"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.
"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.
"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 - Pemeriksaan
Sudah seminggu berlalu, Nadine dan Bu Minah bekerja dengan baik sebagai cleaning service. Integritas dan semangatnya bukan main. Bahkan mendapat applause dari beberapa perawat dan tim medis yang pernah menolongnya. Kini, mereka semakin akrab dengan Nadine.
Berbeda dengan segelintir perawat yang ngefans berat sama dokter Hans. Mereka sangat julid dan kesal akan kehadiran Nadine di rumah sakit ini. Beberapa berharap, supaya si buruk rupa itu, cepat pergi dan segera dipecat!
Tapi, lagi-lagi tameng dan perlindungan dari Hans, membuat semua rencana dan akal bulus para perawat yang ingin mencelakai Nadine, gagal total.
Nadine kini sedang istirahat dan mengobrol santai dengan petugas resepsionis di lantai empat. Ia mulai merasa nyaman.
"Lingkungan rumah sakit ini ternyata hangat dan kondusif juga, ya. Saya jadi betah lama-lama kerja di sini," ucapnya saat duduk sebentar di area resepsionis.
Resepsionis Lina menyodorkan kopi, "Nih, Nad, biar nggak ngantuk!" Nadine menerimanya.
"Makasih, Lin. Kamu emang baik banget!"
Lina tersenyum, "Kalau OB-nya secantik kamu, siapa sih yang nggak rela baik? Apalagi, kamu satu-satunya OB yang jadi anak emas dokter Hans. Hehehe," ledek Lina
Nadine tertawa kecil, "Aduh, bisa aja! Tapi, jangan bawa-bawa dokter Hans, dong. Rasanya jadi nggak fair nih!"
Lalu, Nadine penasaran dan menunjuk layar komputer, "Eh, Lin... itu jadwal pasien check up hari ini, ya?"
"Iya, Nad. Kenapa? Ada yang mengganggumu?"
Mata Nadine tiba-tiba membelalak saat membaca satu nama.
"Hah?! Arka Hartono?!" gumamnya keras, hingga terdengar suster lain yang lewat.
"Sstt... jangan teriak keras-keras, Nad. Emangnya, kamu kenal dengan pasien itu?” tanya Lina.
Lantai empat rumah sakit, memang diperuntukkan untuk pasien kelas A dengan kamar rawat inap mewah dan privat, berikut lengkap dengan fasilitas yang berkualitas tinggi.
Khawatir masa lalunya terbongkar, Nadine menggeleng cepat, namun wajahnya nampak pucat. Lina pun sudah membaca bahwa ada yang ditutupi oleh Nadine.
"Ng-nggak, Lin... cuma kayak pernah dengar nama itu aja!"
Lina menatap layar, "Oh... Anak dari keluarga Hartono! Dia kan emang konglomerat ternama yang perusahaannya selalu muncul di berita, Nad. Masa kamu nggak kenal, sih?"
"Hehe, maaf Lin, aku nggak punya televisi atau tontonan." ucap Nadine sekenanya.
"Kudengar, pernikahan anaknya sangat rahasia dan sederhana. Tapi, istri lamanya nggak pernah diekspos media sama sekali, Nad! Pasti terjadi sesuatu dengan istri lamanya itu, kayak di sinetron-sinetron!" ucap Lina secara terang-terangan, tanpa mengetahui bahwa Nadine adalah istri pertama Arka.
Nadine hanya tersenyum saja sambil melihat kembali layar monitor.
"Bentar, kita periksa dulu. Oh... ternyata dia pasien rutin. Check up nya dua minggu sekali." ujar Lina setelah scroll berkali-kali.
Nadine menelan ludah, "Check up apa ya?"
"Hayo... katanya nggak peduli? Dia check up ingatan. Katanya, pernah hilang ingatan dan sekarang sedang terapi rutin di rumah sakit ini," ucap Lina.
Nadine mengernyitkan dahi sekaligus merespon, "Yaampun....."
Bu Minah yang telah selesai dari pekerjaannya siang itu, langsung menghampiri Nadine beserta Lina yang nampak serius menatap layar monitor.
"Ada apa, nyonya?" tanya Bu Minah.
"Coba lihat, Bu Minah!" jawab Nadine sambil menunjuk layar dan fokus ke nama mantan suaminya.
Wajah Bu Minah membelalak setelah melihat bahwa mantan majikannya kinj sedang check up di rumah sakit itu. Apalagi di lantai yang sama.
"Kamu keren banget, Nad... kok bisa ya, OB sepertimu mendapat panggilan nyonya dari Bu Minah?" tanya Lina.
"Tanya Bu Minah nya langsung aja, Lin. Aku selalu menolak sebutan itu. Tapi, selama Bu Minah senang dan bahagia, aku tidak keberatan," ujar Nadine.
