NovelToon NovelToon
Benci Jadi Cinta

Benci Jadi Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi rani

Artha anak kaya dan ketua geng motor yang dikagumi banyak wanita disekolahan elitnya. Tidak disangka karna kesalahpahaman membuatnya menikah secara tiba-tiba dengan gadis yang jauh dri tipikal idamannya. Namun semakin lama bersama Artha menemukan sisi yang sangat dikagumi nya dari wanita tersebut.

mau tau kelanjutannya....??
pantau trus episodenya✨✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 12

Awalnya Artha hendak mengajak Naira langsung ke rumah sakit untuk menjenguk Maya. Namun, melihat kondisi Naira yang berantakan membuatnya urung melakukan sehingga harus menyusun rencana baru. Pulang ke rumah Naira adalah tujuan awal sebelum akhirnya lelaki itu

mengajak Naira membeli seragam baru.

"Lo mandi dulu sana!" kata Artha memerintah

Naira saat keduanya baru masuk ke rumah.

Artha memilih duduk di lantai sembari menjulurkan kedua kaki ke depan. Punggung disandarkan pada dinding yang bercat biru muda, hanya sekadar menghilangkan rasa capek sepulang sekolah.

Naira tak menjawab perkataan Artha. Gadis itu hanya diam sejak tadi, tetapi tak berniat membantah. Bagaimanapun hari ini Artha sudah membantunya, dan dia berhutang budi pada lelaki

itu.

Semua pakaian yang melekat pada tubuh Naira ditanggalkan begitu saja pada lantai. Dia hendak mencucinya setelah mandi. Bukan hanya seragam sekolahnya, tetapi juga taplak meja guru serta jaket

ArArtha yang ikut basah karena digunakan menutupi tubuhnya yang basah kuyup.

Butuh waktu cukup lama sampai semua noda yang melekat pada rambutnya hilang setelah dicuci dengan sampo dan dibilas menggunakan air mengalir lumayan banyak. Naira keluar mengenakan pakaian lengkap serta handuk yang dililit pada rambut. Tentu dia sudah menyiapkan segalanya sebelum masuk ke kamar mandi karena ada Artha di rumahnya.

Ketika hendak masuk ke kamar untuk mengambil detergen, Naira melihat Artha memejamkan mata dengan tubuh bersandar di dinding. Gadis itu berjongkok di depan Artha, mengamati setiap jengkal wajah yang tampak lelah di depannya. Teringat kejadian beberapa jam lalu yang mana Artha membantunya keluar dari kelas, menutupi tubuhnya yang basah kuyup menggunakan jaket dan taplak meja, bibirnya mengulum senyum.

Naira tak menyangka jika cowok yang selama ini menyebalkan nyatanya bisa berbuat semanis itu. Sampai detik ini dia juga belum mengerti siapa yang sudah mengerjainya setega itu. Apakah Thalita, atau teman-temannya yang lain? Pasalnya tidak hanya seorang yang acap kali mencari gara-gara dengannya. Andai saat itu tiada Artha, dia bingung bagaimana harus pulang dalam kondisi mengenaskan seperti itu.

"Ngapain lo senyum-senyum sambil ngeliatin gue?" tanya Artha yang seketika mengerutkan bibir Naira. Padahal lelaki itu sejak tadi hanya memejamkan mata, tetapi malah menangkap basah Naira sedang memandanginya.

"Lo naksir sama gue?" imbuhnya lagi penuh percaya diri. Detik itu juga mata yang sejak tadi memejam terbuka, menatap penuh ke arah Naira yang tengah mengunakan lututnya sebagai tumpuan.

"Ish, enggak. Siapa yang senyum-senyum." Kemudian Naira bangkit dari posisinya. Dia hendak mencuci pakaian yang tadi ditinggalkan begitu saja di kamar mandi. Mungkin kalau seragam tidak perlu besok harus kering karena sudah waktunya mengunakan seragam lain. Namun, bagaimana dengan taplak guru yang tadi diambil Artha untuk menutupi tubuhnya?

