidak akan melewatkan kecantikan Liliana.
"Kak, permisi kakak istrinya Lucien ya? Cantik banget demi apapun!"
Liliana sedikit terkejut dengan kemunculan seorang gadis berhijab yang menghadang jalannya, "Mohon maaf mungkin kakaknya salah orang ya."
"Enggak kak, tuh kan sama—" ucap perempuan tersebut sambil menunjukkan foto Liliana saat menikah dengan Lucien. "Boleh minta foto kak?"
Perempuan itu menatapnya penuh antusias, "Kakak viral banget di Twitter, tapi ternyata lebih cantik aslinya!"
Liliana memeluk singkat perempuan itu kemudian berucap, "Maaf ya saya lagi buru-buru, mungkin bisa bertemu lain waktu."
Dengan langkah cepat ia pergi, sembari menoleh ke jalanan untuk memberhentikan taksi. Liliana harus segera pergi, tidak karena didasari oleh perasaan yang membuatnya merasa terkenal seperti layaknya artis. Ia hanya mencengah kemungkinan yang bisa terjadi meskipun sekedar berfoto.
Waktu sudah semakin pagi, jalanan mulai dipadati oleh orang orang dengan aktivitasnya. Sinar matahari pun mulai berani tampil dengan teriknya, ia berharap tidak membuat Lucien harus menunggunya.
Getaran ponselnya membuat Liliana tergesa untuk mengecek, Lucien memanggilnya.
"Halo?"
"Dimana?" Suara Lucien yang tenang dan dingin itu mengalun ditelinga Liliana.
Jari jemarinya saling bertaut, dengan suara pelan ia menjawab, "Masih perjalanan ke apartemen."
"Jam 8 kita berangkat ke Aehara corp, ukur waktunya."
Panggilan ditutup secara sepihak, kalimat terakhir terdengar seolah ada kemarahan didalam, nada suara datar dan dingin.
Selama diperjalanan hingga sampainya Liliana di halaman gedung apartemen tersebut, ia bergegas pergi ke lantai 9 tempat apartemen Lucien berada. Dengan napas yang tidak beraturan akhirnya ia tiba didepan pintu logam, lalu memasukkan beberapa pin.
"Selamat pagi," suara Liliana menyebar diseluruh ruangan saat ia perlahan masuk. Berharap ada suara yang membalas, nyatanya tidak.
Lucien duduk disofa dengan wajah datarnya, ia sudah rapi dengan celana hitam dan kemeja putih yang melekat ditubuhnya, sedikit memperlihatkan dada bidangnya. "Segera bersiaplah, dan itu untuk kebutuhan. Jika mau."
Matanya menunjuk pada dua buku yang tertumpuk diatas meja. Liliana hanya mengangguk kemudian pergi menuju kamarnya.
Tidak lama setelah bersiap, gadis itu muncul dengan setelan formal. Ia mengenakan blazer hitam berpadu dasi biru tua, dipadankan dengan celana high-waist sebagai bawahan. Rambutnya ditata simpel dalam bentuk ponytail, dipoles makeup sederhana, dan melangkah dengan heels hitam yang serasi.
Liliana dengan berani mengambil dua buku dihadapan Lucien, keduanya saling menatap dalam beberapa detik. Sebelum Lucien bangkit, lalu menyerahkan jas beserta dasinya pada Liliana, sudah terlihat jelas jika ia ingin gadis itu memakaikan untuknya.
Dengan tersenyum, yang terpaksa. Gadis itu meletakkan kembali bukunya untuk mengambil jas.
Liliana melangkah ke belakang Lucien, membuka lebar jas tersebut guna memudahkan Lucien untuk memasukkan tangannya. Usai itu, ia beralih ke hadapan Lucien, membentangkan dasi untuk meminimalisir kecacatan disana. Dengan posisi tinggi badan Liliana yang hanya sampai bawah dagu Lucien, meskipun telah memakai heels lima centimeter. Ia harus sedikit mendongak untuk menempatkan dasi dileher, menerapkan simpul dasi yang cukup mudah.
Gadis itu ingin melangkah mundur. Namun, lengan Lucien secara mendadak melingkar dibagian pinggang dan memberikan sedikit dorongan hingga tubuh keduanya saling menempel.
Pria itu berbisik, "Perhatikan setiap kalimat dan langkah anda maupun orang lain, anda bukan sekedar Liliana Montclaire seperti biasanya."
Lucien melepaskan lengannya, lalu berjalan meninggalkan Liliana yang masih terkejut mendapati perlakuan Lucien. Rautnya berubah menjadi kesal, "Ngomong gitu doang pake narik-narik, dih! Dasar orang tua!"
Lucien telah menghilang dari apartemen hingga gadis itu berani menggerutu disepanjang jalan.
...~• suddenly become a bride •~...
Derap langkah yang dihasilkan oleh pertemuan antara ujung heels dengan lantai itu seketika mengambil seluruh atensi dari semua karyawan yang sedang fokus di meja kerja masing-masing. Ruangan itu mendadak hening. Hanya terdengar suara langkahnya yang bergema dan denting halus keyboard yang terpaksa terhenti.
Sosok perempuan berjalan dengan anggun, mengibarkan aura ketegasan seorang wanita. Bersama sekretaris dan juga asistennya, perempuan itu berdiri tegap didepan semua karyawan, tatapannya begitu tenang seolah sudah sangat siap menghadapi medan perang.
Berdiri tegap dihadapan seluruh karyawan, sorot mata yang terlihat tegas dengan ketenangan wajahnya, kendati demikian hatinya mulai berdetak semakin lama semakin kuat.
Liliana tersenyum tipis, helaan napas halus keluar dari bibir cantiknya, sebelum kemudian ia memulai perkenalan diri.
"Selamat pagi semuanya, disini saya Liliana Montclaire, akan menjadi CEO dari Aehara corp."
Liliana terdiam sejenak sambil tersenyum tipis, perasaan gugupnya tidak mudah hilang begitu saja. Apalagi ia harus memimpin dihadapan banyak orang yang menaruh harapan besar pada dirinya. Namun, dia Liliana Montclaire.
“Sebagian dari kalian mungkin menyambut saya dengan harapan. Sebagian lagi, mungkin dengan keraguan. Keduanya saya terima dengan kepala tegak.”
“Aehara Corp bukan sekadar perusahaan warisan. Saya datang untuk mengguncang, mempercepat, dan memperbaiki."
Ia menyapu ruangan dengan tatapan tajam namun terkendali.
“Mari siap tumbuh, siap bekerja dengan standar baru, dan siap berjuang untuk sesuatu yang lebih besar daripada sekadar gaji bulanan—kalian akan menemukan saya ada di barisan depan, bersama kalian.”
“Nama saya Liliana Montclaire. Dan mulai hari ini, kita mulai dari awal.”
Tepuk tangan mulai bermunculan satu persatu, Liliana membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai penghormatan untuk dirinya dan juga para karyawan.
Usai perkenalan singkat tersebut, Liliana membalikkan tubuhnya. Ia melangkah pergi menuju ruangan yang akan menjadi tempat sehari-harinya nanti.
Disisi lain, seorang pria tengah berada diperjalanan sambil memandangi tablet yang menampilkan cctv diarea Aehara corp, tepatnya saat Liliana melakukan pidato singkatnya.
"Cukup terampil," gumam Lucien.
Lucien menutup tabletnya, ia beralih menatap Grack, "Apa sekretaris itu sudah kamu beri tahu Grack? Mungkin beberapa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang CEO."
Grack mengangguk, "Sudah tuan. Saya rasa—nona Montclaire pun bisa cepat beradaptasi."