Kevin Darmawan pria berusia 32 tahun, ia seorang pengusaha muda yang sangat sukses di ibukota. Kevin sangat berwibawa dan dingin ,namun sikapnya tersebut membuat para wanita cantik sangat terpesona dengan kegagahan dan ketampanannya. Banyak wanita yang mendekatinya namun tidak sekalipun Kevin mau menggubris mereka.
Suatu hari Kevin terpaksa kembali ke kampung halamannya karena mendapat kabar jika kakeknya sedang sakit. Dengan setengah hati, Kevin Darmawan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, Desa Melati, sebuah tempat kecil yang penuh kenangan masa kecilnya. Sudah hampir sepuluh tahun ia meninggalkan desa itu, fokus mengejar karier dan membangun bisnisnya hingga menjadi salah satu pengusaha muda yang diperhitungkan di ibukota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bantuan Kevin
Setelah pertemuannya dengan Dimas,Kevin bergegas kembali ke kotanya. Namun sebelum ia pergi,Kevin menyempatkan diri untuk singgah ke toko bunga di mana Alya berada. Bane semakin penasaran akan sikap majikannya tersebut. Tak seperti biasanya Kevin bersikap seperti ini.
Kevin yang sekarang berbeda dengan Kevin yang ia kenal dulu,sikap dingin,acuh dan kakunya hilang begitu saja. Bane menyadari satu hal, bahwa Kevin,sang majikan sedang jatuh cinta.
Mobil berhenti tepat di depan toko bunga itu,Kevin segera keluar dari mobilnya, toko itu tampak ramai tak seperti biasanya. Kevin menatap Bane, dengan sekali anggukkan, Kevin sadar,Bane sudah melakukan apa yang ia tugaskan.
Kevin berjalan masuk mencari sosok Alya di sana. Seketika pandangan Kevin berhenti pada sosok gadis itu. Alya tampak menggemaskan ketika setangkai bunga terselip di rambutnya.
Alya sedang sibuk melayani pelanggan, tak menyadari kehadiran Kevin yang berdiri di sudut ruangan.Tangan mungilnya lincah memilihkan bunga, sesekali tersenyum ramah, membuat aura hangat terpancar di sekelilingnya.
Namun justru itu yang membuat dada Kevin terasa semakin sesak. Ia melihat sosok Alya begitu sederhana, namun entah kenapa dunia di sekitarnya terasa lebih hidup.
Kevin melangkah perlahan, mendekat, tapi masih menjaga jarak.Ia tak ingin mengejutkan Alya atau lebih tepatnya, ia tak tahu bagaimana harus menyapa setelah semua waktu dan luka yang disebabkan olehnya.
Saat itu, Alya tengah membungkuk mengambil pita dari rak bawah. Tanpa sengaja, bunga kecil yang terselip di rambutnya jatuh ke lantai. Refleks, Kevin membungkuk mengambil bunga itu lebih dulu.
Saat Alya berdiri kembali, ia terkejut mendapati seorang pria berdiri begitu dekat dengannya, memegang bunga kecil itu di tangan.Mata mereka bertemu. Alya membeku. Seperti ada dentuman halus di dadanya.Mata tajam itu...menyiratkan kebencian yang mendalam.
Semuanya terasa begitu familiar, begitu menyakitkan. Kevin tersenyum tipis yang hampir tak terlihat, namun cukup untuk membuat napas Alya tercekat.
"Alya," ucap Kevin pelan, suaranya serak menahan emosi.
Alya masih terpaku. Ia tak tahu harus berkata apa.
Bunga kecil di tangan Kevin seolah menjadi saksi bisu betapa kacaunya perasaannya saat itu.Kevin mengulurkan bunga itu ke arah Alya.
"Bunga ini... sepertinya jatuh darimu," katanya lembut.
Tangan Alya gemetar saat ia mengambil bunga itu. Kulit mereka hampir bersentuhan, dan hanya dalam sekejap itu, Alya merasa sesak melihat pria itu kini ada dihadapannya.