Sebelum Naira sempat beranjak, Artha malah menarik tangannya sehingga tubuh Naira kembali terjatuh dan duduk tepat di depan Artha.

"Buruan! Gue mau ke suatu tempat."

Naira mengerutkan kening. Jika Artha mau ke suatu tempat, lalu apa hubungannya dengan

dirinya?

"Maksud lo?"

"Gue mau bawa Io sekalian."

"Eh, apa? Emang gue barang pake dibawa bawa?" celetuk Naira menanggapi perkataan Artha.

"Gue enggak bisa ninggalin lo di sini sendirian. Lo tahu sendiri Mama ngasih ultimatum buat selalu

jagain lo!"

Saat itu juga Naira sadar. Artha selalu bersamanya itu ada sang mertua yang ikut andil di dalamnya. Artha memang bandel, tetapi dia adalah anak penurut dan tidak mau mengecewakan mamanya.

"Gue baik-baik saja kalau di rumah. Lo nggak usah cemas. Gue enggak akan ke mana-mana. Lo bisa tenang jika ada perlu ke luar." Naira memberi

pengertian.

Artha mengembuskan napas, bangkit dari posisi duduk lalu menarik tangan Naira sehingga gadis itu turut beranjak dari duduknya. Tanpa berkata apaapa lagi, Artha menggiring Naira untuk masuk ke kamar, mendudukkan gadis itu pada ranjang.

Naira mendadak memiliki perasaan waswas. Apalagi dia sangat tahu jika Artha adalah cowok mesum. Apa yang diinginkan lelaki itu dengan

membawanya ke kamar?

"Lo mau ngapain, Ta? Jangan macam-macam deh lo! Gue bisa teriak kalau lo macam-macam," kata

Naira ketika Artha menutup pintu kamarnya.

Tubuh jangkung berbalik menghadap Naira,

tersenyum mencurigakan. Langkahnya sedikit lebar sampai berhenti tepat di depan tubuh Naira yang masih duduk dengan kedua kaki menjuntai pada lantai.

"Gue mau apa? Bukankah gue suami lo! Lihat lo

keramas gini, gue jadi pengen nuntut hak gue."

Mata Naira langsung membulat penuh. Kedua tangan menyilang seakan-akan itu adalah tameng utama untuk menghalau pandangan Artha pada

tubuhnya.

"Hak apa?" Naira menatap Artha dengan pandangan horor.

"Jangan macem-macem, deh, Ta! Bercanda lo nggak lucu!" Dia memperingatkan.

Artha membungkukkan badan, membuat Naira mencondongkan tubuh ke belakang dengan kedua tangan yang tadinya menyilang, berangsur turun

digunakan untuk menopang tubuh.

"Siapa yang bercanda? Lo sebenarnya juga suka kan sama gue? Ngaku aja deh, Nai. Enggak usah

jaim."

Naira mendelan ludah. Tatapan tajam Artha seakan sedang ingin melahapnya hidup-hidup.

"Jangan nakut-nakutin gue lo!"

Saat tangan Artha terulur ke depan, nyaris menyentuh wajah Naira, gadis itu memejamkan mata. Jantungnya berdebar tak keruan, begitupun dengan tangan yang digunakan menopang tubuhnya di belakang, mendadak gemetar. Namun, apa yang Artha lakukan tidak seperti yang Naira bayangkan. Lelaki itu hanya mengambil handuk yang melilit rambut Naira, melepaskannya.

Senyum Artha mengembang, berhasil mengerjai Naomi. Merasa tidak terjadi apa-apa, mata Naira membuka dan langsung dihadapkan pada senyuman mengejek Artha.

"Otak lo mesum banget, ya, Nai." Artha berkata sambil terkekeh. Tangannya sibuk mengusap-usap kepala Naomi, membantu gadis itu mengeringkan rambut menggunakan handuk.

