Alana Adhisty dan Darel Arya adalah dua siswa terpintar di SMA Angkasa yang selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Alana, gadis ambisius yang tak pernah kalah, merasa dunianya jungkir balik ketika Darel akhirnya merebut posisi peringkat satu darinya. Persaingan mereka semakin memanas ketika keduanya dipaksa bekerja sama dalam sebuah proyek sekolah.
Di balik gengsi dan sikap saling menantang, Alana mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam hubungannya dengan Darel. Apakah ini masih tentang persaingan, atau ada perasaan lain yang diam-diam tumbuh di antara mereka?
Saat gengsi bertarung dengan cinta, siapa yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my pinkys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penyerahan proyek
Hari ini, suasana kelas lebih ramai dari biasanya. Semua siswa sibuk mengecek proyek yang harus dikumpulkan hari ini. Alana duduk di kursinya bersama Darel! Ya bersama Darel karna ia berkelompok dengan Darel jadi mau bagai mana lagi,Alana menatap laptop dengan ekspresi penuh konsentrasi. Ia memastikan semua file presentasi dan laporan tertulisnya sudah tersusun rapi saat di kumpulkan nanti.
Di sebelahnya, Darel duduk dengan santai, menyilangkan tangan di atas meja. Tatapannya sesekali melirik Alana yang masih sibuk mengetik sesuatu.
“Lana, lo yakin enggak ada yang kelewat?” tanyanya pelan sambil sedikit mencondongkan tubuh ke arah laptop, menelisik tulisan-tulisan di layar laptop.
Alana menghela napas pelan. “Gue udah cek beberapa kali tadi, tapi takutnya masih ada yang kurang.”
Darel dengan santai mengambil laptop Alana dan menutupnya. “Udah cukup. Semalam gue juga udah ngecek semuanya.Aman semua dah beres.”
Alana menatap Darel ragu. “Beneran enggak ada yang salah?”
Darel menatapnya dengan yakin. “Gue jamin seratus persen.”
Shasa yang duduk di sebelah Alana, ya bisa di bilang Alana duduk di tengah di samping kanan Shsa dan samping kiri Darel, Shasa menyikut lengan Alana sambil berbisik, “Duh, kalian ini pacaran tapi kelihatan kayak pasangan yang udah nikah lama.”
Alana langsung menegang dan menatap Shasa tajam. “Apaan sih? pacaran dari hongkong kali”
Darel malah terkekeh pelan. “Shasa ada benarnya juga.”
Sebelum Alana bisa mengeluarkan protesan nya, bel masuk berbunyi.
Trenggg
Trenggg
Trenggg
Semua siswa langsung kembali ke tempat duduk mereka masing-masing,yang sudah pasti guru akan masuk kelas mereka.
Dan benar saja tak lama, Bu Rina masuk ke dalam kelas dengan ekspresi serius seperti biasa nya. “Hari ini adalah batas akhir pengumpulan proyek kalian. Saya harap semuanya sudah siap.Siap tidak siap kumpulan hari ini juga! ”
"Kalau tidak mengumpulkan hari ini,ibu tagih tugas kalian di akhirat" ucap Bu Rina dengan memegang penggaris panjang.
"Hih ngeri kali bu"
"Ya ampun bu....masa udah di akhirat tetep di tagih tugas sih"
"Ngak like deh"
Begitulah protesan murid di kelas,nmaun begitu mereka tetap satu per satu kelompok maju untuk menyerahkan proyek mereka dengan pasrah. Saat giliran Alana dan Darel tiba, mereka berjalan bersama ke depan kelas.
Alana menyerahkan laptop yang berisi file presentasi mereka, sementara Darel memberikan laporan tertulis. Bu Rina menatap laporan itu sejenak sebelum bertanya, “Kalian mengerjakannya hanya berdua?”
“Iyalah, Bu kan ibu sendiri yang milih kelompok nya” jawab Alana dengan sopan.
Bu Rina mengangguk kecil. “Iya maaf ibu lupa. Saya akan menilainya nanti.”
Begitu kembali ke tempat duduk, Shasa langsung menyenggol Alana dan berbisik, “Kalian serius cuma kerja kelompok? Enggak ada yang lain-lain nih?”
Alana berusaha menjaga ekspresi wajahnya tetap netral. “Iya lah.”
Shasa menyipitkan mata penuh kecurigaan. “Hmm… Oke.”
Darel yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum tipis tanpa berkata apa-apa.
Sampai saat ini, tidak ada satu pun teman mereka yang tahu bahwa Alana dan Darel sudah resmi berpacaran. Mereka berdua sepakat untuk menyembunyikan hubungan mereka dari teman-teman di sekolah entah sampai kapan.
Bukan karena malu, tapi karena mereka tidak ingin menarik perhatian, apalagi Alana malas sekali jika berurusan dengan para mak Lampir.
Darel, dengan popularitasnya yang tinggi, tahu betul bahwa kabar dirinya berpacaran dengan Alana pasti akan menjadi topik panas di sekolah. Sementara Alana sendiri masih merasa canggung dengan status barunya.
Namun, walaupun mereka menyembunyikan hubungan mereka, tetap saja ada momen-momen kecil yang bisa membuat orang lain curiga.
Misalnya saat ini.
Ketika Bu Rina mulai menjelaskan tentang tugas baru, Darel dengan santainya menyandarkan lengannya di kursi Alana, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan.
Alana meliriknya dengan tatapan memperingatkan, tapi Darel hanya tersenyum kecil dan tetap mempertahankan posisinya.
Shasa yang melihat itu kembali menyenggol Alana. “Kamu yakin enggak ada yang mau diceritain Lana?”