"Apa yang Anda lakukan di sini?" akhirnya Alya bertanya, suaranya bergetar meski ia berusaha terdengar tegar.
Kevin menatapnya lama, seolah mencari jawaban yang paling tepat, paling jujur, namun paling tidak menakutkan.
"Aku...hanya mampir" Kevin menarik napas berat.
Jawaban itu terdengar sangat payah, bahkan di telinganya sendiri. Alya mengernyit, menatap Kevin dengan campuran rasa curiga, marah, dan getir.
Alya tak menanggapi lagi. Sementara Kevin menunduk sesaat, tak mampu berkata lagi. Saat suasana mulai terasa canggung, Andy memanggil Alya dari meja kasir.
"Alya! Butuh bantuan di sini!"
Alya menoleh cepat, menjadikan panggilan itu sebagai alasan untuk menghindari Kevin.
"Permisi, saya harus kerja," katanya datar.
Lalu tanpa menunggu respon, ia melangkah pergi, meninggalkan Kevin berdiri di sana dengan hati yang terasa lebih kosong dari sebelumnya. Bane yang memperhatikan dari luar toko hanya bisa menghela napas.
"Sepertinya... ini akan lebih rumit dari yang kita kira, Tuan," gumamnya pelan.
Kevin meremas jemarinya yang kosong tempat bunga kecil itu sempat ia genggam.
"Alya...maafkan aku." bisiknya.
Pengunjung semakin banyak membuat Alya dan Andy kewalahan. Kevin yang berada di sana pun tak tinggal diam. Ia berjalan mendekati Andy hingga membuat Andy keheranan.
"Anda?."
Kevin tersenyum tipis,lalu ia menawarkan bantuan untuk membantu melayani para pelanggan yang tak terkendali.Andy sempat tertegun beberapa detik.
Seorang pria asing ,yang dari penampilannya jelas bukan tipe orang biasa menawarkan bantuan di toko bunga kecil mereka. Sungguh aneh.
Tapi melihat antrian yang makin panjang dan Alya yang sudah kewalahan, Andy mengesampingkan keheranannya.
"Kalau Anda benar-benar mau membantu... tolong layani pelanggan di bagian sana," tunjuk Andy ke rak bunga segar yang mulai berantakan.
Kevin mengangguk singkat, tanpa banyak bicara langsung bergerak. Gerakannya tenang namun cekatan. Dalam hitungan menit, Kevin dengan rapi mengatur ulang bunga-bunga itu, membantu pelanggan memilihkan buket, bahkan mengikatkan pita dengan sangat rapi.
Karisma dingin yang biasanya membuat orang menjauh, kini entah bagaimana justru membuat pelanggan terpesona. Sementara itu, Alya melirik sekilas ke arah Kevin, tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Hatinya bergemuruh. Ada sesuatu yang begitu asing dan akrab sekaligus menyesakkan saat melihat pria itu berdiri di sana, bekerja di antara bunga-bunga untuk membantunya.
"'Kenapa dia melakukan ini?"batin Alya.
Alya menggigit bibirnya, mencoba kembali fokus pada pekerjaannya, tapi pikirannya berantakan. Andy, yang melihat kinerja Kevin, mendekatkan dirinya sambil tertawa kecil.
"Sepertinya Anda sudah terbiasa dengan hal seperti ini ya?" goda Andy.
Kevin tersenyum tipis.
"Memilih bunga... mungkin tidak, tapi aku hanya berusaha," balasnya kalem, sesekali melirik ke arah Alya.
Andy mengangkat alis, sedikit bingung dengan jawaban itu, tapi ia memilih tidak bertanya lebih jauh. Tak lama, antrian mulai reda. Pelanggan satu per satu pergi, membawa buket-buket cantik di tangan. Alya dan Andy akhirnya bisa sedikit bernafas lega.
"Terima kasih banyak.. Tuan?" tanya Andy sambil mengulurkan tangan, berharap tahu nama pria ini.
Kevin menatap tangan itu sebentar sebelum akhirnya menjabat perlahan.
"Kevin," jawabnya pendek.
