Tak hanya mengalah dan memendam perasaan, dia juga rela bertanggung jawab atas kesalahan fatal yang dilakukan adiknya hanya demi menjaga perasaan wanita yang dia cintai dalam diam.
(Mohon baca setiap kali update! Jangan menumpuk bab, jangan lompat baca apalagi boom like. Retensi bergantung dari konsisten pembaca.🙏🙏🙏)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12. AKU AYAHNYA
"Ini benar-benar kejutan. Ternyata ini alasannya kenapa kalian berdua tiba-tiba memutuskan untuk menikah," Kiara geleng-geleng kepala usai menekan pergelangan tangan Kinan, diagnosanya tidak pernah salah hanya dengan memeriksa denyut nadi. Sebelumnya, saat Kinan masih tak sadarkan diri ia sudah memeriksa dan sekarang hasilnya pun sama.
Kinan tercengang, perasaannya tiba-tiba saja tidak enak mendengar kakak iparnya membahas tentang alasan pernikahannya dengan Azka. Mungkinkah Kiara sudah mengetahui semuanya, batinnya.
"Apa hanya dengan memeriksa denyut nadi, sudah bisa dikatakan positif, Kak?" Tanya Azka, beberapa saat lalu kakaknya sudah memberitahu namun ia berharap itu hanya keliru.
"Kalau kamu gak percaya, ayo kita lakukan USG pada Kinan. Kamu itu kenapa sih? Sudah berbuat tapi gak mau mengakui. Kakak gak bisa kamu bohongi, Azka!" Kiara melotot menatap adiknya. Tidak menyangka, adiknya yang selalu tampak kalem ternyata bisa berbuat sejauh itu. Belum genap sepuluh hari usai pernikahan tapi Kinan sudah hamil.
"USG?" Kinan tercengang.
Kiara kembali menatap adik iparnya, "Apa kamu sama sekali tidak menyadari kehamilan kamu?" Tanyanya.
Mulut Kinan menganga. Jantungnya seketika berdetak cepat, tidak mungkin. Kiara pasti salah, ia tidak mungkin hamil dan tidak ingin hamil. Tatapannya lalu berpindah pada Azka, suaminya itu mengangguk membenarkan ucapan kakaknya.
Melihat reaksi Kinan, Azka menyuruh kakaknya keluar. Kiara pun meninggalkan sepasang suami-istri itu. Namun, sebelum keluar, ia berpesan agar adik dan iparnya itu segera memberitahukan orang tua mereka. Tidak perlu menutupinya.
"Bang, Kak Kia pas salah kan? Aku gak mungkin hamil!" Kinan menolak percaya.
"Kinan, tenangkan diri kamu." Demi menenangkan Kinan, Azka memeluknya erat. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan istrinya itu saat ini. Kinan pasti syok dan tidak bisa menerima kehamilannya. Seperti dirinya yang juga terkejut saat Kiara mengatakan bahwa pingsannya Kinan juga disebabkan oleh efek kehamilan.
"Aku gak mau anak ini, Bang. Aku gak mau, dia gak boleh lahir!"
"Jangan berbicara seperti itu, Kinan. Dia gak salah." Azka menarik tangan Kinan yang mencoba memukul perutnya sendiri.
"Tapi aku gak mau anak ini lahir, Bang. Tolong beritahu Kak Kia, aku ingin gugurkan anak ini." Kinan menangis tergugu di dalam pelukan Azka.
"Tidak Kinan, dia akan lahir. Kita berdua akan merawat dia bersama-sama."
Di luar ruangan, tepatnya di depan pintu ruang rawat Kinan. Raka mematung mendengar apa yang dikatakan Kiara. Beruntungnya Alesha tidak mendengarnya. Istrinya itu tiba-tiba kebelet pipis saat sampai di depan ruang rawat Kinan, dan setelah dia kembali bertepatan dengan Kiara yang keluar dari ruangan itu.
Kiara mengajak Alesha ke ruangannya untuk bersiap-siap melakukan proses pemasangan alat kontrasepsi. Sementara Raka memilih tetap di sana. Dan apa yang baru saja dia dengar semakin membuatnya tidak bisa berkata-kata. Kinan ingin menggugurkan kandungannya, sementara Azka ingin mempertahankannya.
Dengan tangan yang bergetar, ia menekan handle pintu. Masuk dengan langkah lunglai menghampiri Azka dan Kinan yang sedang berpelukan.
"Kinan benar, Bang. Kandungannya harus digugurkan. Anak itu gak boleh lahir."
Azka mengetatkan rahangnya, dibalik tubuh Kinan kedua tangannya terkepal erat. Sementara Kinan semakin menangis sesenggukan mendengar perkataan Raka. Pria itu saja tidak menginginkan darah dagingnya sendiri, lalu untuk apa ia mempertahankan kandungannya.
"Bang, tidak usah mempengaruhi Kinan untuk mempertahankan kandungannya. Lagipula, gimana bisa Abang ingin merawat anak yang bukan darah daging Abang. Aku akan mencarikan tempat untuk menggugurkan janin itu,"
Azka melepaskan pelukannya ditubuh Kinan. Ia berbalik lalu dengan cepat meraih kerah kemeja Raka. "Kamu sudah brengsek dengan menolak bertanggung jawab, jangan menjadi bajingan dengan ingin menggugurkan darah daging mu sendiri. Kalau kamu tidak mau mengakuinya, aku yang akan mengakuinya. Aku suami Kinan, aku Ayah janin itu!" Ucap Azka dengan penuh penekanan lalu melepaskan cengkeramannya dengan cara menghempaskan.
"Pergi dari sini!" Tunjuk Azka kearah pintu, tatapannya tajam menatap adiknya itu.
Raka membenarkan kerah kemejanya, ia menatap Kinan sekilas lalu kembali menatap Azka. "Suatu saat, aku harap Abang tidak akan pernah menyesal dengan keputusan Abang yang ingin mempertahankan kandungan Kinan. Karena sampai kapanpun, anak itu akan terus mengingatkan Abang siapa Ayah kandungnya."
"Keluar, Raka!" Azka berteriak marah. Jika tidak ingat mereka sedang berada di rumah sakit, ia pasti sudah menghajar adiknya itu.
Raka keluar dari ruangan itu dengan nafas yang memburu. Ia duduk di kursi tunggu sembari mengusap wajah dengan kasar.
"Arrrrggghh," dia menggeram tertahan. Kehamilan Kinan benar-benar menganggu pikirannya. Ia tidak akan pernah tenang selagi janin itu masih ada dalam kandungan Kinan. Ia tidak ingin mengambil resiko, jika anak itu lahir dan semua kesamaan mengarah padanya.
yg aq pinta ke author azka tetep sm kinan...
dan buat Kinan mga cepet inget LG ya neng dan pastinya msti yakin kalo bang Azka cuma milik kamu seorang