Naya seorang istri yang sedang hamil harus menerima takdir ditinggal suaminya karena kecelakaan. Pada saat sedang dalam perjalanan ke kampung halaman, suaminya yang bernama Ammar jatuh dari Bus antar kota yang ugal-ugalan.
Sebelum Ammar tewas, dia sempat ditolong oleh sahabatnya yang kebetulan mobilnya melintas di jalan tol. Tak disangka Ammar menitipkan amanah cinta kepada sahabatnya bernama Dikara yang berprofesi sebagai dokter.
Padahal saat itu Dikara sudah bertunangan dengan seorang wanita yang berprofesi sama dengannya.
Akahkah Dika menjalani amanah yang diberikan sahabatnya? Atau dia akan tetap menikahi tunangannya?
Apakah Naya bersedia menerima Dikara sebagai pengganti Ammar?
Cinta adalah amanah yang diberikan Allah SWT terhadap pasangan. Namun bagaimana jadinya jika amanah itu dinodai oleh pengkhianatan?
Yuk lah kita baca selengkapnya kisah ini!
Happy reading!💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 Menjenguk Naya
Bu Nia merasa sedikit lebih tenang, karena ia tahu, ia tidak sendirian menunggu kabar tentang Naya. Ia kemudian menutup mata lagi dan berdoa, berharap Naya dan bayinya akan selamat. Tiba-tiba, Bu Nia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Ia membuka mata dan melihat seorang perawat yang berjalan menuju ke arahnya.
Perawat itu tersenyum dan berkata, "Keluarga Ibu Naya?"
"Iya saya Bu," Bu Nia dengan sigap berdiri di hadapan perawat.
"Anggap saja aku sebagai keluarga dekat Naya. Karena akan semakin ribet kalau aku mengaku sebagai orang lain, buang-buang energi kalau harus menjelaskan terus menerus pada orang-orang yang berbeda," gumam Bu Nia tidak mau ribet.
"Bu Naya sudah melahirkan dengan selamat. Alhamdulillah bayinya perempuan. Silakan pasien sudah boleh ditemui. Pasien berada di ruang perawatan intensif," jelas perawat tersebut sambil tersenyum.
"Alhamdulillah terima kasih Suster," Bu Nia dengan wajah berbinar merasa bersyukur dengan mengusap wajah dengan kedua tangannya.
Baru saja Bu Nia hendak berjalan menuju ruang perawatan intensif, seseorang memanggilnya,
"Mama!"
Bu Nia menoleh, kebahagiaannya bertambah manakala putranya datang untuk menjemputnya.
"Mama...apa kabar, Mam!" Reno mencium punggung tangannya.
Bu Nia tersenyum lebar dan memeluk Reno dengan hangat.
"Mama baik, Nak. Bagaimana kabarmu?"
"Alhamdulillah sehat Mam. Ngomong-ngomong apa yang sudah terjadi, sampai Mama mau menolong wanita itu? Kalau terjadi sesuatu, pasti Mama yang akan repot," keluh Reno merasa khawatir dengan kondisi mamanya.
Bu Nia tersenyum dan membelai rambut Reno dengan lembut.
"Jangan khawatir, Nak. Mama hanya ingin membantunya karena saat itu suaminya jatuh dari bus dan tewas di tempat kejadian. Mama tidak ingin melihat orang lain menderita, apalagi wanita itu dalam keadaan hamil besar, dan sekarang alhamdulillah wanita itu sudah melahirkan," jelas Bu Nia.
Reno mengangguk, masih terlihat khawatir.
"Tapi, Mam. Mama harus jaga kesehatan juga. Reno hanya khawatir Mama kecapean yang bisa membuat Mama jadi sakit hanya karena membantu orang lain," Bu Nia tersenyum dan memeluk Reno lagi. Seraya bangga memiliki anak yang begitu perhatian padanya.
"Mama tahu, Nak. Mama hanya ingin membantunya karena dia tidak punya siapa-siapa lagi. Kasihan dia merasa terpukul sudah kehilangan suaminya. Mama mau menjenguknya, apa kau mau ikut?"
Reno mengangguk, masih terlihat khawatir, tetapi juga menunjukkan rasa empati terhadap wanita yang baru saja kehilangan suaminya.
"Baik, Mam. Aku ikut Mama untuk menjenguknya. Aku ingin membantu Mama membuatnya merasa lebih baik," Bu Nia terhenyak dan memeluk Reno lagi.
"Terima kasih, Nak. Mama sangat bangga denganmu karena kamu memiliki hati yang baik dan peduli terhadap orang lain,"
"Reno juga bangga punya Mama sepertimu yang peduli pada sesama. Hayuk Mam, lebih cepat lebih baik. Setelah ini Mama harus pulang, istirahat di rumah. Reno tidak mau Mama sakit,"
"Iya sayang. Mama akan pulang kalau keadaannya baik-baik saja. Sekalian kita pamit ya!"
Reno mengangguk. Mereka pun beranjak menuju ruang perawatan intensif.