"Lo ngebayangin apa?"

Naira melotot kesal. Tangan yang sejak tadi digunakan menopang tubuh, beralih memukul dada Artha.

"Lo nyebelin banget, sih!"

"Buruan! Gue mau ngajak lo beli seragam. Buang aja seragam yang tadi," kata Artha sembari

menatap lekat wajah Naira.

Bulu mata Naira mengerjap ringan. Ditatap seperti itu membuat dirinya salah tingkah. Apalagi perkataan Artha yang mengatakan akan membelikannya seragam baru. Itu membuat Naira

terharu.

"Tapi ...." Naira merasa tidak enak. Dia tak

terbiasa menerima pemberian orang lain.

"Gue tunggu di depan." Artha meletakkan handuk

pada pangkuan Naira, mengacak-acak rambut

gadis itu sebelum melangkah pergi.

"Ta!" panggil Naira ketika Artha berada di ambang pintu.

Artha menghentikan langkah, menoleh ke belakang.

"Heeem!"

"Makasih. Makasih udah ngebantu gue. Gue enggak tahu cara ngebalesnya!"

Artha hanya tersenyum, lalu berlalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Melihat punggung Artha sudah pergi, Naira menunduk. Tangannya meremas handuk yang berada dalam pangkuan, lalu mengulum senyum.

****

Sebuah pusat perbelanjaan menjadi tempat pertama yang mereka kunjungi. Naira mencoba beberapa seragam sekolah yang ditunjukkan oleh pelayan toko. Sementara Artha memilih untuk

melihat-lihat koleksi pakaian yang dijual di toko itu.

Saat tangan besar Artha menyentuh pakaian yang dianggap menarik perhatian, seseorang yang berada di sampingnya tiba-tiba memukul pelan bahunya.

"Artha?"

Sontak pandangan yang awalnya tertuju pada gantungan baju beralih pada sosok yang menyapanya.

"Kak Mesa!" ucap Artha yang terkejut dengan

perempuan yang tiba-tiba berada di sampingnya.

"Hai, lama tak bertemu. Lo terlihat makin dewasa."

Artha menggaruk kepalanya yang mendadak gatal tanpa sebab. Dia menjadi salah tingkah. Mesa adalah kakak kelasnya dulu. Kakak kelas yang sudah lulus satu tahun lalu ketika dirinya masih berada di kelas sepuluh.

Gadis cantik bertubuh mungil dengan hidung mancung itu menarik perhatian Artha saat keduanya pertama kali bertemu di kantin sekolah. Mesa merupakan cinta pertama Artha yang berlum pernah tersampaikan. Bagaimana lagi. Saat mereka sempat dekat, Mesa sudah ada yang punya. Apalagi gadis itu hanya menganggap Artha seperti adik sendiri.

"Kakak sama siapa?" tanya Artha kemudian,

mengusir rasa canggung yang tiba-tiba melanda.

"Ada sama temen-temen. Lo sendiri?" Belum sempat bibir Artha menjawab, Naira berteriak ke arahnya.

"Ta, gue udah selesai!"

Kedua pasang mata menatap ke arah Naira. Gadis itu berjalan mendekati Artha. Tanpa memedulikan jika Artha sedang berbincang dengan seorang wanita, dia menarik tangan Artha.

"Gue nggak bawa duit. Lo yang bayar, kan?" tanya Naira yang mendadak cemas. Bukankah yang memberi ide membeli seragam baru itu Artha, jadi pasti Artha yang harusnya membayarnya.

Artha meringis, merasa tidak enak dengan Mesa.

"Dia siapa, Ta?"

Dia...." Perkataan Artha menggantung, bingung harus menjawab apa. Sementara Naira baru menyadari jika sejak tadi ada seorang gadis cantik yang mengenakan pakaian minim bahan sedang berbincang dengan Artha.