Alana buru-buru menggeleng. “Enggak ada,memang apa yang mau aku ceritain ke kamu Sha.”
Darel terkekeh pelan, tapi tidak berkata apa-apa.
"Sumpah deh Sha, aku males banget sebener nya kelompokan sama Darel monyet! asli! Sumpah tiap ngerjain tugas ada nya debat mulu"gerutu Alana.
" Jadi kepo aku liat kalian debat"ucap Shasa.
Alana terkekeh lalu memberitahu kebenaran saat ia dan Darel kerja kelompok yang memang apa ada nya"Sumpah deh, rasanya kaya lagi debat sidang"
"Pasti seru deh kalo gue vidio waktu kalian debat hihi" ucap Shasa sambil membayangkan perdebatan Alana dan Darel dan ia jadi tertawa sendiri.
"Lo kenapa micin" ujar Rio.
"Gila lo ya" ucap Andra.
"Apa lo bilang! gila, gila. Lo kali yang gila yuyu" balas Shasa.
Hari itu berjalan dengan lancar, tanpa ada satu pun teman mereka yang benar-benar menyadari hubungan mereka.
Tapi satu hal yang pasti, semakin lama Alana menghabiskan waktu dengan Darel, semakin sulit baginya untuk bersikap biasa saja.
Karena perasaan itu semakin tumbuh, dan ia tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.
____
Sementara di kediaman baskara, seorang pria berusia sekitar 40-an mondar-mandir dengan ekspresi wajah penuh amarah,itu ayah Alana. Tangannya mengepal erat, menahan emosi yang hampir meledak.
Adrian Baskara, ayah Alana, baru saja menyadari bahwa putrinya menghilang, ia pikir selama seminggu ini Alana tak keluar kamar karna hukuman dari nya pekan kemarin . Ia sudah mencari ke seluruh penjuru rumah, tetapi tidak ada jejak Alana sama sekali.
“Ke mana anak itu pergi?” geramnya, membanting guci di atas meja hingga pecah berkeping-keping.
Para pelayan yang ada di rumah itu hanya bisa menundukkan kepala, tak berani menatap langsung pria itu.
“Cari Alana! Aku tidak peduli bagaimana caranya, kalian harus cari sampai ketemu sekarang!” perintah Adrian dengan suara penuh tekanan.
Beberapa anak buahnya segera bergerak, mencari informasi ke berbagai tempat, tetapi hasilnya nihil, semua koneksi untuk mencari Alana seperti di tutup rapat.
Di saat yang sama, suara ketukan di pintu utama terdengar.
Tok
Tok
Tok
Salah satu pelayan segera membukanya karna ketukan yang tadi nya kecil berubah menjadi ketukan yang keras dan kencang dan saatpelayan itu membuka pintu ada seorang pria muda berdiri di sana.
Tinggi, tegap, dengan tatapan tajam yang menyerupai Adrian.
Pria itu adalah Alvaro Baskara, kakak laki-laki Alana yang baru saja kembali dari London setelah bertahun-tahun tinggal di sana bersama ibu mereka, tanpa Alana ketahui sebelum.
Alvaro melangkah masuk tanpa ragu, langsung berjalan menuju ruang utama, di mana ayahnya masih berdiri dengan ekspresi murka.
Adrian menatap putranya dengan sorot mata tajam. “Kau akhirnya kembali son.”
Alvaro membalas tatapan itu dengan dingin. “Aku datang bukan untuk bertemu denganmu, tapi untuk menjemput Adik ku.”
Adrian mengangkat alisnya. “Adik mu? apa Alana yang kau maksud?”
“Ya,” Alvaro menjawab dengan nada tegas. “Aku ingin membawa adikku bersama ku.”
Adrian tertawa sinis. “Sayangnya, Alana tidak ada di sini.”
Alvaro menyipitkan matanya. “Apa maksudmu?”
Adrian berjalan mendekat, menatap putranya dengan tajam. “Alana pergi. Aku juga tidak tahu dia ada di mana sekarang,mungkin anak nakal itu sedang bermain bukannya bersekolah.”
Alvaro mengerutkan kening. “Bagaimana bisa kau tidak tahu keberadaan putrimu sendiri?”
Adrian mendengus kesal. “Anak nakal itu pergi tanpa izin, dan sekarang aku sedang mencarinya.”
Alvaro mengepalkan tangannya. Ia tahu betul bagaimana ayahnya memperlakukan Alana selama ini. Itu juga alasan mengapa ia memilih tinggal bersama ibu mereka saat usia nya lima tahun di London, meninggalkan kehidupan yang penuh tekanan di rumah ini.
“Jadi, kau membuatnya pergi?” suara Alvaro penuh kemarahan.
Adrian tidak menjawab. Hanya ada tatapan tajam yang menunjukkan bahwa ia tidak ingin membahasnya lebih lanjut.
Alvaro menatap sekeliling rumah yang terasa begitu dingin dan sunyi. Ia bisa merasakan bahwa Alana pasti tidak bahagia di tempat ini.
“Jika aku menemukan Alana lebih dulu, aku tidak akan membiarkannya kembali ke sini lagi” ucap Alvaro penuh tekad.
Adrian mendecakkan lidahnya. “Kita lihat saja siapa yang menemukannya lebih dulu,dan siapa yang akan memohon pada ayah”
Alvaro tidak membuang waktu lagi. Ia berbalik dan keluar dari rumah besar itu, hatinya penuh dengan kecemasan.
Adik kecil yang sudah lama tidak ia temui, kini menghilang entah ke mana.
Dan ia berjanji akan menemukannya sebelum ayah mereka melakukannya.
To be continued…