Saat mereka tiba di ruang perawatan intensif, Bu Nia dan Reno melihat Naya sedang beristirahat di tempat tidurnya, sementara bayinya sudah dipindahkan ke ruang perawatan bayi.
Naya terlihat lelah, tetapi ada senyum lembut di wajahnya saat melihat Bu Nia.
"Bu Nia, ternyata Ibu masih di sini? Terima kasih sudah membersamaiku sampai saat ini," kata Naya dengan suara lemah.
Bu Nia tersenyum dan menghampiri Naya.
"Iya, sayang. Ibu hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Bagaimana keadaanmu?"
"Alhamdulillah Bu. Kehadiran bayiku sudah menjadi obat ketiadaan ayahnya,"
"Syukurlah Nak. Usahakan selalu bahagia saat bersama si kecil, biar ASInya lancar. Ibu hanya bisa mendoakan kalian bisa melewati ujian ini."
Naya tersenyum, "Terima kasih Bu. Ibu orang yang sangat baik. Pasti anak-anak Ibu sangat bangga memiliki Ibu yang berjiwa sosial tinggi. Ibu sehat selalu ya! Kalau Ibu mau pulang, pulanglah Bu. Aku di sini tidak apa-apa ditinggal juga. Aku merasa lebih baik dari sebelumnya,"
Bu Nia tersenyum dan memeluk Naya dengan hangat. "Iya Ibu juga sekalian mau pamit pulang kebetulan anak Ibu sudah menjemput Ibu. Kamu juga harus beristirahat dan memulihkan diri. Semoga kita bisa dipertemukan kembali,"
"Iya Ibu. Ngomong-ngomong anak Ibu mana, kok engga diajak masuk ?"
"Eeh iya mana ya? Sebentar Ibu kenalkan. Nak...Nak...Kok masih luar, sini dong," panggil Bu Nia.
Reno masuk dari balik pintu. Hal ini berhasil membuat Naya terhenyak. Kejadian masa lalunya berputar kembali dalam kalbunya.
"Mas Reno?"
"Naya..." katanya berbarengan. Mereka saling tatap.
Bu Nia menatap mereka secara bergantian, "Kalian saling kenal?" Bu Nia tersenyum senang.
"Alhamdulillah kalau kalian sudah saling kenal. Kalian kenal di mana?"
Mereka hanya diam. Tidak ada satu pun yang mau menjelaskan.
"Mam, sebaiknya kita pulang sekarang! Reno tidak ingin berlama-lama di sini," ajak Reno setelah bergeming beberapa menit. Reno beranjak dari hadapan Naya.
Sementara Bu Nia hanya menatap mereka dengan bingung.
"Mas Reno...maafkan aku..." ujar Naya lirih dengan raut wajah menyesal.
Reno menghentikan langkahnya tanpa membalikkan badannya. Hatinya sudah terlanjur sakit. Reno melanjutkan langkahnya tidak menoleh ke belakang. Ia terus berjalan menuju pintu.
Bu Nia menatapnya dengan khawatir, kemudian menoleh ke arah Naya yang masih terbaring di tempat tidur.
Naya menatap Bu Nia dengan mata yang berair, dan Bu Nia bisa melihat kesedihan dan penyesalan di wajahnya.
Bu Nia tidak tahu apa yang terjadi antara Reno dan Naya, tetapi ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ia memutuskan untuk mengikuti Reno dan meninggalkan Naya untuk saat ini.
Bu Nia berjalan cepat untuk mengejar Reno, yang sudah keluar ruangan.
"Reno, tunggu!" panggilnya.
Reno berhenti sejenak, tetapi tidak menoleh ke belakang. Bu Nia bisa melihat bahwa Reno sedang berusaha menahan emosi. Ia mendekati Reno dan meletakkan tangan di bahu anaknya.
"Apa yang terjadi, Reno? Kenapa kamu begitu marah setelah melihat Naya?" tanyanya dengan lembut.
Reno menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosinya. Ia tidak ingin menunjukkan perasaannya di depan Bu Nia, karena ia tahu bahwa Bu Nia akan khawatir. Namun, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengungkapkan perasaannya.
"Aku...aku tidak marah, Bu," kata Reno dengan suara yang terputus-putus, "Aku hanya...sedih,"
Bu Nia menatap Reno dengan mata yang penuh kekhawatiran. "Sedih? Kenapa, Nak?" tanyanya dengan lembut.
Reno menghela napas dan menunduk, tidak bisa menatap Bu Nia.
"Aku...aku tidak tahu, Bu. Aku hanya merasa sakit saat melihatnya. Aku pikir aku sudah melupakan semua itu, tapi ternyata aku belum bisa." Bu Nia mendekati Reno dan memeluknya dengan hangat.
"Apa yang terjadi, Nak? Apa yang membuat kamu merasa sakit?" tanyanya dengan lembut, mencoba membuat Reno merasa lebih nyaman untuk membuka hatinya.
Dika klo milih naya,, cinta ma Amanda nya cuma secuil