" ... sepupu. Anak saudara Mama."

Detik itu juga Naira menatap Artha dengan tatapan penuh tanya. Namun, tanpa dijelaskan pun Naira menyadari jika ada sesuatu antara gadis di depannya dengan Artha. Sesaat ada rasa kecewa ketika Artha memperkenalkannya sebagai sepupu. Tapi sejurus kemudian, Naira berusaha tersenyum ramah seraya mengangguk.

"Naira!" katanya sembari mengulurkan tangan

kepada Mesa.

Mesa hanya menatap tangan Naira, tak lantas menyambut jabatan tangannya. Dia melihat tangan yang terulur itu, memperhatikan dengan

mengerutkan kening.

Sebagai seorang gadis dari kalangan orang kaya, jemari tangan Naira tak mencerminkan tangan orang kaya. Tiada perhiasan yang tersemat di sana.

Kuku-kukunya pun standar, tidak glowing terawat

seperti kebanyakan kuku anak gadis lain. Namun, demi menghargai Artha, Mesa akhirnya menyambut tangan Naira.

"Mesa. Artha biasa manggil gue dengan Sasa. Itu panggilan khusus dari Artha. Iya, kan, Ta?"

Naira melihat perubahan wajah Artha yang memerah. Lelaki itu hanya tersenyum tipis. Tak biasanya melihat Artha yang salah tingkah seperti itu.

"Apa Kakak pacar Artha?" Entah mengapa tibatiba Naira berani mengutarakannya. Siapa yang tidak penasaran melihat Artha yang sebelumnya selalu bersikap cuek dan coo! mendadak seperti seorang anak kecil pemalu. Mesa mengulum senyum. Tampak anggun dan berkarisma.

"Tidak. Kami hanya saling kenal di sekolah."

"Saling kenal?" tanya Naira dengan mengulang perkataan Mesa.

"Kenal dekat," jawab Mesa cepat.

"Baiklah, sepertinya kalian sedang belanja. Lanjutin aja! Gue juga lagi ngumpul sama teman-teman."

Naira mengangguk, sementara Artha hanya

diam tak menjawab.

"Oh, ya! Kebetulan entar malem ada yang ngundang gue ke acara itu. Bukannya lo ketuanya?

Apa lo bakal dateng?" Mesa bertanya dengan menatap ke arah Artha, mengabaikan Naira yang

menjawab perkataanya.

Sejenak, Artha menoleh ke arah Naira. Hanya beberapa detik, tetapi kemudian dia mengangguk.

"Tentu. Gue bakal dateng," kata Artha yakin.

"Kalau gitu kita bisa ketemu nanti malam.Sampai jumpa!"

Artha mengangguk, tak menjawab perkataan Mesa. Kini, dia menjadi kikuk berhadapan dengan Naira.

"Lo suka ya sama Kak Mesa?" tanya Naira yang langsung ke inti. Dia memang tidak suka basa-basi, apalagi jika sudah teramat penasaran.

"Entahlah! Gue juga nggak tahu. Dia udah gue anggap sebagai kakak, tapi gue juga sayang banget sama dia. Sayangnya dulu dia udah punya pacar." Artha kemudian menatap Naira.

"Lo nggak cemburu, kan?"

"Apa?" Mendapat pertanyaan seperti itu, tentu membuat wajah Naira memerah.

"Enggak lah! Memang lo siapa?"

"Gue kan suami lo. Masak lo nggak cemburu, sih?" Artha mengamati wajah Naira. Gadis itu menunduk, menyembunyikan wajah merahnya.

"Emang gue berhak apa cemburu? Bukannya lo Nggak ada perasaan apa-apa sama gue?"

Artha tersenyum, lalu menarik tangan Naira untuk segera membayar seragam yang sudah selesai dipilih oleh gadis itu.

1
Indriani Kartini
lanjut thor
karina
up lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!