Setelah Bu Minah menjelaskan kepada Lina alasan yang sama persis saat di kediaman pakde Rusli, akhirnya Lina paham. Walaupun tidak secara keseluruhan Bu Minah ceritakan. Apalagi bagian Nadine yang merupakan mantan istri Arka dan selalu dihina oleh mertuanya sendiri.
"Aku jadi iri sama kamu, Nad." ucap Lina setelah mendengar cerita dari Bu Minah.
"Nggak usah iri sama orang yang punya wajah buruk rupa seperti ini, Lin. Kamu cantik, masih punya peluang besar dapat cowok tampan dan mapan. Aku jamin itu. Kalo aku, udah susah banget!" Nadine memberi semangat rekan kerjanya.
"Semoga ya, Nad. Tapi, kamu yang merendah gini, malah jadi bahan perbincangan seantero perawat di rumah sakit!"
"Masa sih? Aku bodo amat padahal orangnya. Nggak peduli gosip yang lagi ramai beredar. Apalagi membicarakan tentangku," jawab Nadine sekenanya.
"Asal kamu tahu aja, Nad... mayoritas perawat di sini iri plus cemburu sama kamu. Lantaran, dokter favorit mereka, justru mendekati --maaf ya-- OB dengan wajah buruk rupa seperti ini," ucap Lina, mulai membuka gosip yang sedang beredar.
"Lho kok bisa! Ngapain juga mereka cemburu sama orang yang mukanya udah rusak begini? Nggak pede apa... ama kecantikan masing-masing, HAH?!" ucap Nadine kesal.
Nadine sedikit geram dengan dua hal. Pertama, selalu saja dikaitkan dengan dokter Hans yang mengejarnya. Padahal, ia sudah sadar diri dengan penampilannya saat ini. Ia pun tidak pernah mengharapkan dokter Hans, apalagi memilikinya.
Walaupun Hans merupakan tipikal cowok paling ideal, tapi, menurut hati kecil Nadine, belum ada kesesuaian. Seolah sikap dan kepribadian Hans berada dalam frekuensi yang berbeda dari keinginannya.
Kedua, lagi-lagi menyoal fisik. Dengan penampilannya saat ini, semakin Nadine disanjung karena didekati dokter Hans, dan mungkin dokter lain, justru dirinya semakin tertekan.
Nadine tidak percaya diri, jika harus mendapat perhatian besar, apalagi dari beberapa cowok tampan. Khawatir, cowok itu kelak dapat banyak hujatan atau hinaan karena mendekatinya.
"Yaaa... nggak tahu, Nad! Mungkin pemicunya karena kamu sering dikejar dokter Hans. Terkait penampilanmu, aku yakin dulunya kamu sangat cantik. Benar kan, Bu Minah?" tanya Lina pada Bu Minah yang masih terkejut dan menatap layar monitor.
"E... I-iyaa, dek Lina. Nyonya Nadine dulunya sangat cantik sekali." jawabnya gelagapan, masih fokus menatap layar.
"Kenapa sih, kalian berdua sangat terkesima dengan pasien bernama Arka Hartono ini?" tanya Lina, penasaran dengan gelagat tidak normal dari keduanya.
Merasa tidak mendapat respon dari Nadine maupun Bu Minah, dan juga Lina sangat paham keduanya menyembunyikan sesuatu, ia langsung tancap gas ke pertanyaan berikutnya,
"Jawab jujur, kalian pernah ada hubungan dan kenal dengan Arka Hartono, ya?"
Deg !
Itu merupakan pertanyaan yang sangat tidak diinginkan, baik oleh Nadine maupun Bu Minah.
Nadine bingung harus menjawab apa, ia belum terbiasa berbohong. Bu Minah mengedipkan sedikit mata ke arah Nadine, coba mengurus hal ini.
"Be-benar sekali, dek Lina. Sebelum kerja di rumah sakit ini, kami berdua pernah menjadi ART mereka." gocek Bu Minah, berharap Lina langsung percaya.
"Hebat banget! Kenapa resign dari sana? Padahal, kalo diitung dan diperkirakan, gaji di sana mungkin aja jauh lebih besar ketimbang OB di sini. Iya, kan?" tanya Lina dengan polosnya.
"Memang! Tapi, gaji sebesar apapun, kalau tempatnya tidak membuat kita nyaman dan tenang, untuk apa berlama-lama di sana? Sepakat kan, dek Lina?" ujar Bu Minah.
Lina hanya mengangguk saja.
Sementara, Nadine yang masih menatap kosong ke layar, pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Ingatannya kembali merekam kejadian-kejadian pahit semasa berada di kediaman Hartono.
'Dulu, dia tiba-tiba saja memberikan talak tiga padaku, tanpa alasan yang jelas. Hingga saat ini!' gumam Nadine dalam hati.
Lina melirik Nadine yang terlihat melamun, "Eh, kamu kenapa, Nad? Bengong aja!"
Bersambung.....