"Andy. Senang kenal Anda, Kevin." sahut Andy tersenyum lebar.
Kevin hanya mengangguk kecil. Saat itu, Alya sudah berusaha mengumpulkan keberaniannya. Ia mendekat, berdiri agak kaku di depan Kevin.
"Terima kasih... atas bantuan Anda hari ini," katanya formal, menjaga jarak.
Kevin menatapnya dalam-dalam, sorot matanya penuh sesuatu yang tak terucapkan.
"Aku yang harus berterima kasih... karena membiarkanku tetap di sini," balas Kevin lirih.
Sekali lagi, Alya merasa jantungnya mencelos.
Ia segera menunduk, menyembunyikan apa yang ada di pikirannya.
"Alya! Ada kiriman baru di belakang!" seru Andy, menyelamatkan suasana.
Alya langsung bergerak pergi tanpa menoleh lagi.
Meninggalkan Kevin yang masih berdiri di sana, menatap punggungnya yang menjauh. Bane, yang mengamati semua itu dari luar, menggeleng-gelengkan kepala sambil bersandar di mobil.
"Tuan, Anda sudah jatuh terlalu dalam," gumamnya.
**
Sore itu, setelah semuanya selesai, Kevin berdiri di depan pintu toko, bersiap pergi. Namun sebelum benar-benar pergi, ia sempat menoleh sekali lagi ke arah Alya yang masih sibuk di sudut ruangan.
''Aku akan kembali,'' janjinya dalam hati.
Dan tanpa banyak kata, Kevin melangkah pergi.
Meninggalkan jejak penyesalan yang tak bisa ia bawa kembali.
Di tengah perjalanan pulang suasana sedikit lebih ringan. Ada kerut wajah yang hilang dari wajah tampan Kevin. Bane yang sedari tadi memperhatikannya itupun ikut merasakan kebahagian majikannya itu.
"Bane.." seketika Kevin mengejutkannya.
"Iya Tuan."
"Mulai besok,kau harus memberitahu informasi tentang Alya,setiap gerak geriknya...apapun itu kau harus melaporkan padaku."
Bane menoleh, sempat terdiam mendengar perintah Kevin yang tiba-tiba itu. Ada keraguan yang singkat melintas di matanya, namun melihat keseriusan di wajah Kevin, ia segera mengangguk patuh.
"Baik, Tuan. Saya akan mengaturnya," jawab Bane tegas.
Kevin menatap lurus ke depan, matanya redup tapi penuh tekad.
"Aku tidak akan membiarkan kesalahan terjadi lagi...," gumamnya, entah ditujukan untuk Bane atau dirinya sendiri.
Sepanjang perjalanan, Bane diam-diam mencuri pandang ke arah Kevin. Pria itu terlihat jauh lebih hidup dibandingkan biasanya, meskipun sorot sedih belum sepenuhnya pergi dari matanya.
Bane tahu, cinta memang bisa melembutkan orang sekeras batu sekalipun.
Cinta datang tanpa qta sadari,, dia tumbuh d dlm hati dlm kelembutan dan kasih sayang...,, bila kau memaksanya utk tumbuh dan d sertai dgn ancaman atwpun kebohongan ,, cinta itu akan berbalik menjauhimu.... Jangan lakukan sesuatu yang akan semakin membuatmu menyesal lebih dalam lagi tuan Kevin.
Tapi,, ga ap2 sih biarlah semua mengalir apa adanya,, biar waktu yg akan mengajarkan kedewasaan,, kebijaksanaan dan kesabaran serta keikhlasan utk Alya dan tuan Kevin. Karna aq yakin...,, mau kemana pun kaki melangkah,, dia tetap tau dimana rumahnya,, kemana pun hati akan berselancar,, dia akan tetap tau dimana rumah utk kembali.
Trus,, pelan2 dekati alyanya...,, jangan maksa2....,, ntar Alya kabur lagi.
Tapi,, Alya jangan mau d ajak pulang sama tuan Kevin yaaa,, Krn masih ad si ular Soraya d rumah.